Evaluasi yang dilakukan Kemendagri juga menunjukkan daerah-daerah pemekaran sulit berkembang. Bahkan ada satu kabupaten hasil pemekaran wilayah yang selama tiga tahun tak mampu menentukan ibu kota kabupaten. Padahal wilayahnya hanya terdiri dari 5 kecamatan dan 10.000 penduduk.
Jauh mundur lebih ke belakang, tahun 2010, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahkan menyampaikan angka yang lebih fantastis; sebanyak 80 persen daerah hasil pemekaran tidak membawa hasil memuaskan.
Kita tidak menutup mata, bahwa ada sebagian kecil daerah hasil pemekaran yang ternyata berkembang cukup pesat atau berhasil. Kita ambil contoh kabupaten Bandung Barat yang pada tahun 2017 dinobatkan sebagai daerah otonomi baru terbaik. Namun sekali lagi, itu hanya segelintir diantara mayoritas daerah hasil pemekaran yang ternyata tak optimal. Â Â Â
Dengan memerhatikan data dan fakta tersebut, sinyal presiden Jokowi yang akan tetap melanjutkan moratorium pemekaran wilayah hingga akhir periode pemerintahannya di 2019 mendatang, memang patut didukung.
Demikian halnya untuk pemerintah terpilih hasil Pilpres 2019 mendatang, diharapkan tidak terburu-buru menyetujui berbagai usulan pemekaran wilayah. Alangkah baiknya pemerintah menetapkan standar/kriteria yang ketat untuk daerah yang layak dimekarkan. Jika itu tak dipenuhi, pemerintah harus berani dan tegas menolaknya. Â Â Â
Daripada pemerintah menggelontorkan banyak dana untuk membiayai proses pemekaran wilayah yang ujung-ujungnya hasilnya tak optimal, lebih baik dana tersebut digunakan untuk mempercepat proses pembangunan infrastruktur dan peningkatan taraf hidup sosial masyarakat. Â Â
Menjelang pilpres 2019 mendatang, isu pemekaran wilayah ini mungkin akan kembali menjadi salah satu "jualan" para kandidat untuk meraih simpati pemilih. Untuk itulah, para pemilih harus mampu menimbang secara rasional berbagai janji yang disampaikan para kandidat, apakah tepat dan bermanfaat atau malah sebaliknya ? Â
***
Jambi, 23 Juli 2018 Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H