Mohon tunggu...
Nurul Wachdiyyah
Nurul Wachdiyyah Mohon Tunggu... -

Perempuan. Masih muda belia. Mirip bulan purnama. Penyuka kawasan pecinan dan bangunan tempo dulu.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengolah Sampah dari Dapur: Kampanye Lingkungan Sehat Balitbang PUPR di "Car Free Day" Dago

6 Desember 2017   09:41 Diperbarui: 6 Desember 2017   10:33 1264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain membahas tentang konsep 3R (reuse, reduse, recycle),  bagi saya salah satu hal menarik tentang konsep recycle dan reuse yang beliau ceritakan tentang komposter. Di rumah saya menggunakan komposter bernama Takakura. Mendengar paparan beliau tentang komposter sederhana dari karung dan pot, kok terdengar lebih mudah diterapkan dibanding komposter Takakura ya. Bahkan komposter yang ditanam ke tanah dan komposter bernama Kascing (bekas cacing) juga menggiurkan untuk saya aplikasikan di rumah.

"Di mana saya bisa beli komposternya, Bu?" tanya saya kepada narasumber. Ia mengatakan untuk mendapat komposter tanam dan Kascing tersebut saya harus memesan terlebih dahulu. Kepada siapa, ia tidak memberi keterangan lebih detail.

Andai saja membeli komposter dan alat-alat yang berhubungan dengan pengolahan limbah rumah tangga semudah jajan beras di minimarket.

Saya menyayangkan kampanye lingkungan, utamanya limbah rumah tangga ini, masih minim penerapannya. Kampanyenya jalan terus, tapi target penerapannya yang gak terlacak. Pada prakteknya banyak yang masih malas menerapkannya. Kenapa coba?

Bila di masa mendatang Balitbang PUPR menyelenggarakan lagi kampanye lingkungan yang sehat, mungkinkah juga memajang komposter-komposter siap beli?

Orang Indonesia tuh pengennya langsung beli, malas merakitnya :D Termasuk saya, komposter Takakura saja saya membelinya di sebuah markas besar komunitas lingkungan di Bandung. Toko Organik namanya. Bila merakitnya sendiri saya harus menyiapkan satu wadah besar yang ada penutupnya, sekam yang dijadikan bantal, sekam untuk mengeram sampah organik, kardus, dan sekop. Alamak :D

Jujur saja susah banget nyari komposter di Bandung. Bila saja komposter ini dikapitalisasi dan mudah dijangkau seperti kita menjangkau barang-barang di minimarket, praktek pengolahan sampah dapur ini bakal cepat terealisasi.

Namun uraian Ibu Lia berikutnya mencerahkan, "komposter itu bisa sesederhana memanfaatkan karung tak terpakai. Masukan sampah organik ke dalam karung, simpan karung di tempat yang kering dan beralas batu kerikil agar air dari sampah organik mengalir dan tidak menimbulkan bau busuk," tuturnya lagi.

Komposter karung ini mulai terdengar menarik dan aplikatif untuk saya :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun