Presiden Jokowi isyaratkan tetap melanjutkan moratorium pemekaran wilayah. Hal tersebut disampaikan oleh Firdaus, Wali kota Pekanbaru pasca pertemuan sejumlah wali kota dengan Presiden Jokowi, Senin (23/7).
Sebagaimana dilansir kompas.com, Firdaus mengatakan, "Presiden menyinggung, dari 514 kabupaten kota, 80 persen daerah mengalokasikan biaya aparaturnya itu lebih dari 70 persen. Untuk gaji dan segala macam. Akhirnya, ya untuk pembangunan enggak maksimal".
Presiden Jokowi, lanjut Firdaus, mengatakan idealnya anggaran untuk aparatur pada sebuah APBD itu di bawah 45 persen. Sisanya untuk pembangunan. Namun, hal itu tak bisa terwujud. Oleh sebab itu, Jokowi pun mengemukakan salah satu solusinya untuk menyehatkan APBD, yakni dengan memperpanjang moratorium pemekaran.
"Maka salah satu kebijakan untuk itu, kata beliau tadi, kita akan hentikan pemekaran wilayah, entah sampai kapan, beliau katakan," ujar Firdaus.
Sekadar mengingatkan, awal tahun 2018, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengungkapkan ada lebih dari 314 usulan pemekaran daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Namun, Tjahjo menjelaskan, belum ada satupun yang disetujui oleh Presiden Jokowi.
Berdasarkan catatan Kemendagri, sampai bulan Januari 2018 ada 249 usulan pemekaran daerah baik itu tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Sedangkan usulan melalui DPR dan DPD mencapai lebih dari 314 usulan pemekaran.
Tak optimalÂ
Sejatinya, usulan pemekaran merupakan hak konstitusional daerah sepanjang itu bertujuan untuk mempercepat kesejahteraan rakyat dan pemerataan pembangunan. Sayangnya, data dan fakta berkata lain.
Sejauh ini, kebanyakan hasil program pemekaran wilayah tak berjalan secara optimal. Program pemekaran wilayah seolah sekadar program membagi-bagi kekuasaan. Lebih memprihatinkan, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa program pemekaran wilayah merupakan pemekaran wilayah korupsi untuk "raja-raja kecil" di daerah. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Sementara , mimpi untuk mempercepat kesejahteraan untuk seluruh masyarakat masih tetap sekadar wacana dan angan-angan. Â
Awal tahun 2015, Mendagri, Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa sebanyak 60 persen daerah pemekaran ternyata gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Angka itu diperoleh dari hasil penelitian internal Kemendagri yang dilakukan sejak tahun 1999.
Evaluasi yang dilakukan Kemendagri juga menunjukkan daerah-daerah pemekaran sulit berkembang. Bahkan ada satu kabupaten hasil pemekaran wilayah yang selama tiga tahun tak mampu menentukan ibu kota kabupaten. Padahal wilayahnya hanya terdiri dari 5 kecamatan dan 10.000 penduduk.
Jauh mundur lebih ke belakang, tahun 2010, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan menyampaikan angka yang lebih fantastis; sebanyak 80 persen daerah hasil pemekaran tidak membawa hasil memuaskan.
Kita tidak menutup mata, bahwa ada sebagian kecil daerah hasil pemekaran yang ternyata berkembang cukup pesat atau berhasil. Kita ambil contoh kabupaten Bandung Barat yang pada tahun 2017 dinobatkan sebagai daerah otonomi baru terbaik. Namun sekali lagi, itu hanya segelintir diantara mayoritas daerah hasil pemekaran yang ternyata tak optimal. Â Â Â
Dengan memerhatikan data dan fakta tersebut, sinyal presiden Jokowi yang akan tetap melanjutkan moratorium pemekaran wilayah hingga akhir periode pemerintahannya di 2019 mendatang, memang patut didukung.
Demikian halnya untuk pemerintah terpilih hasil Pilpres 2019 mendatang, diharapkan tidak terburu-buru menyetujui berbagai usulan pemekaran wilayah. Alangkah baiknya pemerintah menetapkan standar/kriteria yang ketat untuk daerah yang layak dimekarkan. Jika itu tak dipenuhi, pemerintah harus berani dan tegas menolaknya. Â Â Â
Daripada pemerintah menggelontorkan banyak dana untuk membiayai proses pemekaran wilayah yang ujung-ujungnya hasilnya tak optimal, lebih baik dana tersebut digunakan untuk mempercepat proses pembangunan infrastruktur dan peningkatan taraf hidup sosial masyarakat. Â Â
Menjelang pilpres 2019 mendatang, isu pemekaran wilayah ini mungkin akan kembali menjadi salah satu "jualan" para kandidat untuk meraih simpati pemilih. Untuk itulah, para pemilih harus mampu menimbang secara rasional berbagai janji yang disampaikan para kandidat, apakah tepat dan bermanfaat atau malah sebaliknya ? Â
***
Jambi, 23 Juli 2018 Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H