Pihak yang memberikan pernyataan pada konferensi pers inisial di Beijing pada Maret (8/3) adalah Fuad S, Wakil CEO MAS. CEO dan Wakil CEO merupakan level manajemen tertinggi pada institusi bisnis. Tetapi akan lebih baik jika juru bicara adalah CEO MAS, bukan 'hanya' Wakil CEO untuk menunjukkan totalitas perhatian MAS pada insiden tersebut.
4. Juru bicara selalu berganti-ganti
Pemberi pernyataan pada pers dari pihak MAS selalu berganti-ganti. Pada jumpa pers inisial di Beijing, juru bicara MAS adalah Wakil CEO MAS meski pada jumpa pers di Kuala Lumpur berikutnya CEO MAS sendiri yang menyampaikan informasi sebagaimana dilansir KOMPAS.com. Pada konferensi pers hari Minggu (9/3), juru bicara MAS bahkan tidak menyebutkan namanya. Ada juga juru bicara MAS yang tidak jelas kapasitasnya. Pada berita mengenai MAS akan membangun pusat komando pencarian pun, KOMPAS.com hanya menyebutkan "manajemen MAS", bukan petinggi MAS dengan identitas yang jelas.
Juru bicara yang berganti--ganti itu tidak hanya berlangsung pada 24 jam pertama, melainkan pada sepanjang pencarian MAS tersebut. Tidak hanya dari MAS yang pada akhirnya memberikan pernyataan, melainkan juga dari pejabat-pejabat pemerintah Malaysia, mulai dari pejabat Departemen Penerbangan Sipil Malaysia, Menteri Pertahanan Malaysia dan Perdana Menteri Malaysia.
Juru bicara yang selalu berganti mungkin berkaitan dengan perbedaan otoritas dari masing-masing individu. Akan tetapi, sebagai sebuah institusi yang beroperasi global, dampak tragedi hilangnya MH 370 juga bersifat internasional sehingga kemungkinan untuk beredarnya informasi yang simpang siur pada wacana internasional sangat tinggi. Kesimpangsiuran itu hanya bisa dikurangi dengan membatasi siapa yang akan bicara atas nama MAS dan pemerintah Malaysia.
Konsistensi siapa yang akan menjadi juru bicara akan berdampak pada manajemen internal MAS dan pemerintah Malaysia dalam menangani krisis, yaitu siapa yang akan menjadi a person under media spotlight, dan siapa yang akan menjadi a manager behind the screen. Sebab, tekanan tidak hanya datang dari media dan keluarga penumpang, melainkan juga internal perusahaan seperti siapa yang 'bersalah' melooskan penumpang dengan paspor palsu, dan penolakan dari keluarga pilot MH 370 yang merasa dituduh sebagai teroris.
Kesalahan berikutnya setelah di luar 24 jam pertama pasca hilangnya MH 370 adalah:
5. Pernyataan-pernyataan yang melantur: penumpang misterius mirip Mario Balotelli
Pernyataan yang dikeluarkan oleh Kepala Departemen Penerbangan Sipil Malaysia itu meski disampaikan lainya sebuah candaan ringan, media-media dengan segera menyergapnya sebagai santapan empuk seperti yang dilansir KOMPAS.com. Candaan semacam itu sangatlah tidak profesional sementara pada sisi lain MAS dan pemerintah Malaysia tidak mampu menjawab mengapa sampai ada penumpang yang menggunakan paspor palsu.
6. Akurasi informasi rendah
Memberikan informasi yang kurang akurat meski hanya 'minor', menurunkan citra positif institusi bersangkutan. Ralat tentang kata-kata terakhir pilot MH 370 mungkin tidak berdampak besar pada proses pencarian pesawat tersebut, namun hal itu memicu pertanyaan: inakurasi-inakuasi apalagi yang mungkin terjadi berikutnya? Akurasi erat kaitannya dengan kredibilitas otoritas pemerintah dan MAS. Namun paling tidak, dengan mengesampingkan ekspos media pada ashttp://www.kompasiana.com/dashboard/write/www.parahita.kompasiana.com?le=643820pek inakurasi itu, ralat yang disampaikan itu juga menunjukkan itikad Malaysia untuk berlaku jujur pada publik meski hal itu mempertaruhkan kredibilitasnya.