Mohon tunggu...
Stevan Manihuruk
Stevan Manihuruk Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Buruh negara yang suka ngomongin politik (dan) uang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Berbagi Pengalaman Pentingnya Memiliki Jaminan Kesehatan

22 Oktober 2017   18:30 Diperbarui: 22 Oktober 2017   18:30 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tulisan ini murni berdasarkan pengalaman pribadi penulis dan semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca. Saya adalah anak kedua dari empat orang bersaudara. Kami bertiga bekerja sebagai PNS (ASN) sementara si bungsu masih menyandang status sebagai mahasiswa pascasarjana di sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Orangtua berprofesi sebagai pedagang kecil-kecilan.

Sejak awal saya sadar bahwa penyakit bisa datang kapanpun, tak peduli kondisi keuangan kita sedang baik atau tidak. Sehingga, sejak program BPJS Kesehatan resmi diluncurkan, saya langsung berinisiatif mendaftarkan kedua orangtua dan si bungsu. Sebagai bentuk jaminan kesehatan, saya yakin suatu saat ini pasti akan sangat berguna.

Nada-nada minor sebenarnya sudah terlalu sering saya dengar. Ada yang mengatakan pendaftaran sebagai anggota BPJS Kesehatan akan rumit dan berbelit-belit. Ditambah lagi, akan ada "diskriminasi" pelayanan di fasilitas kesehatan (puskesmas/rumah sakit) antara peserta BPJS Kesehatan dibandingkan pasien lainnya. Tak sedikit pula yang mengatakan kita rugi jika harus membayar iuran per bulan kalau toh jarang menggunakannya.

Tiga tahun belakangan ini bagi saya, bisa menjadi pengalaman dan bukti nyata bahwa jaminan kesehatan sangat penting kita miliki. Sejak tahun 2015, ibu saya terdiagnosa mengalami penyakit lambung kronis. Sebelumnya ia juga sudah menderita penyakit gula (diabetes). Sejak pertengahan tahun 2015, mungkin sudah tak terhitung lagi jumlahnya ibu saya ini harus keluar-masuk rumah sakit dan harus mendapat perawatan khusus inap (opname).

Seminggu masuk rumah sakit, kemudian diperbolehkan pulang karena kondisi sudah membaik. Beberapa hari kemudian, harus masuk lagi karena kondisi kesehatan yang menurun. Kondisi ini terus berlanjut dan berulang hingga pertengahan tahun 2016. Jika tidak salah, sebanyak tiga kali bahkan harus dirujuk ke rumah sakit swasta di ibukota provinsi.

Hal menarik yang perlu saya sampaikan bahwa di seluruh proses perawatan tersebut, kami menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan. Dan itu semua (termasuk obat-obatan) gratis. Kami tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mulai saat di fasilitas kesehatan pertama, rumah sakit hingga ke rumah sakit rujukan. Sungguh luar biasa.

Nada-nada minor sebagian orang tentang pelayanan BPJS Kesehatan jelas tak terbukti sama sekali. Saya berani bersaksi bahwa terbukti tidak ada "diskriminasi" pelayanan pihak rumah sakit kepada pasien peserta BPJS Kesehatan dengan pasien lainnya. Ini pengalaman nyata yang telah saya rasakan. Soal pengadministrasian (pendaftaran dan surat rujukan) memang harus bersabar karena kondisinya banyak orang pun sedang membutuhkan pelayanan yang sama. Menurut saya, itu adalah hal yang wajar-wajar saja.

Pengalaman berikutnya terjadi pada istri saya sendiri. Awal tahun 2017, istri saya telah didiagnosa memiliki kelainan di rahim yaitu adanya miom (sejenis daging tumbuh) dan penanganannya harus operasi. Awalnya karena masih ragu dengan hasil diagnosa tersebut, kami mencoba mencari pendapat dokter yang lain. Ternyata beberapa dokter yang kami temui memberikan diagnosa yang berbeda. Akhirnya, untuk benar-benar mendapat kepastian kami memutuskan melakukan MRI (Magnetic Resonance Imaging).

Setelah mencari informasi, ternyata di provinsi ini hanya ada satu rumah sakit yang memiliki fasilitas MRI tersebut. Kebetulan rumah sakit ini adalah rumah sakit swasta yang paling terkemuka di kota ini. Kami segera menuju rumah sakit dimaksud untuk sekadar bertanya kisaran biaya melakukan pemeriksaan MRI. Menurut mereka, biayanya di kisaran 8 sampai 10 juta rupiah. Iseng-iseng kami juga bertanya, apakah pemeriksaan MRI tersebut bisa ditanggung BPJS Kesehatan?.

Jawaban yang kami terima sungguh mengejutkan sekaligus menggembirakan. Ternyata bisa, asalkan mengikuti alur prosedur. Tanpa berpikir panjang lagi, kami segera mengurus pengadministrasian mulai dari pelayanan Faskes pertama tempat keanggotaan BPJS Kesehatan (Puskesmas), dirujuk ke RSU Daerah Kota, lalu dirujuk ke RS Swasta yang dituju. Dalam sehari, urusan administrasi (surat rujukan) sudah selesai. Tidak ada upaya menghambat atau mempersulit sebagaimana sering diisukan orang.

Singkat cerita, istri saya menjalani pemeriksaan MRI dan hasilnya ternyata memang benar ada miom di dalam rahimnya. Oleh Dokter, disarankan harus segera diangkat (operasi) karena ukurannya sudah lumayan besar. Mengikuti saran tersebut, kami segera daftar di rumah sakit yang sama dan meminta segera dijadwalkan.

Akhirnya, istri saya selesai menjalani operasi tersebut. Pasca operasi, sesuai instruksi Dokter yang menangani, istri saya masih harus melakukan kontrol ulang di rumah sakit yang sama sebanyak 3 (tiga) kali.

Saat itu, terus terang kami sudah siap membayar seandainya ada selisih biaya yang ditimbulkan. Puji Tuhan, ternyata tidak ada sama sekali. Mulai dari pemeriksaan MRI, operasi, lalu kontrol ke Dokter sebanyak 3 (tiga) kali kami tidak mengeluarkan biaya apapun. Seingat saya, kami hanya mengeluarkan uang sekitar seratus ribu rupiah karena harus menebus resep obat dari dokter karena obat tersebut tidak ditanggung BPJS Kesehatan.

Sekali lagi, sungguh ini pengalaman yang luar biasa. Pengalaman ini sering kami ceritakan kepada siapapun yang bertanya dan mereka selalu terheran-heran seolah tak percaya. Sedapat mungkin, kami berusaha meyakinkan bahwa apa yang kami ceritakan benar-benar terjadi dan tidak ada rekayasa sama sekali.

Pesan penting yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini bahwa memiliki jaminan kesehatan itu tak hanya penting tetapi wajib untuk kita miliki. Sadarlah, bahwa jaman sekarang ini penyakit bisa saja datang kapanpun entah kita siap atau tidak. Bayangkan, saat sedang sakit kita masih harus berpikir untuk berobat karena takut tak mampu membayar. Lalu dengan agak frustasi, kita ikut-ikutan berkata; orang miskin dilarang sakit.

Sejak adanya BPJS Kesehatan, istilah tersebut sebenarnya bisa dikatakan sudah usang dan tak layak digunakan lagi. Persoalannya adalah, apakah kita sudah sadar akan pentingnya memiliki jaminan kesehatan atau tidak. Apakah kita segera bertindak mendaftarkan diri atau masih larut dalam pemikiran negatif tentang pelayanan BPJS Kesehatan yang "katanya...katanya...".

Sejauh yang saya ketahui, BPJS Kesehatan sudah dan masih terus melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan guna memberikan kemudahan-kemudahan bagi masyarakat yang sudah maupun yang belum terdaftar sebagai anggota. Saran saya, daripada terus-menerus hidup dalam kebimbangan akibat termakan informasi "katanya...katanya..." lebih baik segera buktikan sendiri. Jika belum terdaftar, segeralah mendaftarkan diri.        
Buanglah pemikiran negatif bahwa kita rugi jika terus menerus membayar iuran per bulan kalau toh akhirnya jarang menggunakan fasilitasnya. Dengan iuran per bulan yang hanya Rp.25.500 (untuk kelas III), Rp.51.000 (kelas II), Rp.80.000 (kelas I), tidak ada alasan mengatakan itu teralu mahal. Tinggal menyesuaikan dengan kemampuan kita. Coba hitung, berapa biaya yang kita keluarkan dalam sebulan untuk beli pulsa atau rokok?.  Padahal dengan uang itu, kesehatan kita otomatis terjamin. Kapanpun kita sakit, langsung dapat menggunakannya.                        

Kita harus camkan prinsip BPJS Kesehatan adalah dengan gotong-royong agar semua tertolong. Sederhananya, iuran yang dibayarkan orang sehat akan digunakan untuk mengobati orang sakit. Siapapun tentu tidak ingin sakit. Namun saat sakit datang, siapapun tak bisa menolaknya dan satu-satunya cara adalah dengan segera mengobatinya. Kita akan lebih tenang jika saat sakit, tak perlu pusing memikirkan biaya karena sudah ada yang menjamin.

Sebagai penutup, dalam rangka mempermudah akses pelayanan ke para peserta, BPJS Kesehatan telah meluncurkan aplikasi mobile JKN yang bisa diunduh di Google Play atau Apple Store. Banyak manfaat yang ditawarkan dalam fitur-fiturnya. Mulai dari info JKN, iuran pembayaran, lokasi faskes, ubah data, penyampaian keluhan dan sebagainya. Intinya adalah pemberian kemudahan dan kecepatan pelayanan bagi para peserta. Jadi, jangan ragu lagi untuk segera daftarkan diri anda dan mengunduh aplikasi tersebut. Bersama BPJS Kesehatan, wujudkan Masyarakat Sehat untuk menjadi Bangsa yang Kuat.   

Jambi, 22 Oktober 2017

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun