Prestasi Ibu Susi Pujiastuti sebagai salah satu menteri terbaik di Kabinet Kerja Presiden Jokowi tidak kita ragukan lagi kehebatannya. Berbagai survey dan penghargaan dengan kinerja terbaik selalu menempatkan namanya. Tidak hanya berani menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan, data BPS juga menyebutkan di bawah kepemimpinan Ibu Susi Kementerian Kelautan dan Perikanan berhasil meningkatkan nilai ekspor perikanan tahun 2016 mencapai US$ 2 miliar, naik 4,3 persen.
Selain itu, program seperti asuransi nelayan, pemberdayaan kawasan pesisir dan pelarangan alat tangkap tidak ramah lingkungan mulai dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Sayangnya, prestasi-prestasi tersebut mulai diganggu oleh para politisi, salah satunya perlawanan terhadap pelarangan alat tangkap cantrang oleh Cak Imin ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketegasan tanpa kompromi Ibu Susi untuk melindungi laut dijadikan tumbal oleh elit partai demi kepentingan politik dengan dalih membela hak-hak nelayan. Moratorium penggunaan alat tangkap cantrang yang semestinya berakhir bulan Juni harus diperpanjang lagi sampai akhir tahun 2017.
Seperti mendapatkan durian runtuh, para pemilik cantrang di Pantura Jateng yang sebenarnya sudah mulai mengganti alat tangkapnya, kembali mengeruk isi laut menggunakan cantrang dengan rakusnya. Pembelaan yang dilakukan PKB sebenarnya bukan untuk membela para nelayan tetapi para pengusaha pemilik kapal cantrang, nelayan yang sesungguhnya justru menjadi buruh murah di kapal-kapal tersebut. Ribuan nelayan kecil yang menggantungkan hidupnya dari alat tangkap tradisional kembali menjadi korban.
Motif Politik untuk Pilgub Jateng
Data dari BPS menyebutkan bahwa per 16 Januari 2017 jumlah penduduk miskin di Jateng sebanyak 4.493.750 jiwa nomor dua secara nasional. Dengan kondisi tersebut, isu tentang kesejahteraan akan menjadi tema kampanye paling menarik untuk Pilgub 2018. Program seperti ketersediaan lapangan kerja, peningkatan infrastruktur, kemudahan berinvestasi, dan masalah lingkungan akan menjadi perhatian masyarakat di Jateng.
Isu SARA seperti yang terjadi dalam Pilkada DKI beberapa waktu yang lalu diyakini tidak akan laku di Jateng. Sebagai basis Islam Nusantara, umat Islam di Jateng tidak mudah diprovokasi oleh isu-isu murahan yang dihembuskan oleh kelompok intoleran.
Salah satu isu tentang kesejahteraan yang sudah mulai dimainkan adalah mengenai pelarangan penggunaan cantrang di kalangan nelayan. Isu ini dimainkan oleh Cak Imin ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk menyambut Pilgub Jateng 2018.
Penggunaan cantrang merupakan isu sensitif di wilayah Pantura Jateng yang berdampak sosial tinggi, tidak heran saat Cak Imin mengangkat masalah ini langsung menjadi pemberitaan nasional dan Presiden Jokowi pun sampai harus turun tangan. Di tingkat lokal dukungan Cak Imin terhadap penggunaan cantrang telah merubah peta politik di Jawa Tengah.
Wilayah Pantura tidak hanya menjadi lumbung suara, tetapi menjadi daerah 'lahan basah' bagi para politisi untuk menghimpun dana dari para pengusaha untuk modal di ajang pilkada. Bayangkan dari daerah-daerah pengguna cantrang tersebut mampu menghasilkan omzet ratusan milyar dari aktivitas mengeruk isi laut setiap bulannya. Jadi apa yang dimainkan oleh Cak Imin saat ini  merupakan kolaborasi yang sangat strategis untuk Pilgub Jateng 2018.Â
Marwan Jafar adalah tokoh yang dijagokan sebagai kandidat gubernur Jateng dari PKB. Sebagai mantan menteri, sosok ini seperti 'cantrang' bisa mengeruk suara apa saja dari yang kecil sampai yang besar, dari nelayan, buruh, petani sampai  pengusaha.
Informasi yang diperoleh penulis dari jaringan nelayan di Pantura, pasca diperpanjangnya moratorium penggunaan cantrang sampai Desember 2017, nama Marwan Jafar menguat di kawasan Pantura dari Brebes sampai Rembang. Tidak hanya di kalangan pengusaha kapal cantrang, sebagai mantan menteri yang menangani masalah desa, Marwan Jafar cukup mengakar di desa-desa di Jawa Tengah.
Masalah kemiskinan yang tinggi, pengangguran terus meningkat dan pembangunan yang tidak jelas arahnya di era Gubernur Ganjar membuat peluang Marwan Jafar semakin kuat. Harus diakui, popularitas Ganjar Pranowo di kalangan akar rumput Jawa Tengah terus menurun. Pembelaan membabi buta terhadap pabrik semen di Rembang, pencitraan di berbagai media dan pembiaran terhadap kelompok intoleran membuat kecewa berbagai kalangan, mulai dari petani, kelas menengah perkotaan, dan kelompok Islam tradisional.
Pengkhianatan 'Partai  Hijau'
Pembelaan Cak Imin terhadap penggunaan cantrang yang tidak ramah lingkungan merupakan pengkhianatan terhadap PKB sebagai partai hijau, kita tidak akan lupa pada tahun 2007 PKB telah mendeklarasikan dirinya sebagi partai hijau di Indonesia.
Sebagai partai hijau, seharusnya PKB mendukung upaya pelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Almarhum Gus Dur sebagai pengagas Kementerian dan Kelautan tentunya juga sangat kecewa cita-citanya mewujudkan laut sebagai sumber kesejahteraan rakyat Indonesia telah dirusak oleh partai yang didirikannya.
Alasan Cak Imin bahwa pelarangan penggunaan cantrang merugikan nelayan sungguh tidak mendasar. Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah cantrang di Jawa Tengah sudah mencapai 10.758 unit, sudah over kapasitas. Selain merusak ekosistem laut, para pemilik cantrang juga tidak membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dengan modus menurunkan kapasitas kapal (Markdwon). Akibatnya, negara kehilangan potensi PNBP mencapai 550,70 Milyar.
Yang lebih memprihatinkan, merekalah yang selama ini mengambil hak-hak nelayan kecil dengan menggunakan BBM bersubsidi. Bukan rahasia lagi para pemilik cantrang adalah orang-orang kaya yang selama ini dimanjakan oleh ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan. Pembiaran tersebut telah menimbulkan konflik horizontal antar nelayan kecil dengan pengguna cantrang di berbagai tempat.
Dari data-data di atas, sungguh pembelaan yang dilakukan oleh PKB telah melukai nelayan-nelayan kecil. Padahal nelayan kecil di sepanjang pantura Jawa Tengah mayoritas adalah warga NU. Mereka selama ini kurang diperhatikan, miskin, SDM rendah dan tanpa akses modal. Prinsip keadilan sosial yang seharusnya dijunjung tinggi oleh partai hijau telah diabaikan oleh PKB demi ambisi politiknya. Â
Sebagai partai yang lahir dari rahim NU, sudah saatnya PBNU turun tangan untuk menjewer PKB yang sudah tidak konsisten lagi membela rakyat terutama para nahdliyin yang menjadi nelayan kecil. PBNU mengambil alih peran PKB dalam menangani masalah nelayan melalui badan otonom.
Selain bisa melakukan pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, PBNU juga harus mendukung upaya pemerintah menjaga kelestarian laut dari penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan demi masa depan umat yang lebih baik. Kini sudah saatnya kita tenggelamkan cantrang dan beralih ke alat tangkap ramah lingkungan yang lebih beradab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H