Ide memunculkan poros baru di luar poros Jokowi dan poros Prabowo atau yang sering disebut sebagai poros tengah mungkin saja akan terealisasi.
Para pimpinan tiga partai politik (Demokrat, PKB dan PAN) sudah bertemu dan membahas wacana tersebut. Belum ada pengumuman resmi hasil dari pertemuan tersebut, sehingga publik hanya bisa menerka-nerka.
Mendekati pelaksanaan Pilpres 2019, partai politik memang sudah harus segera menentukan sikapnya termasuk menentukan kandidat yang akan diusung agar tak kehilangan waktu dan momentum. Â
Hingga kini yang sudah solid menyatakan sikap resmi serta kandidat yang didukung adalah poros Jokowi yang didukung oleh PDI-Perjuangan, Golkar, Nasdem, PPP dan beberapa partai baru.
Sebagai penantang muncul poros Prabowo yang didukung oleh PKS, Gerindra dan kemungkinan beberapa partai baru. Namun demikian, poros ini belum menentukan nama kandidat yang akan diusung. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Ide memunculkan poros tengah bisa dibaca sebagai keinginan memunculkan (pasangan) tokoh baru di gelanggang pertarungan Pilpres mendatang.
Kemungkinan tidak terakomodirnya aspirasi dan kandidat yang ingin dimajukan tiga partai politik tersebut ke dalam salah satu poros kekuatan politik yang sudah ada juga bisa diduga sebagai penyebabnya. Â
Kita mencatat dari tiga partai politik tersebut sudah beredar beberapa nama yang ingin diajukan sebagai kandidat.
Dari partai Demokrat ada nama AHY yang tak lain adalah putra mantan presiden SBY sekaligus ketua umum partai. Dari PAN, nama sang ketua umum, Zulkifli Hasan. Dari PKB, nama sang ketua umum, Muhaimin Iskandar sudah "curi start" kampanye memperkenalkan diri sebagai bakal calon wakil presiden.
Deklarasi pembentukan poros tengah ini memang masih menunggu waktu yang tepat. Jadi atau tidaknya, sangat bergantung pada komunikasi dan "deal-deal" politik dalam beberapa waktu ke depan. Â
Poros tengah nan lemah
Jika poros tengah ini akhirnya tetap terwujud, penulis melihatnya sebagai poros kekuatan politik yang lemah dibandingkan poros politik yang sudah ada.
Faktor terbesar, tidak adanya tokoh khususnya kader partai yang bisa diajukan untuk menandingi pamor Jokowi dan Prabowo. Sejauh ini, masing-masing partai hanya mengajukan nama kadernya untuk membidik posisi bakal calon wakil presiden.
Memang masih ada kemungkinan mengajukan nama non kader partai yang dianggap memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi sebagai calon presiden. Andai itu terjadi, masalah baru akan muncul. Ketiga partai tersebut pasti akan berebut memajukan kadernya sebagai pendamping.
Jika tak ada titik temu, poros ini akan kian tergerus kekuatanya dan bukan tidak mungkin sudah harus "bubar jalan" sebelum bertarung. Â Â Â Â
Pengalaman di Pilkada DKI Jakarta bisa dijadikan rujukan. Spekulasi memunculkan poros tengah dengan mengusung AHY sebagai calon terbukti gagal total. Pasangan AHY-Silvy langsung tersingkir sejak putaran pertama. Â Â Â
Waktu itu kekuatan poros tengah masih diisi oleh Demokrat, PKB, PAN, dan PPP. Untuk Pilpres mendatang PPP sudah menyatakan sikap berada di gerbong pendukung petahana (Jokowi). Â
Atas pertimbangan tersebut, sepertinya langkah terbaik bagi tiga partai politik tersebut adalah memilih bergabung ke salah satu poros kekuatan politik yang sudah ada. Itu pilihan yang lebih logis, sederhana, sekaligus realistis dibandingkan membentuk poros tengah yang sepertinya lemah.
Atau barangkali ide pembentukan poros tengah ini sengaja digaungkan namun hanya sekadar siasat guna menaikkan daya tawar tiga partai politik tersebut di mata dua poros kekuatan politik yang sudah ada ?
Segala kemungkinan bisa saja, namun hanya waktu jua lah yang akan menjawabnya. Kita tunggu saja.
Jambi, 9 Maret 2018 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H