Sementara pada laga Persija versus Pesib Bandung (2012), tiga suporter tewas di stadion GBK akibat insiden pengeroyokan. Selain tiga orang tewas, kejadian itu juga mengakibatkan lima orang mengalami luka-luka yang sempat dilarikan ke rumah sakit RSCM.
Tahun 2011, seorang suporter sepakbola klub Pelita Jaya Karawang tewas mengenaskan pada 25 April 2011. Korban bernama Muhammad Azis, berusia 12 tahun mengalami luka serius akibat bacokan samurai di kepala bagian depan. Siswa SMP kelas satu ini menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan sekelompok pemuda yang mengaku suporter Persib Bandung, Viking.
Penilaian berbeda
Yang menarik, data-data diatas justru berbeda dengan penilaian Antony Sutton, seorang Inggris yang tahun 2017 lalu menerbitkan buku tentang sepakbola Indonesia. Â
Setelah menonton 200an pertandingan di Indonesia, ia justru percaya budaya sepakbola Indonesia yang terbaik di Asia Tenggara. Antony Sutton mengeluarkan buku pertamanya yang berjudul Sepakbola: The Indonesian Way of Life. Â
Sepanjang 15 tahun tinggal di Indonesia, Antony sudah menonton lebih dari 200 pertandingan liga Indonesia. Bukan hanya tim papan atas di Indonesia Super League, tapi Divisi Utama dan Liga Nusantara pun ia ikuti dan tonton.
Ia jatuh cinta setelah menonton pertandingan Persija melawan Sriwijaya di Stadion Lebak Bulus pada 2006.
Dalam bukunya, Antony menyindir secara halus kejenakaan yang terjadi di arena sepakbola Indonesia. Perkelahian antar supporter dan kekerasan di lapangan menurutnya adalah hal yang biasa. Tapi, Indonesia punya satu hal yang sangat unik dibandingkan sepakbola negara lain.
"Tapi, yang saya yakini tidak terjadi dimanapun di dunia ini barangkali adalah aparat keamanan yang masuk ke dalam lapangan dan bisa menghentikan pertandingan. Otonomi FIFA seketika lenyap, digantikan oleh perangkat kekuasaan di negeri ini," tulis Antony dalam bukunya.
Sumber bacaan dapat dilihat DISINI
Kedewasaan