Semalam saya hang out ke sebuah mall dekat rumah, sekelompok remaja, mungkin usia 15 an, sedang heboh membahas Steven William, Natasha Wilona sambil sesekali terdengar jargon sakitnya tuh di sini yang dipopulerkan oleh Cita Citata. Saya sih ngga gitu ‘ngeh sama yang mereka bahas, karena versi mas Boy saya melibatkan Didi Petet dan Onky Alexander, hehehe, beda generasi.
Ya…, buat saya, bahasan tentang Real Madrid vs Sevilla lebih nyambung untuk dilanjutkan ketimbang yang abege abege tadi hebohkan. Saya sih ng’ga nguping, tapi eh waw, kayaknya para abege tersebut punya speaker internal, suaranya kencang banget, apalagi saat mereka terbahak.
Ya….., masa remaja, sedang mereka jalani.
Hanya saja, seingat saya, di usia mereka, saya ngga kenal dengan cafe dan mall. Televisi tidak menayangkan info terkini dari Bella Shofie dan Franda. Sesekali lihat tivi, mama lagi nonton telenovela, atau papa sedang menikmati kopi melihat dunia dalam berita.
Hidup di jaman dahulu membosankan ? Tidak juga.
Salah satunya adalah tentang hobi membaca saya. Yang tumbuh dari keterbatasan yang ada. Buku buku tebal adalah bagian dari hari - hari saya. Hingga saat ini, saat saya memegang novel terbaru dari Gramedia. Lost In The Usa.
Judulnya import banget ya ? iya, latar belakangnya memang di USA sana. Tapi pengarangnya lahir di kaki Gunung Salak, Bogor Jawa Barat. Saya pikir ini hanya sekadar buku travel biasa. Syukurlah saya salah, buku novel ini ternyata memiliki muatan religi, motivasi dan inspirasi. Dan penulisannya, luar biasa.
“Hidup yang tidak pernah dipertaruhkan, tidak akan pernah dimenangkan” (Friedrich Schiller, Penyair Jerman)
Novel Lost In The USA yang merupakan novel based true story ini menggambarkan quote milik penyair Jerman di atas. Setiap lembaran novel ini memacu mata dan jari untuk tak berhenti hingga lembaran terakhir. Dan ketika sampai di penghujung novel, satu kalimat terucap
"Ini novel, kerennya kebangetan!"
Kenapa ?