Mohon tunggu...
Puji Darmanto
Puji Darmanto Mohon Tunggu... -

SAYS AND UP !!!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Renungan di Negeri Revolusi Mental

9 September 2015   12:21 Diperbarui: 9 September 2015   12:21 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

 

Genarasi penerus, apa yang sedang anda pikirkan saat ini tentang generari penerus kita ? Kadang bangga , kadang kala merasa iba. Mengapa ? Mungkin itu kata pertama yang akan anda tanya. Semua bertanya-tanya. Semua mulai berbicara, berbicara tentang apa yang ada dipikiran mereka. Tentang sebab musabab atau tentang cacian pencacat citra.

Generasi penerus harusnya tergolong aktif, produktif, dan imaginative. Pemikiran-pemikiran yang cerdas, maju, dan pemikiran luar biasa menjadi tombak utama pada diri mereka. Terkadang, mereka juga turut andil didalam kemajuan suatu komunitas. Baik itu komunitas besar ataupun komunintas kecil. Sehingga peran generasi penerus sangat diharapkan dalam suatu komunitas tersebut.

Generasi penerus, bisa digambarkan ke dalam api yang masih berkobar. Bila kita lihat di media masa, betapa adidayanya, betapa adikuasanya dan betapa angkuhnya mereka menyuarakan aspirasi meraka. Seolah-olah mereka ingin didengar, dirasakan, dan mereka ingin dianggap. Apalagi saat adanya kondisi yang genting seperti saat ini. Kondisi perekonomian Indonesia yang kian melemah, kondisi saudara muslim kita yang kesulitan mencari suaka dan ditambah berbagai konflik yang terjadi di antero jagat raya ini membuat telinga dan mata mereka tersayat. Seakan mereka ini ingin ikut berperang, ikut merasakan apa yang mereka juga rasakan. Mereka selalu bersuara, didalam peliknya hidup yang tak ada tepian.

Generasi penerus saat ini bisa dibilang berada pada puncak kejayaannya. Dimana semua akses dan kebebasan dapat meraka capai dengan mudah. Didukung dengan fasilitas teknologi yang canggih, dan bebasnya undang-undang tentang HAM, harusnya dapat mereka manfaatkan. Harusnya dapat mereka suarakan dengan begitu lembutnya. Bukan dalam acara bakar-bakar, bukan dalam wacana tawuran. Kembali lagi, berfikirlah positif. Kami bukannya malu dengan generasi kami, tapi kami juga ingin menyuarakan tentang ketidak adilan ini. Terkadang kami merasa ditindas oleh generasi penerus kami sendiri. Mereka merusak citra , mereka merusak bangsa, mereka merusak tatanan negara.

Apa yang sedang kalian pikirkan ? Semuanya butuh sebuah proses, tidak semua serba instan. “Satu per satu ya, satu per satu”, caption dari Bapak Ridwan Kamil ini mungkin bisa menjadi inspiasi unutk kita generasi muda. Ingat, generasi muda bukanlah hanya sebagai penuntut. Ya, yang kami lihat kini mereka hanya penuntut. Penuntut ketidakadilan, dan tanpa saran. Mereka membuat kerusuhan, karena hanya dengan itulah mereka mungkin bisa didengar, tapi kadang warga kami juga kelewatan.

Mohon maaf atau bukan harus yang memohon maaf. Atas nama kami, dan apalah-apalah kami. Kadang kami juga bingung. Kami tak bersuara, kedzoliman kian menjadi. Kami bersuara, dikira kami kaum yang brutal. Kami bukan kaum brutal, kami bukan kaum perusak. Disaat yang lainnya membicarakan kami, kami tahu, itu hanya oknum. Tapi warga kami selalu dibawa-bawa, dan terbawa dengan terpaksa.

Kadang telinga kami Gerang, dengan oknum kami. Apalah daya raga dan jiwa kami. Karena kebebasan HAM dan kosongnya hukum di Negeri ini, kami serasa menggenggam boomerang. Ada kalanya kami diuntungkan ada kalanya kita amat dirugikan. Ya, kami anggap hukum di Indonesia cukup kosong. Semua bisa dibeli dengan uang. Asalkan anda pinter, anda bisa memintari yang lain. Dan anda harap tahu, kami sangat mendukung “Revolusi Mental”. Bener, program itu sangat kami dukung, tapi kadang kami miris dengan revolusi yang ada di Negeri ini. Dan kami ingat lagi, bahwa semuanya butuh proses. “Semuanya harus satu persatu”.

Harapan dan harapan yang dulu kami harapkan, kini menguap bagai embun. Entah apa yang terjadi pada negeri ini. Kami pun tak tahu.

Puisi untuk negeri ku :

Baktiku satu, hatiku satu

Sukmaku , ragaku bagimu kalbu

Ibuku kamu negeriku

Antahmu citraku corakmu

Apalah itu revolusi, bila hatimu beku

Apalah itu mental, kalau oknum mu kadal

Apalah itu brutal, bila nuranimu gagap mental

Negeriku, surge kecil yang terpencil nurani

Pemudamu angkuh, negerimu rapuh

Pemudamu berani, tapi ibumu berapi-api

Majumu satu, mundurmu seribu satu

Tak ada yang salah, dan tak ada yang benar

Kami yang bersuara benar, tapi tetap salah

Apalagi salahku, dan apalagi salahmu

Mereka hanya bisa menilai, tapi tidak bisa nalar

Akarmu pemudamu,

Pohonmu juga pemudamu

Kurang apa….

Tuamu tinggal keguguran

Tapi buahmu berujung tunas

Tinggalkan dan tinggalkan

Dikala narkotika, dan dikala wayang bermain tikus-tikusan

Negerimu jadi korban

Korban surga yang tenang nan menghanyutkan

Hanya uang yang bisa menohok semuanya

Dari jelata hingga yang mengudara

Negeriku negerimu

Tapi apatisnya dirimu

Tak ada pembelaan, dari penerusmu

Bagaimana bisa..

Kami terlalu sibuk dengan dunia kami

Dunia yang maya, apalagi itu fana

Sungguh tiada guna

Tapi kami bangga, sungguh kami bangga

Negeriku,

Malangnya dirimu

Tak pernah didengar, memang kami selalu diacuhkan

Bajingan..

Anggap saja kami bajingan, atau apalah itu kebrutalan

Dan bukannnya tak didengar, mungkin kami kurang bersabar

Satu per satu, ya kami tahu

Tapi sampai kapan, sampai kapan..

Sampai kapan kami harus bersabar

Negeriku, sungguh kami sayang padamu

 

Sebait puisi diatas mungkin bisa mengggambarkan betapa konflik mental terjadi dinegara Revolusi mental ini. Kaum pemuda tak hanya boleh diam, tapi dia juga tak boleh brutal. Generasi muda harus taat aturan dan bukanya membangkang terhadap aturan. Revolusi mental itu perlu, tapi baiknya satu satu. Tak ada pula yang harusnya disalahkan. Jadi pemimpin atau pesohor negeri tak semudah orang berbicara, tapi pemuda wajib bersuara. Apalah itu suatu perjuangan bila tak ada yang terealisasikan. Apalah itu harapan bila itu hanya diangan-angan. Harapan juga tak bisa semuanya terwujud, bila semuanya diam tanpa maksud. Tulisan ini mungkin hanyalah sebutir debu dari sebuah aspirasi. Tak perlu diambil hati, ataupun ditanggapi dengan pemikiran dini. Anggap saja ini sebuah salam, dari fajar timur yang menawan. Salam generasi penerus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun