Politisi PDI P sekaligus Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi tiba-tiba menjelma layaknya orang terdekat Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok. Setidaknya Prasetyo sudah menyampaikan dua pernyataan yang ramai dirilis media terkait langkah BTP pasca bebas dari masa tahanan.
Prasetyo mengatakan, bulan Februari mendatang BTP akan menikah (lagi). Bripda Puput, sosok yang memang sudah ramai digunjingkan media, disebut-sebut Prasetyo sebagai calon mempelai wanita. Prasetyo bahkan sudah berani menyebut tanggal 15 yang konon sudah dipilih sebagai pelaksanaan acara tersebut.
Meskipun anehnya, pihak keluarga BTP justru membantah hal tersebut. Mereka justru kaget dan benar-benar tidak mengetahui ada rencana pernikahan tersebut, apalagi dalam waktu yang sangat dekat.
Publik terutama pendukung setia BTP menjadi bingung dan semakin penasaran. Mungkinkah Prasetyo sedang mengada-ada? Atau justru pihak keluarga BTP yang sedang mencoba menutupi sebuah rahasia?
Pernyataan kedua Prasetyo adalah BTP akan lebih memilih menjadi konsultan e-budgeting setelah keluar dari tahanan. Lagi-lagi, Prasetyo mengklaim hal itu didengarnya langsung saat menjenguk BTP di Mako Brimob.
Bila benar demikian yang keluar dari mulut BTP menjadi jelas bahwa ia sepertinya sudah memutuskan untuk sementara bahkan mungkin seterusnya, mundur dari panggung politik.
Walaupun, ini terdengar agak meragukan. Agak sulit dipercaya, BTP akan secepat dan semudah itu "pensiun" dari panggung politik. Terlebih lagi, perjalanan hidupnya justru banyak dihabiskan di dunia politik.
BTP telah merintis karier politiknya mulai dari bawah, menjadi anggota DPRD tingkat 2, Bupati, anggota DPR RI, Wakil Gubernur hingga Gubernur DKI Jakarta. Ia sempat dua kali menelan kekalahan saat bertarung di Pilgub yaitu Bangka Belitung dan DKI Jakarta. Kekalahan terakhir lebih tragis lagi, BTP tak hanya kalah tetapi juga harus masuk penjara.
Meskipun dibenci oleh sebagian kalangan, BTP juga memiliki pendukung/penggemar setia yang tak cukup besar jumlahnya. Mereka menamakan diri sebagai Ahoker.
Para pendukung selalu yakin bahwa BTP adalah "korban" pertarungan politik kotor yang ingin menyingkirkannya dari panggung politik. Sekaligus mereka juga meyakini BTP akan kembali berkiprah di panggung politik setelah bebas dari masa tahanan.
Pernyataan-pernyataan BTP selama ini memang cukup mencerminkan bahwa ia hampir tak mungkin menjauh dari panggung politik. BTP berulangkali menyatakan keyakinannya bahwa panggung politik merupakan tempat terbaik untuk mengabdi bagi bangsa ini, membantu lebih banyak orang dengan mewujudkan keadilan sosial.
BTP mengatakan bahwa kesempatan menjadi pejabat publik bahkan bisa lebih mulia dari orang-orang paling kaya yang dermawan sekalipun. Orang-orang kaya mungkin bisa memberikan bantuan sosial dalam jumlah besar dari harta kekayaan yang dimilikinya, namun pejabat publik bisa memberikan bantuan dalam jumlah yang lebih besar dalam wujud keadilan sosial melalui ragam kebijakan dan program.
Ideologi dan pemikiran inilah yang membuat BTP tak terlalu pusing meskipun harus dicap "kutu loncat" karena sering berpindah partai politik. BTP tercatat pernah menjadi kader partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), Golongan Karya (Golkar), dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Bila saat ini ada beberapa tokoh yang mengatakan BTP akan segera masuk ke salah satu partai politik, sepertinya itu menjadi hal yang wajar. Pada satu kesempatan, BTP pernah mengatakan bahwa baginya hal yang terpenting adalah loyalitas terhadap rakyat bukan terhadap partai politik. Tidak ada gunanya loyal berpartai namun berkhianat pada rakyat.
Menurut saya, pernyataan-pernyataan BTP selama ini yang mencerminkan pemikiran dan ideologinya dalam berpolitik, sepertinya sudah hampir bisa menjawab pertanyaan kemana langkah BTP setelah bebas dari masa tahanan. Ia akan segera kembali tampil di panggung politik.
Pada kontestasi pemilu serentak yang akan digelar beberapa bulan lagi, BTP mungkin akan lebih menahan diri agar tidak terlalu jauh terlibat. Pada saat tensi politik yang tinggi seperti saat ini, tentu ia tak mau lagi menjadi "sasaran tembak" para pembencinya yang bisa saja akan merugikan dirinya maupun pihak yang didukungnya.Â
Satu-satunya potensi kendala yang mungkin akan kembali digunakan para pembencinya untuk menjegalnya tampil di panggung politik adalah tafsir ketentuan hukum mengenai hak politik seseorang yang berstatus sebagai mantan tahanan. Â Â
***
Jambi, 23 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H