Saya berasumsi, kebanyakan netizen atas dasar ketidaktahuan dan sekadar ikut-ikutan, bisa terlibat menjadi penyebar konten negatif di media sosial. Mereka langsung percaya dan terpengaruh karena konten tersebut biasanya memang dikemas dengan bahasa yang sensasional dan bisa menyentuh rasa emosional. Kita lihat, muatan yang sering digunakan hampir selalu terkait dengan isu primordial dan agama.
Menyadarkan kembali hati yang sudah telanjur "termakan" oleh virus konten negatif tentu bukan pekerjaan mudah, butuh proses & waktu, serta harus dilakukan secara intensif. Untuk itulah, pendekatan melalui syiar dan pesan keagamaan sangat diperlukan. Peran para tokoh agama juga harus semakin dioptimalkan untuk terus menyebarkan semangat persaudaraan dan persatuan.
***
Jambi, 17 Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H