Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Operasi Zebra dan Kesadaran Berkendara

2 November 2018   22:04 Diperbarui: 3 November 2018   10:44 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa orang teman sedang asyik berbincang membahas isi satu selebaran yang entah dari mana mereka bisa mendapatkannya. Demi menghilangkan rasa penasaran, saya pun tak mau ketinggalan, ikut nimbrung. Selebaran tersebut ternyata memuat informasi tentang jadwal razia polisi lalu lintas, waktu dan lokasinya di kota ini. 

Saya baru sadar, terhitung sejak tanggal 30 Oktober lalu sampai 12 November mendatang, selama 14 hari, Polisi Daerah (Polda) di seluruh Indonesia secara serentak menggelar Operasi Zebra. Ini memang sudah menjadi agenda rutin tahunan pihak kepolisian yang konon bertujuan menertibkan perilaku berkendara dan menekan angka kecelakaan. 

Sumber historia.id menyebutkan, tujuan Operasi Zebra hari ini tak jauh beda ketika operasi ini kali pertama muncul pada 1978 di Irian Jaya (kini Papua). Gagasan Operasi Zebra berasal dari Brigadir Jenderal Soedarmadji, Kepala Daerah Polisi Irian Jaya.

Soedarmadji melihat banyak pengendara bermotor di Irian Jaya sering mengabaikan peraturan dan rambu lalu-lintas. Soedarmadji memikirkan cara bagaimana menumbuhkan kesadaran taat dan tertib dari para pengendara. Menurut Soedarmadji, taat dan tertib berguna untuk mengurangi angka kecelakaan. Soedarmadji akhirnya mengusulkan operasi penertiban perilaku berkendara dengan sandi "Zebra". 

Pada pelaksanaan Operasi Zebra, pihak kepolisian melaksanakan razia pelanggaran berlalu lintas yang dilakukan para pengendara. Pelanggaran dimaksud meliputi kelengkapan administrasi (SIM, STNK, BPKB) kendaraan sebagai bukti kelayakan kendaraan dan si pengendara. Aspek perilaku pengendara yaitu kepatuhan berkendara di jalan raya, mematuhi rambu-rambu lalu lintas, dan sebagainya pun tak luput dari sasaran razia.

Bila polisi menemukan pelanggaran, sanksi akan dijatuhkan. Bisa sekadar diberikan teguran/peringatan, tapi ada pula yang langsung diberikan surat tilang (bukti pelanggaran).

Tak bisa dimungkiri, bagi kebanyakan pengendara, razia lalu lintas ibarat momok yang menakutkan. Berbagai upaya dilakukan agar lepas dari itu. Sudah menjadi pemandangan yang lazim terjadi, banyak pengendara yang bisa serentak tiba-tiba memutar balik arah kendaraannya di jalan raya, demi menghindari razia.

Respon ketakutan itu muncul tentu saja karena si pengendara sebenarnya sudah menyadari pelanggaran yang dilakukannya sehingga ia berpikir, langkah terbaik adalah "melarikan diri" secepat-cepatnya untuk menghindari petugas.

Kesadaran 

Harus diakui, budaya dan kesadaran taat berlalu lintas kita memang masih rendah. Ada banyak anak di bawah umur yang bebas membawa kendaraan di jalan raya, dengan atau tanpa seizin orangtuanya. Tidak menggunakan helm sebagai pelindung kepala, kebut-kebutan pula seperti orang gila.

Ada lagi pengendara yang terbiasa menerobos lampu lalu lintas tanpa rasa bersalah, seolah ia tak bisa dan tak tahu membedakan warna hijau, kuning, dan merah serta artinya. Padahal sudah banyak kejadian kecelakaan lalu lintas yang terjadi karena pelanggaran itu.

Jika dirinci satu per satu, tentu masih banyak lagi jenis pelanggaran yang sering dilakukan oleh pengendara di jalan raya. Sekali lagi, itu menunjukkan bahwa tingkat kesadaran berkendara kita memang masih lemah.

Berkaitan dengan razia (operasi zebra) yang sedang dilakukan pihak kepolisian, bisakah kita berharap itu otomatis mampu meningkatkan kesadaran para pengendara? Sejauh ini, hasil operasi zebra setiap tahunnya hanya sekadar menghasilkan data-data tentang jumlah pelanggaran berlalu lintas di jalan raya.

Bila jumlah pelanggaran yang ditemukan tahun ini berkurang dari tahun sebelumnya, tentu tak bisa langsung diklaim bahwa tingkat kesadaran pengendara kita sudah lebih baik. Jangan-jangan bukan kesadaran, melainkan kelihaian para pengendara kita saat menghindari razia lah yang semakin baik.  

Berbicara soal kesadaran, semestinya memang harus lahir dari hati pribadi masing-masing. Ada atau tidak ada razia, seseorang yang sadar, pasti akan menggunakan helm sebagai pelindung bagi dirinya. Ia juga tidak akan kebut-kebutan di jalan dan/atau menerobos lampu lalu lintas karena sadar itu tindakan berbahaya yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kecelakaan.   

Kesadaran yang sejati itu tak muncul secara musiman, khususnya musim razia. Kesadaran juga bukanlah kelihaian mengelabui bahkan menghindari razia yang dilakukan petugas di jalan raya.

Karena kesadaran timbul dari hati, maka ia tak terkait usia, jabatan atau status sosial seseorang. Beberapa waktu lalu sempat viral di media sosial, video seorang anggota dewan yang mempertontonkan arogansinya, bersitegang dengan pihak kepolisian yang telah menilangnya. Bayangkan, anggota dewan yang terhormat.

***

Jambi, 2 November 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun