Sesuai jadwal, pasangan capres-cawapres yang diusung gabungan partai politik untuk Pilpres 2019 sudah harus didaftarkan pada tanggal 4-10 Agustus mendatang. Dengan kata lain, hanya tersisa waktu kurang dari sebulan.
Mepetnya sisa waktu yang ada, membuat para politisi dan koalisi partai pengusung harus segera bergerak cepat sebelum membuat keputusan-keputusan penting.
Di kubu pemerintah selaku incumbent, proses penentuan cawapres yang akan mendampingi Jokowi masih cukup alot. Konon, nama-nama bakal cawapres di "kantong" Jokowi sudah mengerucut tinggal lima nama. Namun demikian, publik dan media hanya bisa menduga-duga siapa saja mereka, karena itu memang tak pernah dipublikasikan secara resmi. Â Â Â Â Â Â Â Â
Di kubu calon penantang pun sama bahkan bisa dikatakan lebih pelik lagi. Soal capres misalnya, belum ada kepastian yang resmi apakah memang nama Prabowo sudah diterima oleh seluruh partai anggota koalisi. Persoalannya, masing-masing terlihat masih bermanuver sambil melihat peluang yang ada. Â Â
Tulisan ini secara khusus menyoroti geliat politik di kubu partai politik yang akan mengusung incumbent yaitu Presiden Joko Widodo. Sebagaimana disebutkan banyak media, ada beberapa nama bakal cawapres yang sudah ada di "kantong" Jokowi yaitu mulai dari TGB, Mahfud MD, Chairul Tanjung, Airlangga Hartarto hingga Muhaimin Iskandar. Belakangan, nama Ketua KSP, Moeldoko dan Ma'ruf Amin (ketua MUI) pun ternyata turut diperbincangkan. Â Â
Yang menarik, nama Jusuf Kalla (JK), wakil presiden saat ini, tiba-tiba saja kembali diperhitungkan sebagai kandidat terkuat untuk mendampingi Jokowi di Pilpres mendatang. Nama JK sempat hilang dari peredaran lantaran terganjal aturan.
Ketentuan dalam pasal 169 huruf n UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan bahwa capres-cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode. Sementara itu, JK sudah dua kali menjabat sebagai wapres, yakni pada 2004-2009 (mendampingi SBY) dan 2014-2019 (mendampingi Jokowi).
Aturan tersebut kemudian digugat ke MK oleh Partai Perindo. Perindo sebagai partai peserta pemilu merasa dirugikan oleh kehadiran pasal tersebut. Partai Perindo mengaku berniat mengajukan pasangan Jokowi-JK di Pilpres mendatang.
Uji materi tersebut didaftarkan Perindo pada Selasa (10/7) dan kemarin (19/7) sudah memasuki sidang yang pertama. Sebelumnya, MK sebenarnya sudah pernah menolak gugatan serupa yang diajukan oleh Muhammad Hafidz dkk. Namun MK memutuskan tidak memproses gugatan itu karena pemohon dinilai tak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing. Â
Mungkin ada pertanyaan, mengapa justru Perindo yang mengajukan gugatan, bukan Golkar yang notebene pernah dipimpin oleh JK sebagai ketua umum dan sekarang pun kebetulan berada di gerbong koalisi kubu Jokowi?. Atau PDIP yang kelihatannya masih menginginkan duet Jokowi-JK dilanjutkan, lantaran dianggap lebih berpeluang besar untuk menang.
Ada yang mengatakan, itu hasil deal-deal politik pasca pertemuan antara Megawati, Hary Tanoesoedibjo dan JK. Namun itu sebatas dugaan dan sudah mendapat bantahan. Pada akhirnya, hanya para elite lah yang tahu jawaban pastinya. Â Â Â Â Â Â Â Â
Hal menarik dari upaya gugatan terhadap peraturan ini adalah sikap Jusuf Kalla. Diwakili tim kuasa hukumnya, Irmanputra Sidin, dkk, JK secara resmi telah mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang sedang diajukan Partai Perindo (20/7).
Beberapa hari sebelumnya, JK juga sudah menyampaikan kesiapan dirinya untuk diusung kembali mendampingi Jokowi di Pilpres mendatang, sepanjang aturan memang memperbolehkan. Â
Ketika JK mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi di MK, hampir dapat dipastikan kedudukan pemohon (legal standing) akan lebih kuat dan tak mungkin ditolak oleh MK. Tinggal menunggu, bagaimana penilaian sekaligus putusan MK terkait substansi gugatan yang diajukan. Â Â
Yang pasti, sekarang publik seolah menemukan "benang merahnya". Pernyataan Wasekjen PDIP yang mengatakan Jokowi baru akan mengumumkan pasangannya di hari-hari terakhir masa pendaftaran capres-cawapres, bukan tidak mungkin karena duet Jokowi-JK ternyata masih tetap menjadi prioritas yang akan diusung kubu petahana. Â Â
Kita bisa memaklumi. Bagaimanapun, pengalaman JK di pemerintahan memang sulit ditandingi oleh tokoh manapun. Di dunia politik, sosok dan ketokohan JK juga dikenal sangat luwes dan bisa diterima berbagai poros politik termasuk oleh kelompok massa yang mengatasnamakan agama. Â Â Â Â Â
Namun sekali lagi, jadi atau tidaknya duet Jokowi-JK berlaga di Pilpres 2019, memang masih harus menunggu hasil putusan MK.Â
***
Jambi, 21 Juli 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI