Buku lusuh dengan sampul yang dominan merah berjudul "Kronik Peristiwa Madiun PKI 1948", tergeletak bisu di kolong dipan tempat saya merebahkan tubuhku. mungkin buku itu sudah berada disana setahun yang lalu, hal wajib yang selalu saya lakukan saat-saat menjelang 30 September, saya selalu menyegarkan ingatanku pada sejarah penghianatan PKI pada bangsa ini.
Sudah dua hari ini berita-berita nasional di platform digital menyuguhkan pemberitaan mengenai kemunculan Jenderal Gatot menjelang peringatan hari penghianatan G30 S/PKI. Beliau muncul dengan isu yang sama setiap tahunnya.
Kemunculan Jenderal Gatot ditengah isu dibongkarnya patung diorama Jenderal Besar Soeharto dan Nasution di Markas Kostrad, semakin menguatkan tentang benar adanya pelestarian isu PKI sejak 56 tahun lebih pembunuhan para Jenderal di Lubang Buaya oleh sebuah gerakan yang dinamakan G30S/PKI.
Bukan salahnya Jenderal Gatot juga tapi secara kebetulan kejadian-kejadian menjelang bulan September di negara ini memang sangat sexi untuk dibahas, selain faktor sejarah yang masih menimbulkan berbagai multitafsir tentang Gerakan 30 S/PKI yang tidak pernah menemukan titik ujung yang sepakat.
Tindakan institusi Kostrad yang membongkar dan menghilangkan diorama detik-detik paling menentukan pasca kejadian penumpasan G 30 S/PKI di markas kostrad berdasarkan permintaan dari seorang purnawirawan Pangkostrad memicu perdebatan panas hari-hari menjelang 30 september.
Adalah mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang bersuara keras dan mengecam tindakan junior-junior aktifnya di Angkatan Darat yang telah dengan sengaja membongkar dan menghilangkan jejak sejarah di Makostrad. TNI telah disusupi PKI menurut Jenderal Gatot pada acara beberapa hari lalu sehingga menimbulkan kegaduhan baru.
Menarik disimak adalah pernyataan mantan Birokrat Senior Said Didu semalam pada acara diskusi yang diselenggarakan salah satu stasiun TV Swasta, dimana menurut Said Didu tindakan yang dilakukan oleh seorang Purnawirawan tersebut bisa berpotensi dipidanakan. karena telah melanggar 3 hal dalam tata kelola aset negara.
Bahwa yang bersangkutan memiliki alasan berdasarkan keyakinan yang dianutnya, perlu di ketahui bahwa bangsa ini bukanlah bangsa yang dibangun berdasarkan pada nilai-nilai Agama tertentu. sehingga keputusan pribadi untuk membongkar dan menghilangkan aset negara, apa terlebih beliau sudah pensiun? adalah sebuah hal yang keliru dan tidak dapat dibenarkan!
Bagaimana mungkin jika sebuah alasan pribadi menjadi rujukan pengambilan keputusan seorang Panglima sebuah institusi negara? Lalu  jika suatu hari  nanti hal ini akan memicu sebuah fenomena baru. Munculnya penggagas-penggagas patung Soedirman, Soekarno dan pahlawan-pahlawan bangsa ini meminta hal yang sama?Â
Sepertinya sebuah idiom bahwa sejarah ditulis oleh pemenang memang benar adanya, bahwa akhir-akhir ini mulai muncul entah kebetulan atau sengaja dengan berbagai alasan yang multi tafsir penghilangan dan penghancuran situs-situs sejarah yang berkaitan dengan lawan-lawan politik di masa lalu mulai terang benderang.
Maka sebaiknya para purnawirawan tersebut sadar diri dan tidak mencampur adukkan kepentingan pribadi dengan kepentingan bangsa, sebab penghilangan diorama detik-detik paling menentukan tahun 65 adalah sebuah saksi bisu yang sudah menjadi aset negara dan perlu dilindingi oleh para panglima penerusnya.
Kebangkitan Komunis di negara ini rasarnya adalah tidak mungkin, tetapi dendam-dendam politik 65 masih tetap subur di negeri ini, traumatik dan keinginan menuntaskan dendam orang tua masih rapat tersimpan yang sewaktu-waktu bisa meledak. jangan sampai kebijakan-kebijakan publik dan negara yang bersinggungan dengan kejadian 65 menjadi isu liar dan multitafsir di masyarakat jika tidak segera diluruskan para pelakunya.
Maka atas nama sejarah, atas nama kepentingan generasi muda, atas nama kesaktian Pancasila kembalikan aset sejarah yang telah dibongkar tersebut ke tempat sedia kala, dengan menggunakan kewenangan dan anggaran dari negara tanpa kepentingan pribadi siapapum.
Jangan sampai dendam politik masa lalu, ataupun keinginan-keinginan sprituil segelintir oknum bisa dengan bebas merusak aset bersejarah yang sudah menjadi milik negara! Â JASMERAH kata Bung Karno.
Salam Menjelang Hari Kesaktian Pancasila
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H