Lelaku prihatin ini bukan semata sebagai sebuah penderitaan, kesedihan, dan serba-kekurangan, tetapi untuk membentuk pribadi yang welas asih.
Spiritualitas Jokowi dibentuk melalui tiga fase perjalanan hidup. Pertama, apa yang pernah dialami (dari lahir sampai sekarang). Kedua, bagaimana ia menyikapi penderitaannya (yang dilakukan dari dulu sampai sekarang). Ketiga, apa yang dilakukannya (pekerjaan). Semua fase inilah cikal bakal kepemimpinannya.
Pertama, apa yang pernah dialami.
Sejak kecil, Jokowi lahir dari keluarga miskin, tinggal di bantaran kali, dan tempat tinggalnya pernah digusur. Pengalaman hidup ini telah mengajarkan Jokowi tentang kepedulian dan keperpihakan kepada orang-orang papa. Dari sinilah sikap welas asihkepada sesama dan alam semesta tidak pernah lepas dalam praktik keseharian Jokowi.
Kedua, dalam menyikapi penderitaan.
Bagi Jokowi, penderitaan bukanlah kutukan, justru menjadi media introspeksi untuk laku hidup yang lebih baik. Penderitaan yang pernah dialami, ia serahkan sepenuhnya kepada yang memberinya hidup, Tuhan Yang Maha Esa. Ia menerimanya dengan kesabaran dan penuh keikhlasan.
Ketiga, dalam hal pekerjaan.
Bukan rahasia lagi kesuksesan Jokowi menjadi pengusaha bukanlah dari hasil warisan, tetapi melalui kerja keras, totalitas, dan kejujuran. Jatuh-bangun menjadi pengusaha sudah pernah dirasakan. Dunia usaha inilah yang menjadi kawah 'candradimuka' Jokowi dalam pengetahuan manajerial  dan melahirkan ide-ide perubahan.
Lelaku prihatin yang dijalani Jokowi merupakan laku spiritual untuk mengenal diri sendiri sebagai manusia; mengenal diri sendiri sebagai pribadi, baru bisa mengenal Tuhannya.Â
Melihat lelaku dan fase perjalanan spiritual Jokowi, ia telah mengamalkan apa yang disebut sebagai ajaran Kapribaden. Ini merupakan ajaran yang mengutamakan mengenal urip (hidup) dan mengabdi kepadanya (urip) untuk tidak diperbudak oleh hidup.
Jokowi Putra Romo?