Mohon tunggu...
Nta Utami
Nta Utami Mohon Tunggu... lainnya -

Semiotic lover

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Status

25 September 2013   23:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:23 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Semoga saja kita masih bisa bertemu di lain waktu"

Kubaca rangkaian kata-kata itu satu persatu. Kemudian memasukkan handphoneku ke dalam tas dan berlalu begitu saja. Dan akhirnya aku pun terlupa.

"Aku ingin bertemu denganmu lagi. Apakah kau keberatan?"

"Tentu saja tidak,"

Kau memesan secangkir coklat hangat dan aku memesan segelas orange juice. Kita bercakap-cakap seru sambil sesekali menyesap minuman masing-masing. Itu pertemuan kedua kita setelah pertemuan "tak sengaja" sebelumnya.

"Kau beda rupanya. Kau berbeda dari semua teman-teman perempuan yang kukenal. Aku menyukaimu,"

Aku hanya terdiam sambil menyembunyikan pipiku yang rasanya tiba-tiba memerah. Dan... saat itulah debaran hangat mulai menyusup ke dalam hatiku. Mungkinkah aku mulai jatuh cinta kepadamu?

"Kau tahu, Aku pernah berharap bertemu dengan seseorang yang kuanggap istimewa dengan cara yang tak biasa. Seperti pertemuan kita,"

Lagi-lagi, aku hanya diam menahan debaran-debaran yang semakin hari semakin kencang. Aku tak tahu harus berkata apa.

"Astaga. Aku benar-benar mengkhawatirkanmu! Jangan pernah berkeliling kota sendirian macam ini lagi,"

"Aku sudah terbiasa seperti ini," Kataku membela diri. Saat itu, aku ingin bertanya padamu mengapa kau terlalu khawatir dan nyaris marah karena aku berkeliling kota sendirian. Namun, sayangnya pertanyaan itu tak pernah terucapkan.

"Sudah sampai mana? Jaga dirimu baik-baik ya. Di sini sedang mati lampu,"

Beberapa kali handphone-ku berdering memuntahkan beberapa pesan singkat darimu. Mengapa kau sekhawatir ini padaku. Padahal kita hanya teman biasa. Apakah kau menyimpan suatu rasa untukku juga? Lagi-lagi pertanyaan itu tak pernah kutanyakan padamu. Namun, semakin hari, aku semakin berharap.

"Kau harus mampir ke kotaku. Aku menunggumu di alun-alun kota,"

Aku tak bisa menolak ajakanmu. Pagi itu, aku singgah di kotamu. Entah kau bawa aku kemana. Yang jelas kita makan makanan khas kota kelahiranmu. Kita bercengkrama hingga waktu memisahkan kita. Dan aku tampaknya benar-benar "menyukai"mu. Namun sayang, kau tetap membisu begitu juga diriku.

"Aku tidak diperbolehkan menikahi perempuan beda suku,"

Kubaca tulisanmu dalam chatting box di salah satu jejaring sosialku. Aku tidak mengerti apa yang kau maksud. Aku hanya menuliskan satu kata balasan, yaitu "Sabar ya" dengan menambahkan emoticon senyuman. Setelah itu, kau menghilang. Benar-benar menghilang tanpa kabar berita. Ya. Kau tinggalkan aku tanpa kepastian. Dan akhirnya, kau... kau... ah! Aku tak sanggup melanjutkan kata-kataku.

Mungkin memang aku saja yang terlalu perasa dan berprasangka hingga aku berharap kau menyimpan rasa, yang dinamakan cinta itu, untukku. Rupanya aku salah. Nasi telah menjadi bubur. Kenangan itu tak pernah bisa dihapus. Baikah, kutertawakan saja masa lalu itu. Mungkin cinta memang butuh status agar valid dan tidak mengecewakan pihak-pihak tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun