Para ahli astronomi mengetahui bahwa ru’yat hilal tidak dapat ditetapkan dengan hitungan hisab. Paling maksimal, ilmu hisab hanya dapat mengetahui berapa derajat jarak antara hilal dan matahari saat terbenam misalnya. Namun ru’yat tidak dapat ditetapkan dengan derajat tertentu. Sementara ru’yat hilal bergantung kepada perbedaan tajam atau tidaknya pandangan mata, kepada tinggi rendahnya tempat melihat hilal dan kepada cerah tidaknya langit.
Sebagian orang barangkali dapat melihatnya pada 8 derajat, sementara yang lainnya tidak dapat melihatnya pada 12 derajat. Oleh karena itu, ahli hisab berbeda pendapat sangat tajam tentang penetapan busur ru’yat. Para tokoh ilmu hisab seperti Bathliyus tidak memberi penjelasan sepatah kata pun dalam masalah ini, karena tidak ada dalil ilmu hisab yang menetapkannya."
(Dikutip dari Mausuu’ah al-Manaahi asy-Syar’iyyah, edisi Indonesia: Ensiklopedi Larangan, jilid 2, Bab Puasa, hal. 158-160, Larangan No. 275: Janganlah Memulai Puasa Hingga Melihat Hilal, penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Jakarta, Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali hafizhahullah)
Semoga Allah Ta'ala meliputi seluruh kaum muslimin terutama yang ada di negeri ini dengan hidayah taufik-Nya dan menyatukan hati kita semua di atas Sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, amin.
Semoga bermanfaat...
-Sahabatmu-
Abu Muhammad Herman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H