[caption caption="Stand batik betawi terogong di dalam hotel Best Western Premier The Bellevue. Dok. Pribadi"][/caption]
Pernah kah anda menemukan hotel yang di dalamnya terdapat beragam ornamen-ornamen batik? Terbayang bagaimana indahnya hotel tersebut bukan? Nah itulah yang telah dilakukan salah satu hotel yang baru berdiri satu tahun tersebut di bilangan Jakarta selatan, Hotel Best Western Premier The Bellevue yang terdapat di Jl. H. Nawi No. 1, Radio Dalam.
Untuk membuktikan kecintaanya pada budaya Indonesia, hotel berkelas bintang empat tersebut mengangkat sebuah program ‘We Love Indonesia” sebagai bentuk memperingati hari batik yang jatuh pada 2 Oktober 2015 yang lalu. Hotel yang memang gemar dengan khas batik ini turut membantu mengangkat ikon batik betawi terogong untuk di perkenalkan ke masyarakat. Dalam pameran yang berlangsung dari tanggal 5 Oktober sampai dengan 9 Oktober itu merupakan bentuk partisipasi pihak hotel memperkenalkan budaya warisan nenek moyang kepada para tamu, baik tamu dalam negeri maupun tamu luar negeri. Di samping itu juga membantu para pengrajin kecil yang senantiasa menjaga dan melestarikan batik sebagai fashion Indonesia.
Hotel tersebut ialah hotel kedua dari Best Western Premier The Bellevue yang ada di Jakarta. Dengan lokasi yang sangat strategis, berdekatan dengan pusat bisnis Simatupang, mall pondok indah, pondok indah golf, gandaria city, Jakarta Internasional School (JIS), dinas sosial, dan airport menjadikan hotel tersebut layak untuk destinasi penginapan para tamu bisnis, atau pun tamu yang hendak berlibur ke Jakarta. Hotel dengan gaya nuasa ke-Indonesiaan tersebut akan membuat pengunjung terasa santai dan menyatu dalam warna budaya Indonesia.
Tidak hanya dengan lokasi yang strategis, fasilitas yang ditawarkan pihak hotel sangat menarik. Pengunjung bisa mendapatkan fasilitas spa dengan bahan-bahan khas tradisional, fasilitas gym, kolam renang, dan wifi. Selain itu, pihak hotel juga memberikan fasilitas kepada pelanggan yang ingin menyelenggarakan acara pernikahan di hotel Best Western Premier The dengan promo paket pernikahan seharga 88 juta.
[caption caption="Fasilitas-fasilitas yang terdapat di Best Western Premier The Bellevue terlihat elegan, nyaman, santai dan berbudaya. Dok. Pribadi"]
Selanjutnya, ada fasilitas meeting room yang dilengkapi dengan LCD, sound system, alat tulis, papan tulis, dan proyektor. Ruang tersebut juga dijadikan ruang penyelenggaran pesta pernikahan, sebab ruang ini memiliki tiga bagian; Anjani, Srinkandi, dan Manohara. Ketiganya apabila dibuka akan menjadi grand meeting room dengan kapasitas hingga 250 orang. Tetapi bagi yang ingin menggunakan meeting room saja, pengguna bisa memesan dari tiga ruang yang saya sebutkan tadi.
Batik hidup di Best Western Premier The Bellevue
Selain menggandeng batik betawi terogong sebagai ikon kali ini, seperti yang saya katakan bahwa Best Western Premier The Bellevue juga membuktikan kecintaan pada batik lewat sentuhan-sentuhan batik di berbagai ruangan. Di bagian lobby, pengunjung akan langsung melihat ornamen batik di bagian-bagian ruang resepsionis, mulai dari lantai, tiang atau pilar-pilar, dan dinding hotel.
[caption caption="Sentuhan-sentuhan batik yang mengisi sudut dan sisi ruangan di BWP The Bellevue. Dok. Pribadi"]
Setelah ruang lobby, di bagian ruang rapat atau meeting room juga akan ditemui corak batik, salah satunya pada bagian lantai. Sementara di bagian pintu masuk diberi motif batik agar semakin menambah nilai desain dari Best Western Premier The Bellevue. Selain dua ruang tadi, ruang spa, kamar tamu, ruang makan atau restoran, kolam renang, juga diberi sentuhan hiasan batik di beberapa sudut. Hotel yang satu ini betul-betul terasa memegang nilai budaya yang kuat.
Nah, selain dengan motif-motif dan hiasan batik yang mengisi sisi-sisi ruangan, di Best Western Premier The Bellevue pengunjung bisa menyaksikan pergelaran musik tradisional setiap hari selasa dan kamis. Selama program “We Love Indonesia” berlangsung pun, para tamu senantiasa disambut hangat oleh beragam kain batik betawi dan ondel-ondel di bagian ruang lobby.
[caption caption="Pameran alat musik kecapi dan gamelan di bagian lobby Best Western Premier The Bellevue. Dok.Pribadi"]
Saya sebagai kompasianer sempat kaget ketika menyidak sisi-sisi hotel. Bagaimana tidak, dengan nama yang berlabel ke-baratan asumsi saya hotel tersebut lebih berwarna western. Ternyata tidak juga, nama boleh ala barat, tetapi tidak melupakan jati diri keberadaannya di Indonesia.
Batik Betawi Terogong di tangan Bu Siti Laela
Apakah pernah mendengar batik betawi atau batik Jakarta? Mungkin bagi sebagian orang masih asing mendengar nama batik tersebut. Hal serupa juga terjadi kepada kami, para Kompasianer yang hadir pada acara Kompasiana Coverage Pameran Bati Betawi Terogong (7/10/15) lalu. Saya bersama teman-teman Kompasiener lain sempat bertanya-tanya bagaimana batik Jakarta tersebut ada? Sejak kapan? Kok bisa ada batik betawi? Apalagi kalau berbicara Jakarta kita lebih kenal dengan makanan, silat, dan yang paling termasyur adalah ondel-ondelnya. Lalu bagaimana dengan batik?
Bu Siti Laela, wanita yang hari itu banyak bercerita tentang perjuangan dirinya beserta keluarga dalam mempertahankan dan memperkenalkan batik betawi terogong kepada masyarakat Indonesia, terutama masyarakat betawi sendiri. Sebagai anak betawi dari keluarga yang peduli akan batik, membuat dirinya terenyuh mewujudkan cita-cita para generasi sebelumnya. Bersama para buruh lain, wanita tersebut menyebarkan semangat dan kecintaan pada batik warisan leluhur tersebut kepada lapisan masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal beliau di kawasan Cilandak Barat.
[caption caption="Ibu Siti Laela pejuang batik yang tak kenal lelah untuk berbagi. Dok. Pribadi"]
Menurut Bu Siti Laela, batik betawi terogong sebetulnya sudah ada sejak zaman belanda, sayangnya tidak ada yang mendokumentasikan hal tersebut. Meskipun demikian, masyarakat betawi yang tahu akhirnya terus menurunkan batik betawi tersebut kepada para generasinya, salah satunya Ibu Siti Laela. Sebagai generasi kelima, Bu Siti Laela pun sudah berhasil menyebarkan eksistensi batik betawi di tengah masyarakatat.
Seperti kebanyakan batik lainnya, batik betawi juga mengalami pencampuran dari budaya luar, seperti Tiongkok, Belanda dan Arab. Walaupun demikian, sebagai batik yang bernuansa batik pesisir tidak bisa lepas dari coraknya yang berwarna cerah dan warna-warni.
Agar tetap menjaga konsistensi dan sekaligus bisa menajdi pusat pembelajaran bagi yang lainnya, Bu Siti Laela mendirikan sanggar batik betawi terogong pada 5 september 2012 di lokasi Cilandak Barat tempat ia tinggal. Sudah 3 tahun berjalan, ia sudah mendapatkan respon dari beberapa kalangan, tidak hanya dalam skala lokal, nasional dan bahkan dunia internasional sudah pernah menghadiri tempatnya,
Tidak ketinggalan juga ia pun mengajak pemuda/I supaya mencintai dan menghargai warisan para leluhur. Terbukti beberapa sekolah pun sempat menjadikan batik betawi terogong sebagai wadah belajar membantik, salah satunya adalah Sekolah Internasional Jakarta atau Jakarta Internasional School.
Cerita bu Siti Laela pun berlanjut bahwa batik betawi sudah ada sejak tahun 60-an, dimulai dari ibu-ibu yang pada saat itu selain bertani juga membatik. Pada tahun tersebut, batik betawi lebih dikenal dengan batik Jakarta yang memiliki motif bintang, buketan, dan lainnya. Tapi sayang, pada tahun 70-an batik betawi tersebut menghilang dari permukaan. Dan sebagai warga betawi, ia merasa miris kalau warisan nenek moyangnya tenggelam ditelan bumi.
Salah satu yang menjadi kegelisahan wanita pencinta budaya tersebut adalah untuk mendapatkan bahan baku dari batik betawi menurut bu Siti Laela terbilang sulit. Ia malah harus mengambil dari pekalongan supaya bisa memenuhi pesanan batik yang setiap harinya dihasilkan. Bahan-bahan tersebut bermacam-macam, mulai dari katun prima, katun primisima, dan sutera.
Untuk harga, batik cap kisaran 125-300 ribu per potongnya. Biasanya kalau yang 125 ribu untuk yang satu warna, sedangkan 300 ribu untuk yang tiga warna. Sementara batik tulis bisa seharga 350 ribu sampai satu I juta disesuaikan dengan bahan yang diinginkan. Jadi masih bisa dibicarakan dengan kantong. Hitung-hitung sekalian membantu melestraikan budaya, meskipun harus mengeluarkan kocek yang lumayan berat.
[caption caption="Kecantikan batik betawi terogong yang berpadu dengan ragam budaya betawi. Dok. Pribadi"]
Terakhir, Bu Siti Laela pun menerima dengan senang hati bagi siapa pun yang belajar membantik di sanggarnya. Tidak perlu membayar, siapa pun bisa belajar dengan cuma-cuma. Semua yang dilakukan oleh Bu Siti Laela semata-mata bukan untuk mengais rupiah, namun lebih dari itu ia menginginkan Batik Betawi Terogong menjadi tuan rumah di Jakarta. Ia ingin semua orang tahu, masyarakat Jakarta, terutama untuk masyarakat betawi sendiri bahwa batik juga menjadi warisan bagi warga betawi yang sudah sepatutnya dilestrikan dan dijaga bersama-sama.
Mari kita lestarikan batik sebagai warisan budaya yang mewah. Dukung batik betawi terogong sebagai tuan rumah di tanah Jakarta.
[caption caption="Menu makanan istimewa, ayam kaliasin. Dok. Pribadi"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H