Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Tahun (Kegaduhan) Politik dan Sikap Kita

28 Maret 2018   08:20 Diperbarui: 28 Maret 2018   09:09 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep idealnya, ajang pemilihan calon pemimpin baik di tingkat daerah hingga pusat selalu disebut sebagai pesta demokrasi. Biasanya sebagai orang yang akan terlibat dalam sebuah pesta, suasana hati kita diliputi sukacita dan kegembiraan menantikan datangnya momen tersebut. Ditambah lagi, kita adalah "tamu penting" dalam hajatan tersebut.

Namun sayangnya, itu tak kita rasakan kala memasuki tahun politik saat ini (2018 dan 2019) dimana perayaan pesta demokrasi itu akan digelar. Sebaliknya, suasana hati kita barangkali justru was-was, kuatir, bahkan mungkin ketakutan.

Demi menyaksikan segala kegaduhan yang terjadi belakangan ini dan hampir seluruhnya bermuatan politis, wajar saja timbul perasaan demikian. Setiap hari, perdebatan, pro-kontra, saling  klaim, saling sindir, saling hujat berseliweran di dunia maya. Masing-masing berebut menjadi "penguasa" opini publik dan ujung-ujungnya untuk mempromosikan kandidat yang didukungnya.

Andaikan masing-masing mampu menunjukkan kedewasaan sikap untuk berdebat secara sehat, tentu tak masalah dan bahkan baik untuk membangun kecerdasan publik. Persoalannya, kebanyakan debat saat ini sudah sangat tidak sehat karena fakta/data diabaikan bahkan jika perlu dipelintir sedemikian rupa. Kala itu dirasa masih belum mencukupi, keluarlah segala macam hujatan, caci maki, hingga intimidasi.                 

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, identitas SARA semakin sering dijadikan bahan untuk memengaruhi pilihan politik masyarakat. Sudah banyak yang coba mengingatkan bahwa cara-cara seperti itu sangat berbahaya karena bukan hanya merusak kualitas demokrasi kita bahkan bisa mengancam persatuan bangsa.                     

Politisi

Pada kondisi yang serba gaduh saat ini, para politisi tak mungkin bisa berkelit apalagi mencoba lepas tangan dan menuding pihak lain yang harus bertanggungjawab. Sepandai apapun mereka merangkai kata-kata janji dan mimpi tentang kemajuan bangsa, publik takkan mudah percaya. Itu semua sia-sia karena bayang-bayang perpecahan bangsa saat ini, sedikit banyaknya karena ulang mereka jua.

Para politisi terlalu asyik dengan akrobat-akrobat politiknya sehingga abai terhadap dampak bahaya yang sudah tersaji di depan mata. Segala macam cara dihalalkan hanya demi mencapai tujuan.

Terlampau sering kegaduhan yang terjadi di ranah publik bersumber dari pernyataan-pernyataan politisi yang bertendensi kuat sekadar untuk menyerang lawan politiknya. Semakin sulit menemukan figur politisi yang bersikap sebagai negarawan yang bisa menebar perdamaian dan persatuan.                     

Lebih memprihatinkan, demi meraih simpati publik, mereka gemar melontarkan isu-isu sensitif ke publik yang kebanyakan bersumber dari data/informasi yang tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Saban hari ruang publik dicekoki dengan isu-isu yang terkesan dibuat-buat misalnya kebangkitan komunis, kriminalisasi ulama, penistaan agama, LGBT dan sebagainya. Beberapa politisi sudah tak merasa malu lagi meski sudah dicap sebagai penyebar informasi hoax.           

Isu-isu yang terkait dengan persoalan publik pun dikapitalisasi sedemikian rupa hanya demi menyerang penguasa bukan didasari rasa empati dari dalam diri. Sebaliknya, penguasa kian gemar mengklaim angka-angka keberhasilan yang belum tentu sesuai dengan kondisi di lapangan.

Momen pergantian kabinet kemarin pun menurut banyak pengamat lebih kental nuansa kepentingan politisnya dibandingkan kebutuhan menyusun tim yang bisa bekerja lebih optimal di waktu yang tersisa.

Satu hal yang perlu diingatkan bahwa kegaduhan saat ini sudah terjadi bahkan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan kampanye, sehingga sudah terbayang kegaduhan yang lebih hebat lagi mungkin akan terjadi di hari-hari mendatang. Tensi politik dipastikan kian meninggi dan mencapai puncaknya saat mendekati hari pemungutan suara. Lalu bagaimana sikap kita, siapkah kita?.

Sikap kita

Pada kondisi yang serba rupa ini, kita harus bersikap. Pesta demokrasi bukan sekadar tentang mereka yang berlomba merebut kekuasaan, melainkan tentang nasib kita sebagai warga. Kegagalan memilih pemimpin-pemimpin yang terbaik akan membuat nasib kehidupan kita kian terpuruk.

Data menunjukkan sudah ada ratusan kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Ini membuktikan kita sering salah memilih pemimpin. Padahal momen memilih pemimpin terjadwal hanya sekali dalam kurun waktu lima tahun. Kemalasan mencari informasi guna mengenali dan mengidentifikasi sosok mereka akhirnya berakibat fatal karena kita telah memenangkan para calon maling sebagai pemimpin publik.       

Kita mudah terbuai dengan janji-janji manis para politisi sehingga tak bisa lagi membedakan antara janji yang mungkin bisa terealisasi dengan janji yang sekadar mimpi. Seringkali kita mudah dikelabui oleh pencitraan seorang kandidat yang memang sudah dipoles sedemikian rupa oleh konsultan politik dan media ditambah lagi keahliannya berkata-kata.                                

Beberapa waktu lalu kita menyaksikan sendiri pertarungan Pilkada DKI Jakarta yang bisa dikatakan paling brutal dalam sejarah pesta demokrasi kita. Ketika segala cara termasuk yang berpotensi membahayakan persatuan justru dihalalkan demi meraih kemenangan.

Sentimen agama dan ras dikumandangkan untuk bisa mengalahkan lawan. Tak cukup sampai disitu, intimidasi secara terstruktur pun dijalankan. Sialnya, pihak-pihak berwenang yang sudah diberikan mandat oleh negara justru berpangku tangan dan terkesan melakukan pembiaran.                              

Jangan lupakan pula, demi meraih simpati publik, ajang pertarungan politik biasanya "dibumbui" praktik politik uang. Dengan kata lain, mereka sedang mencoba membeli hak suara kita sebagai pemilih. Banyak modus yang biasa dipraktikkan mulai dari terselubung sampai yang terang-terangan.       

Berpulang pada kita sekarang, mampu dan beranikah mengambil sikap yang tepat atau hanya acuh dan sekadar mengikuti arus yang mungkin bisa menghanyutkan. Sekali lagi, pesta demokrasi adalah tentang kita, bukan hanya mereka yang sedang bertarung berebut kuasa.

Semoga saja segala kekhawatiran tentang potensi kegaduhan yang akan terjadi dalam beberapa waktu mendatang tidak terjadi. Dukungan penuh kita berikan kepada pemerintah melalui pihak keamanan untuk bisa bekerja optimal demi terjaganya suasana kondusif bangsa ini di masa-masa tahun politik ini. Tahun (kegaduhan) politik, cepatlah berlalu.

Jambi, 28 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun