Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

"Buah" SKB 2 Menteri, Gereja Disegel (Lagi) di Jambi

28 September 2018   08:49 Diperbarui: 28 September 2018   11:26 5877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat segel (Dokpri)
Surat segel (Dokpri)
Kesulitan memenuhi persyaratan tersebut sudah dirasakan GMI Kanaan Jambi yang mengaku telah melakukan upaya bahkan sejak gereja mereka berdiri, 13 tahun silam. Gereja HKBP Syalom Aur Duri yang sempat disegel, namun 9 Agustus 2017 lalu telah memperoleh IMB pun mengaku mereka harus menunggu dan berjuang selama 20 tahun sebelum mendapatkannya. 

Maka keliru jika ada anggapan bahwa pengurus dan jemaat gereja dengan sengaja melakukan pembangkangan, tidak mematuhi aturan pendirian rumah ibadah. 

Peristiwa penyegelan tempat ibadah jelas selalu menimbulkan banyak tanda tanya di benak kita. Gereja maupun tempat ibadah lainnya merupakan tempat sakral bahkan dianggap suci oleh para pemeluk agama. Tempat ibadah bukan tempat maksiat yang jelas-jelas bisa menimbulkan keresahan dan gangguan umum. Pemerintah semestinya bergiat menyegel tempat-tempat maksiat bukan tempat ibadat.  

Sudah banyak terjadi aksi kekerasan, penutupan, penyegelan bahkan pembakaran gereja di tanah air, dilakukan sekelompok orang yang konon ingin menegakkan aturan. Tidak hanya di Jambi. 

Meski demikian, tuntutan agar pemerintah segera merevisi bahkan mencabut SKB 2 Menteri yang telah menelan banyak korban justru ditanggapi "dingin". Pemerintah berdalih, aturan tersebut diperlukan untuk menjamin terciptanya kerukunan antar umat beragama. 

Pertanyaannya, kerukunan macam apa yang ingin dicapai, sementara peraturan tersebut secara jelas dan nyata sudah membuat banyak pemeluk agama tertentu menderita dan tak bisa menjalankan ibadahnya. 

Ketika sebuah peraturan secara nyata-nyata tidak mendatangkan manfaat bahkan menimbulkan mudarat, lalu apalagi alasan untuk terus mempertahankannya ?  

Butuh berapa banyak lagi tempat ibadah yang harus disegel, ditutup atau dibakar ? Menunggu berapa banyak lagi air mata warga yang harus tumpah hanya demi memeroleh kebebasan menjalankan ibadahnya dengan damai dan tenang, di negara yang konon konstitusinya jelas-jelas menjamin hal itu ?

***

Jambi, 28 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun