Hadist riwayat Muslim mengisahkan, ketika Rasulullah shallallahu alaiahi wasallam sedang berkumpul dengan para ummahatul mukminin, para isteri-isteri Rasulullah shallallahu alaiahi wasallam yang sedang gelisah karena sedang membicarakan tentang nafkah seorang suami (nabi) kepada para isterinya. Para sahabat berada di depan rumah Rasulullah shallallahu alaiahi wasallam. Tidak satupun sahabat diziinkan masuk ke kediaman beliau. Sampai kemudian datang Abu bakar Ash-Shidiq radhiyallahu anhu sebagai orang tua sayidah Aisyah radhiyallahu anha. Dan menyusul hadirnya Umar bin Khathab radhiyallahu anhu selaku wali dari ibunda Khafsah radhiyallahu anha, Umar bin Khathab radhiyallahu anhu yang kemudian berkata kepada Rasulullah shallallu alaihi wa sallam guna mencairkan suasana, ditengah berkumpulnya para isteri Rasulullah shallallu alaihi wa sallam, bahwa Ia akan memukul tengkuk wanita yang meminta nafkah berlebihan kepada suaminya. Akan tetapi hal itu disikapi dengan sangat bijaksana oleh Rasulullah shallallu alaihi wa sallam. Yaitu dengan berkata :
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
Terjemahan : Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk memaksa dan menjerumuskan, akan tetapi Allah mengutusku untuk mendidik dan memudahkan. (HR Muslim: 2703)
Begitu juga diriwayatkan dalam Hadist Muslim, bagaimana sahabat Mu`awiyah radhiyallahu anhu memuji dan mengapresiasi metode pengajaran Rasulullah shallallahu alaiahi wasallam kepada para sahabat. Ketika itu Sahabat Mu`awaiyah bin Al-Hakam Assulami, sedang melaksanakan salat berjamaah bersama Rasulullah shallallahu alaiahi wasallam dan para sahabat. Tiba-tiba Mu`awiyah mendengar suara orang bersin dari salah satu sahabat dalam jama`ah salat. Maka Mu`awiyah radhiyallahu anhu segera mendoakan sahabat tersebut dengan ucapan doa “yarhamukallah” di dalam shalatnya. Sejenak para jamaah memandang sinis kepada Mu`awiyah yang di anggap melakukan kesalahan karena berbicara di dalam salatnya, lalu menepuk paha mereka dengan kedua tangan. Sedangkan kalimat yang boleh diucapkan dalam salat hanyalah takbir, tahmid dan bacaan Al-qur`an. Betapa kecut hati sahabat Mu`awiyah radhiyallahu anhu saat itu, karena melakukan kesalahan dan merasa akan mendapat teguran dari Rasulullah shallallahu alaiahi wasallam. Namun seusai salat justru Rasulullah shallallahu alaiahi wasallam sama sekali tidak menghardiknya dan tidak mencela karena sebab kesalahan yang dibuatnya. Maka berkatalah sahabat Mu`awiyah radhiyallahu anhu :
مَا رَأَيۡتُ مُعَلِّمًا قَبۡلَهُ وَلَا بَعۡدَهُ أَحۡسَنَ تَعۡلِيمًا مِنۡهُ. فَوَاللّٰهِ، مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي
Terjemahan : aku tidak melihat seorang pengajar pun sebelum dan sepeninggal beliau yang lebih baik cara mengajarnya daripada beliau. Demi Allah, beliau tidak menghardikku, tidak memukulku, tidak pula mencelaku.
Dalam hal pendidikan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah banyak memberikan contoh suri tauladan. Banyak pelajaran dapat diambil dari hikmah sirah nabawiyah berkenaan dengan metode pendidikan, implementasi pendidikan ataupun motifasi semangat dapat diterapkan dalam lembaga formal di madrasah ataupun sekolah dan juga pendidikan informal dan nonformal, baik di lembaga pesantren ataupun di lingkungan rumah.
KESIMPULAN
Kita perlu melihat kembali sejarah pendidikan Islam, khususnya pada masa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Sebagai bahan komparatif dan referensi bagi perkembangan pendidikan Islam khususnya di negeri ini, dalam kurun milenial dan zilenial dewasa ini. Kancah persaingan ekonomi global yang teramat nyata dan menggurita, akibat pesatnya perkembangan teknologi yang berakibat pada menurunnya tabiat pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Sejarah membuktikan bahwa Rasululullah shallallahu alaihi wa sallam berhasil mendidik orang-orang kafir Qurisy dalam kurun waktu yang sangat singkat. Kurang lebih 23 tahun beliau membina para kaum buta huruf tersebut dengan menggunakan sistem, teori dan langkah-langkah yang sistematis. Sistem dan teori inilah yang harusnya diungkap dan dijadikan falsafah pendidikan yang harusnya melekat dalam semangat lahir dan batin para insan akademika di negeri ini, agar dapat berhasil dalam kiprah turut serta membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Membina karakter sesuai dengan slogan yang dibangun dalam perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta, 13 Desember 2022