Mohon tunggu...
Binoto Hutabalian
Binoto Hutabalian Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penulis di www.sastragorga.org

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah Anak Bukan di Jalanan

20 Mei 2016   16:20 Diperbarui: 22 Agustus 2016   13:56 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Rumah"][/caption]

Anak Tak Pernah Meminta Dilahirkan, Maka Jangan Biarkan Ia di Jalanan

Tanpa Kecuali, kita selaku makhluk sosial pasti pernah berada pada posisi terlahir dan hidup sebagai anak. Sebagai seorang insan yang dilahirkan, dan dibesarkan pada sebentang ruang waktu yang dinamai rumah. Rumah yang dibangun atas dasar cinta serta sebuah komitmen yang sering kita sebut-sebut sebagai keluarga.

Tersebab anak tak pernah meminta untuk dilahirkan. Tak satupun, dan tak ada yang patut saling mempersalahkannya. Sebab proses sejarah kemanusiaan memang sudah mengisahkan dan mengharuskan sedemikianlah adanya.

Seluruhnya, silih berganti bereinkarnasi menjadi anak. Yang kemudian tampil menjadi pelaksana regenerasi  menjadi sosok pemeran utama  sebagai si pencipta sekaligus si pembina organisasi kebersamaan yang disepakati dari sebuah proses pernikahan. Pernikahan yang mesti dijalankan  oleh seorang suami dan seorang isteri yang tujuan utamanya sebuah kesepakatan meneruskan  proses pertukangan sebuah generasi baru.

Anak tak pernah meminta untuk dilahirkan. Bahkan atau memaksa Ibu-Bapaknya menjadikan ia manusia. Maka segenap keluarga semestinya sadar dan memahaminya. Memahami betapa perlunya sebuah tanggung jawab atas masa depan seorang anak yang telah terlahir dan seharusnya mesti ditukangi dengan benar, denan layak dan sepantasnya.

Tersebab anak ialah sebait generasi yang semestinya dan sebisa mungkin butuh  jiwa raga mereka dibenahi. Secara bertanggung jawab, secara tegas, dan secara penyuguhan-penyuguhan norma yang lazim. 

Keluarga harus berdiri sebagai raja atas seluruh anak-anaknya. Harus mampu mewakili Tuhan dalam tugas penjagaan, pengawasan dan bahkan untuk sesekali melakukan penindakan atas berbagai kesalahan yang terlanjur terlakukan oleh si anak lewat sebentuk nasehat-nasehat pendididikan yang cocok dengan genre usia dan situasi kejiwaan mereka.

Keluarga bukan neraka. Bukan hunian para gerombolan yang gemar saling memamerkan  kemarahan  dan caci maki. Bukan. Sebab tak seorang anakpun  yang bakal betah mendiami rumah yang cuacanya lebih mirip neraka seperti itu.

Mendidik anak sudah menjadi sebentuk kodrat keharusan di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Keharusan penting yang jika tidak diseriusi pasti bakal menyebabkan sekisah  generasi rapuh yang berpeluang berhujung pada kehancuran  berkeluarga. Kebiasaan saling menjaga, saling memperhatikan  dan saling mengingatkan  hingga saling menasehati termasuk dari berbagai cara terampuh upaya keluarga dalam proses  pendewasaan pola pikir sepanjang masa proses perkembangan si anak itu sehari-harinya.

Tempat  anak  bukanlah di jalanan. Bukan  di sebuah tempat yang disemaki berbagai cuaca kehidupan keras. Bukan pula di perempatan lampu merah. Bukan di dekat timbunan-timbunan sampah, dan atau di antara kejamnya situasi rel kereta api. Atau bahkan jika mereka mesti harus berada di antara kejamnya cuaca terminal atau juga di semrautnya pelampiasan dan pelarian manusia di Klab-klab malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun