BTP mengatakan bahwa kesempatan menjadi pejabat publik bahkan bisa lebih mulia dari orang-orang paling kaya yang dermawan sekalipun. Orang-orang kaya mungkin bisa memberikan bantuan sosial dalam jumlah besar dari harta kekayaan yang dimilikinya, namun pejabat publik bisa memberikan bantuan dalam jumlah yang lebih besar dalam wujud keadilan sosial melalui ragam kebijakan dan program.
Ideologi dan pemikiran inilah yang membuat BTP tak terlalu pusing meskipun harus dicap "kutu loncat" karena sering berpindah partai politik. BTP tercatat pernah menjadi kader partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), Golongan Karya (Golkar), dan Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Bila saat ini ada beberapa tokoh yang mengatakan BTP akan segera masuk ke salah satu partai politik, sepertinya itu menjadi hal yang wajar. Pada satu kesempatan, BTP pernah mengatakan bahwa baginya hal yang terpenting adalah loyalitas terhadap rakyat bukan terhadap partai politik. Tidak ada gunanya loyal berpartai namun berkhianat pada rakyat.
Menurut saya, pernyataan-pernyataan BTP selama ini yang mencerminkan pemikiran dan ideologinya dalam berpolitik, sepertinya sudah hampir bisa menjawab pertanyaan kemana langkah BTP setelah bebas dari masa tahanan. Ia akan segera kembali tampil di panggung politik.
Pada kontestasi pemilu serentak yang akan digelar beberapa bulan lagi, BTP mungkin akan lebih menahan diri agar tidak terlalu jauh terlibat. Pada saat tensi politik yang tinggi seperti saat ini, tentu ia tak mau lagi menjadi "sasaran tembak" para pembencinya yang bisa saja akan merugikan dirinya maupun pihak yang didukungnya.Â
Satu-satunya potensi kendala yang mungkin akan kembali digunakan para pembencinya untuk menjegalnya tampil di panggung politik adalah tafsir ketentuan hukum mengenai hak politik seseorang yang berstatus sebagai mantan tahanan. Â Â
***
Jambi, 23 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H