Kemudian orang tua murid usul dan meminta agar beliau agar membuat SD. Beliau mengiyakan. Tanah kosong yang milik developer itu harusnya satu bangunan, tetapi beliau minta ke pihak developer agar tidak dibangun rumah, tanah saja karena nanti juga akan dibongkar dan juga belum ada uang untuk bongkar dan bangun kembali.
Akhirnya, developernya setuju dijual tanah saja dan beliau membangun 3 lantai. Masyaa Allah, itu kebesaran Allah, sekolahnya tampak seperti sekolah terkenal, Al Azhar yang memakai batu alam warna hijau, karena dulu beliau juga pernah mengajar di sana.
Untuk bangkunya, beliau juga ingin bangku seperti di sekolah itu. Meja dan kursi itu harganya 600 ribu, sungguh dana yang tidak sedikit ketika itu. Akhirnya, beliau mencari cara supaya murah hingga menemukan pabriknya. Akhirnya, beliau hanya membeli yang buat dudukannya saja seharga 125 ribu, sedangkan yang lainnya dibuat sendiri ke tukang las karena harganya bisa di bawah itu. Sampai tukang di pabrik kursi itu geleng-geleng melihat kenekatan beliau yang memesan bahan mentahnya. Yang menggosok-gosok dan mengecatnya dilakukannya bersama suami beliau.
Maka, dibuat 40 set kursi karena muridnya 33 orang sewaktu masuk ke SD. Untuk surat-menyurat juga dibuat sambil KBM berjalan. Ternyata, pendirian SD memerlukan 100 tanda tangan warga dan kita pun disidangkan di Pemda dengan 7 unsur kedinasan, dari Disdik, Amdal, Depnaker dan lainnya, kemudian baru keluar izin operasionalnya.
Beliau juga didukung oleh developer, mungkin karena agar rumahnya juga laku. Sekolah beliau masuk kalender perumahan tersebut.
Beliau membuat sekolah itu dengan tulus, tidak memikirkan untung rugi walau cukup membuat sekolah ini berlangsung.
Untuk surat izin mendirikan SD, beliau ke UPP dulu, UPTD jaman dulu namanya atau kantor dinas pendidikan yang ada di kecamatan. Nanti di situ ada catatan yang harus kita urus. Jadi, kita siapkan jadi berbentuk sebuah proposal.
Di situ harus ada Akta Yayasan, di dalam akta yayasan itu minimal ada 5 pengurus, boleh orang lain atau juga boleh keluarga sendiri.
Karena SD dimulainya dari kelas 1, maka beliau  tidak menerima kelas pindahan yang di atasnya, sedangkan untuk penggajian juga tidak cukup dari SPP yang diterima.
Karena sekolah ada di Bantar Gebang, tidak bisa menjualnya walau sekolahnya keren. Sekolah itu sudah diniatkan untuk membantu siapa aja yg sekolah, termasuk untuk anak yatim digratiskan. Kalau tidak mampu, anak bisa gratis atau bisa membayar semampunya, Â tidak perlu pakai surat keterangan tidak mampu. Karena sebenarnya tidak ada yang mau dibilang tidak mampu, apalagi pakai legalitas tidak mampu. Anak yang lain membayar dengan jumlah normal. Sampai sekarang saja uang SPP hanya Rp 250.000 sudah termasuk kegiatan, ekskul, dan lain-lain, tanpa ada pungutan lain.
Dulu waktu sekolah masih kecil, untuk menggaji guru memakai gaji PNS suami beliau, setiap tanggal satu. Hikmah yang bisa diambil, beliau bisa berkenalan dengan banyak orang dan bisa berkompetisi dengan yang lain dan mengetahui kegiatan-kegiatannya. Karena saya guru, saya ikut lomba Guru berprestasi tahun 2006 dan hanya jadi pemenang harapan 2 guru berprestasi. Katanya, berkas fortopolio beliau tidak ada. Waktu itu tidak dikumpulkan. Itu pengalaman yang menyedihkan buat beliau.