Mohon tunggu...
Rasul Hamidi
Rasul Hamidi Mohon Tunggu... -

Ketua LSM Peduli Mutu Pendidikan Nasional

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Presiden Menolak Usulan Moratorium UN, Kini Membentuk Dewan Pendidikan Nasional

2 Januari 2017   10:17 Diperbarui: 2 Januari 2017   10:47 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setelah minta Presiden menolak usulan moratorium Ujian Nasional melalui surat tanggal 16 Desember 2016, besok tanggal 3 Januari 2017 LSM PMPN akan menyurati Presiden lagi untuk membentuk Dewan Pendidikan Nasional.

Presiden diminta untuk menolak usulan moratorium Ujian Nasional (“UN”) karena hal ini bertentangan dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional.

Seperti diketahui bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa itu hanya bisa dilakukan jika pendidikan nasional sudah berkualitas. Tapi kenyataannya bahwa kualitas pendidikan nasional masih rendah. Oleh karena itu UN masih diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kualitas pendidikan nasional tak bisa diserahkan kepada Sekolah dengan pelaksanaan Ujian Sekolah. Meningkatkan mutu pendidikan nasional adalah tugas Pemerintah. Kualitas pendidikan nasional merupakan tanggungjawab Pemerintah. 

Dan Sekolah tidak bisa bertanggungjawab terhadap mutu pendidikan nasional. Sekolah hanya bisa bertangungjawab terhadap mutu pendidikan di sekolah terkait. Jadi Moratorium UN bisa dinilai bahwa Pemerintah lari dari tugas dan tanggungjawabnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Dan mengurangi mata pelajaranyang di-UN-kanjuga dinilai bahwa Pemerintah mengurangi tugas dan tanggungjawabnya untuk meningkatkan kulitas pendidikan nasional.Apapun alasan Pemerintah mengurangi mata pelajaran yang di-UN-kan tidak dapat dapat diterima.

Sesuai dengan Nawa Cita yang kelima Presiden bahwa meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan merupakan awal kesuksesan bangsa Indonesia bangkit untuk memajukan generasi bangsa yang akan datang. Dapat ditangkap bahwa Nawa Cita yang dimaksudkan Presiden adalah kualitas pendidikan merupakan unsur penting untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu menjadi benar dan tepat apabila Presiden menolak usulan moratorium Ujian Nasional. 

Karena hasil UN adalah alat pemeta kualitas Sekolah sampai kualitas pendidikan daerah, untuk dijadikan sebagai dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada sekolah dalam upaya Pemerintah untuk meningkatkan kualitas Sekolah sampai dengan kualitas pendidikan nasional. Jadi seharusnya Pemerintah berupaya menambah mata pelajaran yang di-UN-kan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, dan bukan sebaliknya.

Oleh karena hasil UN sangat penting karena dianggap sebagai pemeta/ “potret” dari kualitas pendidikan, maka “potret” itu bersih, jernih dan tidak bias, maka diperlukan “kamera” yang baik dengan film yang bemutu, agar hasilnya tampak jelas. Dan sampai saat ini, sulit dikatakan bahwa potret kualitas pendidikan telah terjepret dengan baik karena masih banyak permasalahan ditemukan dalam UN itu.

Untuk mengurangi permasalahan UN terutama ketidakjujuran, diusulkan agar Pemerintah:

  • Melaksanakan UN berbasis komputer. Jika hal ini tidak dapat dilaksanakan di setiap Sekolah maka lakukan UN berbasis kertas dengan membuat variasi soal sebanyak mungkin, kalau perlu setiap peserta UN mengerjakan soal yang beda dengan peserta UN lainnya di setiap Sekolah, tentu dengan tingkat kesulitan soal-soalnya harus hampir sama;
  • Memberi hukuman seberat-beratnya kepada pelaku-pelaku kecurangan, pembocoran soal dan kunci jawaban UN sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (1) UU RI Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
  • Melaksanakan “Program Peningkatan Mutu Pendidikan dengan Pemamfaatan Dharma Pengabdian Kepada Masyarakat Perguruan Tinggi”. Program ini sudah pernah berjalan di kota Bogor yang dibiayai oleh dana program Bina Lingkungan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk pada tahun 2013, 2014, dan 2015. Diharapkan kepada Presiden supaya kegiatan ini dapat terus berjalan. Karena berdasarkan hasil kegiatan selama di kota Bogor terungkap bahwa jumlah guru yang bermutu rendah sangat banyak dan sebagian besar belum terbantu. Hal ini tentu tak boleh dibiarkan. Guru bermutu rendah harus segera dibantu.

Permintaan sudah dikabulkan dengan lahirnya Keputusan Pemerintah tanggal 19 Desember 2016 bahwa Pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan Ujian Nasional dan Pemerintah diperintahkan meningkatkan kualitas guru. Namun setelah itu Pemerintah mengurangi mata pelajaran yang di-UN-kan.

Dan kini, dalam rangka Pemerataan dan Percepatan Peningkatan Kualitas Pendidikan Nasional, supaya setiap peserta didiksesegera mungkin memperoleh pendidikan yang berkualitas sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tertulis bahwa Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, maka Presiden juga akan diminta untuk membentuk Dewan Pendidikan Nasional.

Dewan Pendididikan Nasional (“DPN”) adalah lembaga mandiri yang beranggotakan unsur masyarakat yang peduli pendidikan nasional, yang berfungsi dalam peningkatan kualitas pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional. DPN bertugas menghimpun, menganalis, dan memberi rekomendasi kepada Menteri terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat terhadap pendidikan.

Sebelum pembentukan DPN. Perlu diusulkan terlebih dulu kepada Presiden agar Pemerintah merevisi PP RI Nomor 17 Tahun 2010 yaitu pada:

  • Ayat (6) Pasal 192 PP RI Nomor 17 tahun 2010 direvisi menjadi “Anggota dewan pendidikan terdiri atas tokoh berasal dari 5 (lima) orang pakar pendidikan, 3 (tiga) orang penyelenggara pendidikan, dan 7 (tujuh) orang ormas (organisasi profesi Pendidik dan organisasi kemasyarakatan pendidikan)”;
  • Ayat (4) Pasal 193 PP RI Nomor 17 tahun 2010 direvisi menjadi “Presiden memilih dan menetapkan anggota Dewan Pendidikan Nasional atas dasar usulan panitia pemilihan anggota Dewan Pendidikan Nasional yang dibentuk oleh Presiden”;
  • Ayat (5) Pasal 193 PP RI Nomor 17 tahun 2010 direvisi menjadi “Panitia pemilihan sebagaimana dimaksud  ayat (4) mengusulkan kepada Presiden paling banyak 30 (tiga puluh) orang calon anggota Dewan Pendidikan Nasional setelah mendapat usulan dari organisasi profesi Pendidik dan organisasi kemasyarakatan Pendidikan”.

Tujuannya merivisi PP RI Nomor 17 Tahun 2010 adalah agar indenpendensi anggota DPN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bisa terwujudkan. “Mana mungkin pada Peraturan Pemerintah RI ini, yang menetapkan dan memilih anggota Dewan Pendidikan Nasional, Menteri”, kata Rasul Hamidi (ketua LSM PMPN). Anggota DPN akan sulit melaksanakan tugas dan fungsinya mengawasi Kemdikbud kalau mereka sendiri dipilih oleh Menteri, makanya PP ini direvisi sebelum membentuk DPN, tambah ketua LSM PMPN.

Oleh karena pembentukan Dewan Pendidikan Nasional dianggap sangat urgent karena mengingat kondisi kualitas pendidikan nasional sampai saat ini sangat memprihatinkan, maka diharap Presiden juga segera mengabulkan merivisi PP RI Nomor 17 tahun 2010 dan membentuk DPN. Dan juga usulan-usulan seperti moratorium UN kepada Presiden tidak perlu terjadi lagi kalau DPN sudah ada. Aspirasi-aspirasi masyarakat terhadap pendidikan cukup dihimpun oleh DPN, kata Rasul Hamidi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun