Nah, selain dengan motif-motif dan hiasan batik yang mengisi sisi-sisi ruangan, di Best Western Premier The Bellevue pengunjung bisa menyaksikan pergelaran musik tradisional setiap hari selasa dan kamis. Selama program “We Love Indonesia” berlangsung pun, para tamu senantiasa disambut hangat oleh beragam kain batik betawi dan ondel-ondel di bagian ruang lobby.
[caption caption="Pameran alat musik kecapi dan gamelan di bagian lobby Best Western Premier The Bellevue. Dok.Pribadi"]
Saya sebagai kompasianer sempat kaget ketika menyidak sisi-sisi hotel. Bagaimana tidak, dengan nama yang berlabel ke-baratan asumsi saya hotel tersebut lebih berwarna western. Ternyata tidak juga, nama boleh ala barat, tetapi tidak melupakan jati diri keberadaannya di Indonesia.
Batik Betawi Terogong di tangan Bu Siti Laela
Apakah pernah mendengar batik betawi atau batik Jakarta? Mungkin bagi sebagian orang masih asing mendengar nama batik tersebut. Hal serupa juga terjadi kepada kami, para Kompasianer yang hadir pada acara Kompasiana Coverage Pameran Bati Betawi Terogong (7/10/15) lalu. Saya bersama teman-teman Kompasiener lain sempat bertanya-tanya bagaimana batik Jakarta tersebut ada? Sejak kapan? Kok bisa ada batik betawi? Apalagi kalau berbicara Jakarta kita lebih kenal dengan makanan, silat, dan yang paling termasyur adalah ondel-ondelnya. Lalu bagaimana dengan batik?
Bu Siti Laela, wanita yang hari itu banyak bercerita tentang perjuangan dirinya beserta keluarga dalam mempertahankan dan memperkenalkan batik betawi terogong kepada masyarakat Indonesia, terutama masyarakat betawi sendiri. Sebagai anak betawi dari keluarga yang peduli akan batik, membuat dirinya terenyuh mewujudkan cita-cita para generasi sebelumnya. Bersama para buruh lain, wanita tersebut menyebarkan semangat dan kecintaan pada batik warisan leluhur tersebut kepada lapisan masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal beliau di kawasan Cilandak Barat.
[caption caption="Ibu Siti Laela pejuang batik yang tak kenal lelah untuk berbagi. Dok. Pribadi"]
Menurut Bu Siti Laela, batik betawi terogong sebetulnya sudah ada sejak zaman belanda, sayangnya tidak ada yang mendokumentasikan hal tersebut. Meskipun demikian, masyarakat betawi yang tahu akhirnya terus menurunkan batik betawi tersebut kepada para generasinya, salah satunya Ibu Siti Laela. Sebagai generasi kelima, Bu Siti Laela pun sudah berhasil menyebarkan eksistensi batik betawi di tengah masyarakatat.
Seperti kebanyakan batik lainnya, batik betawi juga mengalami pencampuran dari budaya luar, seperti Tiongkok, Belanda dan Arab. Walaupun demikian, sebagai batik yang bernuansa batik pesisir tidak bisa lepas dari coraknya yang berwarna cerah dan warna-warni.
Agar tetap menjaga konsistensi dan sekaligus bisa menajdi pusat pembelajaran bagi yang lainnya, Bu Siti Laela mendirikan sanggar batik betawi terogong pada 5 september 2012 di lokasi Cilandak Barat tempat ia tinggal. Sudah 3 tahun berjalan, ia sudah mendapatkan respon dari beberapa kalangan, tidak hanya dalam skala lokal, nasional dan bahkan dunia internasional sudah pernah menghadiri tempatnya,
Tidak ketinggalan juga ia pun mengajak pemuda/I supaya mencintai dan menghargai warisan para leluhur. Terbukti beberapa sekolah pun sempat menjadikan batik betawi terogong sebagai wadah belajar membantik, salah satunya adalah Sekolah Internasional Jakarta atau Jakarta Internasional School.