Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ihwal Tudingan Kebocoran Anggaran di Tahun Politik

10 Februari 2019   22:36 Diperbarui: 10 Februari 2019   22:43 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kemenkeu.go.id)

Pernyataan Capres nomor urut 02 mengenai kebocoran anggaran, sedang hangat-hangatnya menjadi perbincangan. Seperti biasa, selalu ada yang pro dan kontra. Kedua kubu pendukung langsung saling lempar pernyataan, sindiran dan tudingan.  

"Saya hitung dan saya sudah tulis di buku, kebocoran dari anggaran rata-rata, taksiran saya mungkin lebih, sebetulnya 25% taksiran saya anggaran bocor. Bocornya macam-macam," kata Prabowo saat berpidato di HUT ke-20 Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) di Hall Sport Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (6/2/2019).

Dengan demikian, menurut perhitungan Prabowo, anggaran negara yang "bocor" mencapai Rp 500 triliun per tahun.

Berkaitan dengan kata "bocor" yang diucapkan Prabowo, kita jadi teringat momen debat Pilpres tahun 2014 lalu. Pada debat putaran ketiga yang diadakan di Hotel Holiday Inn  (22/6/2014), media mencatat Prabowo mengucapkan kata "bocor" sebanyak sepuluh kali.

Kata "bocor" yang dimaksudkan Prabowo, misalnya mengenai sumber daya alam (SDA) Indonesia yang hasilnya sebagian besar mengalir ke luar negeri sehingga bangsa Indonesia hanya merasakan sedikit hasil kekayaan alam miliknya.

Pada debat sebelumnya, Prabowo juga menyebut kebocoran di bidang ekonomi yang mencapai ribuan triliun rupiah. Meskipun setelah ramai menjadi perbincangan publik, kubu Prabowo akhirnya mengakui adanya kesalahan dalam pernyataan tersebut.

Jelas terlihat perbedaannya, kebocoran 25 % yang diungkapkan Prabowo kemarin memang sepertinya difokuskan pada anggaran keuangan pemerintah. Muncul tudingan telah terjadi mark up di banyak pembiayaan pembangunan. Prabowo mengilustrasikan pembiayaan jembatan seharusnya 100 tapi ditulis 150, dst.

Sementara isu kebocoran berkaitan potensi SDA yang mengalir ke luar negeri sepertinya luput dari perhatian. Atau jangan-jangan memang disengaja, karena bila isu ini diangkat, kubu petahana akan mudah sekali menjawabnya dengan menyodorkan data dan fakta mengenai keberhasilan pemerintah periode ini merebut penguasaan aset nasional dari tangan asing. Kita sebut saja Freeport dan Blok Mahakam sebagai contoh besarnya.

Yang menarik dari tudingan soal kebocoran kemarin tentu saja aksi-reaksi yang terjadi sesudahnya dari masing-masing kubu. Ihwal substansinya, karena memang sifatnya hanya taksiran dan tudingan tanpa rujukan data yang jelas, tentu bisa agak diabaikan.

Maklum, tahun politik. Apa saja bisa dijadikan isu. Yang kecil bisa dibuat besar, yang tidak ada bisa dibuat menjadi ada. Tidak perlu heran.

Presiden Jokowi menanggapi isu tersebut dengan mengatakan bahwa tudingan tersebut tidak ada dasarnya. Proses penganggaran jelas merupakan proses politik yang melibatkan semua poros politik (pemerintah maupun oposisi). Selanjutnya, audit yang rutin dilakukan BPK terhadap kinerja dan laporan keuangan pemerintah juga hampir selalu baik.

Presiden juga mengatakan bila tudingan itu memiliki dasar dan bukti yang kuat, sebaiknya dilaporkan langsung ke pihak yang berwenang, misalnya KPK, agar diproses lebih lanjut. Penegak hukum tentunya akan sangat senang bila seluruh warga mau terlibat dan berkontribusi aktif mengawasi kinerja pemerintahan.         

Kubu penantang malah kembali bereaksi dan mengeritik respon Jokowi menanggapi isu kebocoran tersebut. Terkesan mereka menuntut Jokowi harus serius membuktikan tudingan tersebut dan menghentikan kebocoran yang terjadi. Agak lucu memang, mereka melempar isu, namun orang lain yang disuruh harus membuktikan.

Selanjutnya, pernyataan Wapres Jusuf Kalla yang mengakui adanya kebocoran anggaran terindikasi dari banyaknya aparat pemerintah yang ditangkap KPK, langsung dijadikan senjata untuk membenarkan isu yang sudah mereka lemparkan sebelumnya.

Sebetulnya, isu kebocoran anggaran pemerintah memang selalu menjadi perbincangan publik dan tidak bisa ditampik begitu saja. Mengelola anggaran pemerintah yang jumlahnya lebih dari 2000 triliun per tahun dan tersebar di berbagai proyek pembiayaan dan pembangunan, jelas bukan pekerjaan mudah.

Potensi terjadinya kebocoran anggaran pasti ada. Untuk itulah, pemerintah memang harus terus merancang dan menerapkan sistem pengawasan yang efektif. Pengawasan bisa dilakukan melalui internal organisasi, penegak hukum, dan tentu saja seluruh warga yang memiliki kepedulian.      

Sehingga akan sangat bermanfaat bila seluruh warga, termasuk para politisi yang tentunya memiliki akses dan sumber daya informasi yang lebih mumpuni, bisa berpartisipasi aktif mengawasi agar tidak terjadi kebocoran anggaran.

Bila memang memiliki data dan bukti yang cukup berkaitan proyek/program pemerintah yang terindikasi telah terjadi penyelewengan, tentu bisa melaporkan langsung ke pihak penegak hukum agar bisa dicegah bahkan ditindak dengan tegas.

Sebaliknya, bila sekadar melempar isu ke publik dengan penekanan soal angka 25 persen atau 500 triliun, tentu patut diduga itu sekadar ingin membuat sensasi atau sebagai alat untuk menyerang lawan politiknya. Terlebih lagi, isu itu sengaja dilontarkan bertepatan di momen tahun politik.   

***

Jambi, 10 Februari 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun