Informasi yang diperoleh penulis dari jaringan nelayan di Pantura, pasca diperpanjangnya moratorium penggunaan cantrang sampai Desember 2017, nama Marwan Jafar menguat di kawasan Pantura dari Brebes sampai Rembang. Tidak hanya di kalangan pengusaha kapal cantrang, sebagai mantan menteri yang menangani masalah desa, Marwan Jafar cukup mengakar di desa-desa di Jawa Tengah.
Masalah kemiskinan yang tinggi, pengangguran terus meningkat dan pembangunan yang tidak jelas arahnya di era Gubernur Ganjar membuat peluang Marwan Jafar semakin kuat. Harus diakui, popularitas Ganjar Pranowo di kalangan akar rumput Jawa Tengah terus menurun. Pembelaan membabi buta terhadap pabrik semen di Rembang, pencitraan di berbagai media dan pembiaran terhadap kelompok intoleran membuat kecewa berbagai kalangan, mulai dari petani, kelas menengah perkotaan, dan kelompok Islam tradisional.
Pengkhianatan 'Partai  Hijau'
Pembelaan Cak Imin terhadap penggunaan cantrang yang tidak ramah lingkungan merupakan pengkhianatan terhadap PKB sebagai partai hijau, kita tidak akan lupa pada tahun 2007 PKB telah mendeklarasikan dirinya sebagi partai hijau di Indonesia.
Sebagai partai hijau, seharusnya PKB mendukung upaya pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Almarhum Gus Dur sebagai pengagas Kementerian dan Kelautan tentunya juga sangat kecewa cita-citanya mewujudkan laut sebagai sumber kesejahteraan rakyat Indonesia telah dirusak oleh partai yang didirikannya.
Alasan Cak Imin bahwa pelarangan penggunaan cantrang merugikan nelayan sungguh tidak mendasar. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah cantrang di Jawa Tengah sudah mencapai 10.758 unit, sudah over kapasitas. Selain merusak ekosistem laut, para pemilik cantrang juga tidak membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dengan modus menurunkan kapasitas kapal (Markdwon). Akibatnya, negara kehilangan potensi PNBP mencapai 550,70 Milyar.
Yang lebih memprihatinkan, merekalah yang selama ini mengambil hak-hak nelayan kecil dengan menggunakan BBM bersubsidi. Bukan rahasia lagi para pemilik cantrang adalah orang-orang kaya yang selama ini dimanjakan oleh ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan. Pembiaran tersebut telah menimbulkan konflik horizontal antar nelayan kecil dengan pengguna cantrang di berbagai tempat.
Dari data-data di atas, sungguh pembelaan yang dilakukan oleh PKB telah melukai nelayan-nelayan kecil. Padahal nelayan kecil di sepanjang pantura Jawa Tengah mayoritas adalah warga NU. Mereka selama ini kurang diperhatikan, miskin, SDM rendah dan tanpa akses modal. Prinsip keadilan sosial yang seharusnya dijunjung tinggi oleh partai hijau telah diabaikan oleh PKB demi ambisi politiknya. Â
Sebagai partai yang lahir dari rahim NU, sudah saatnya PBNU turun tangan untuk menjewer PKB yang sudah tidak konsisten lagi membela rakyat terutama para nahdliyin yang menjadi nelayan kecil. PBNU mengambil alih peran PKB dalam menangani masalah nelayan melalui badan otonom.
Selain bisa melakukan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, PBNU juga harus mendukung upaya pemerintah menjaga kelestarian laut dari penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan demi masa depan umat yang lebih baik. Kini sudah saatnya kita tenggelamkan cantrang dan beralih ke alat tangkap ramah lingkungan yang lebih beradab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H