"Enak saja...mana mungkin aku punya ibu yang jelek dan tua seperti itu. Lihat saja, wajah kami tak mirip sama sekali. Dia cuma pembantu yang mengasuhku."Â
Sekali lagi, ibunya mendengar dengan jelas ucapan putrinya. Dalam hati ia menangis sambil meratap.
"O...Tuhan. Apakah dosa hambamu ini? Mengapa putriku satu-satunya ini sampai hati berkata aku ini adalah pembantunya, bukan ibunya. Sembilan bulan aku mengandungnya, belasan tahun aku bersusah payah merawatnya hingga tumbuh menjadi seperti sekarang ini. Sekarang, inikah yang harus kuterima? Tuhan Semesta Alam, hamba memohon, tunjukkanlah kuasamu."
Sesaat ibu Puti Ayu selesai berdoa, terjadi keanehan. Seketika langit yang tadinya cerah mendadak gelap, terdengar suara gemuruh petir menyambar, lalu diiringi hujan deras yang jatuh ke bumi. Warga berlarian mencari tempat berteduh. Saat itu mereka sedang berada di daerah rawa.
Malang nasib Puti Ayu, kakinya terpeleset masuk dalam satu lubang. Anehnya, lama-kelamaan lubang itu terus berputar dan menarik tubuhnya.
"Tolong......tolong......ibu, selamatkan aku." Puti Ayu berusaha mengulurkan tangan sambil terus menjerit memanggil ibunya.
"Aku bukan ibumu, aku ini hanya pembantu yang mengasuhmu." ibunya menjawab.
Teringatlah Puti Ayu akan kebodohannya yang tidak mengakui ibu kandungnya sendiri.
"Oh,,,,ibu. Ampunilah anakmu ini. Aku benar-benar menyesal dan sudah berdosa pada ibu. Aku sudah durhaka pada ibu. Tolonglah anakmu ini, bu...."
Mendengar perkataan anaknya, tergeraklah hati ibu Puti Ayu oleh belas kasihan. Ia mengulurkan tangan dan berusaha meraih tangan anaknya. Namun ternyata alam berkehendak lain, tubuh Puti Ayu terus masuk terseret ke dalam lubang lumpur itu. Ibunya menangis menjerit seraya memanggil-manggil nama Puti Ayu. Namun apa daya, Puti Ayu sudah hilang ditelan lubang lumpur.
Sejak saat itu, warga desa kemudian menamai daerah itu Lempur yaitu berasal dari kata lumpur.