Coba kita bayangkan, hanya sekadar memberikan tanggapan berupa likes, dislike, love, retweet, atau comment di media sosial, seorang ASN sudah berpotensi besar dijatuhi hukuman disiplin ringan atau sedang.
Sementara itu, menyampaikan pendapat dan menyebarluaskan pendapat sudah masuk dalam perbuatan yang bisa dijatuhi hukuman disiplin berat.
Saya membayangkan, rilis BKN ini cukup rawan digunakan bahkan disalahgunakan untuk melakukan "kriminalisasi" terhadap ASN. Ini ibarat "pasal karet" yang bisa menjerat siapa saja.
Apalagi belakangan ini, saya menyaksikan di media sosial (khususnya twitter dan facebook), seolah ada semacam "gerakan" memviralkan jejak digital seseorang (termasuk ASN) yang dianggap telah melakukan ujaran kebencian.
Bahkan, ketika si empunya medsos sudah berinisiatif menghapus postingannya pun tak bisa lagi mengelak karena ternyata jejak digitalnya sudah terlanjur viral di media sosial. Tinggal menunggu waktu saja, aparat keamanan akan segera datang mengunjunginya dan memintai keterangan.
Jika ketentuan dari BKN ini benar-benar dilaksanakan, sulit dibayangkan betapa banyak ASN yang akan berurusan dengan pihak keamanan hanya gara-gara aktivitas di media sosial. Seakan tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan. Entah kesalahan itu dilakukan atas dasar kesadaran, kekhilafan atau sekadar ikut-ikutan. Â Â
Jambi, 20 Mei 2018 Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H