Makna Hari Raya
Apa makna hari raya? Pakaian baru, parsel, THR, atau mudik? Bukan. Semua itu hanya penghias hari raya yang semestinya. Namun, penghias itulah yang kadang menutupi makna yang hakiki dari hari raya itu sendiri.
Memaknai hari raya tidak bisa dipisahkan dari makna filosofis puasa. Tidak ada perayaan yang meriah, tanpa adanya “perjuangan” (B. Arab; syujaar). 17 Agustus dirayakan sebagai hari kemerdekaan, karena adanya perjuangan saat melawan penjajah, begitu juga dengan hari sumpah pemuda, hari buruh, dll.
Dalam kitab Adabul Mufrad, kata “rahim” berarti kerabat, baik untuk muslim mapun non-muslim, baik itu mereka yang mendapatkan warisan atau yang tidak mendapatkan warisan, tapi mereka adalah kerabat kita sampai bapak yang ke-4, maka berusahalah untuk menjaga hubungan kita dengan mereka, karena ada keutamaan/fadhilah.
Hari raya Idul Fitri adalah merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah puasa. Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa itu sendiri yaitu manusia yang bertaqwa. Makna hari raya dimana umat Islam untuk kembali berbuka atau makan. Oleh karena itulah salah satu kesunahan sebelum melaksanakan shalat Idul Fitria dalah makan atau minum walaupun sedikit.
Hidangan khas waktu lebaran yaitu ketupat. Dalam bahasa Jawa ketupat diartikan dengan “ngaku lepat” (mengaku salah). Bentuk segi empat dari ketupat mempunyai makna empat arah mata angin dan satu pusat yaitu arah jalan hidup manusia. Dalam kondisi ini, menekankan bahwa dimanapun manusia berada, harus selalu diwarna dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan.
Meniti Jalan Normal
Lika liku dan realita jalan kehidupan adalah setelah bulan ramadhan dan lebaran. Mungkin, tantangan dan cobaan dibulan puasa tidak terlalu besar, karena sebagian besar dari kita, disandera dengan nilai-nilai agama yang sangat kental. Peningkatan spiritual itu, karena ada janji ketuhanan kepada hamba-Nya yang pasti adanya.
Titik fokus nilai-nilai puasa adalah “menghargai dan menghormati hak orang lain”, “nilai Islam kaffah”. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, toleran merupakan patokan paling asasi. Bahkan sebagian orang melihat kadar peradaban sebuah Negara, dilihat sejauhmana rakyatnya menghargai dan menghormati toleransi.
Sekarang, toleransi menjadi PR bagi bangsa Indonesia, karena adanya kontaminasi dari Islam ekstrim. Indonesia dibangun atas dasar gotong royong oleh rakyat tanpa melihat agama atau kepercayaan. Terlihat dalam sidang dalam menyusun butir-butir Pancasila sebagai dasar Negara.