Beberapa fakta kualitatif tentang kemiskinan di Indonesia antara lain :
- Kemiskinan adalah permasalahan yang masih eksis dari waktu ke waktu.
- Kemiskinan mampu melumpuhkan semangat masyarkat, dan telah merasuki pikiran dan percaya bahwa kemiskinan adalah suatu kutuk atau nasib abadi.
- Kemiskinan mampu menghilangkan rasa kemanusiaan masyarkat dan mengubah sikap dan perilaku gotong royong, toleransi dan sikap saling menghormati.
- Kemiskinan mampu mengubah nilai nilai luhur dan budaya lokal dengan budaya asing.
- Adanya anggapan bahwa kehidupan yang lebih baik ada di perkotaan.
Indonesia telah mengalami proses urbanisai yang cepat dan pesat. Sejak pertengahan 1990-an jumlah absolut penduduk pedesaan di Indonesia mulai menurun dan saat ini lebih dari setengah total penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan (20 tahun yang lalu sekitar sepertiga populasi Indonesia tinggal di kota).
Menurut data dari Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2014 :
- Penduduk pedesaan yangg hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 13.8%
- Penduduk perkotaan yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 8.2%
Apa yang rahasia dibalik fakta angka dan fakta kualitatif di atas adalah bahwa bahwa kemiskinan adalah budaya setan kelas atas. Kita telah merdeka dan lepas dari penjajahan fisik pemerintah kolonial. Namun masih banyak mental dan pikiran masyarakat yang terjajah. Kita telah mampu menciptakan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehingga lebih instan dan telah mampu memberantas berbagai penyakit dengan penemuan ilmu/sains dan teknologi.
Namun, sampai abad millenium ini, belum ada solusi untuk mengakhiri kemiskinan secara masif bangsa ini. Berbagai usaha, bantuan telah diberikan oleh negara lain. Namun ada masalah mendasar dari kemiskinan masyarkat Indonesia. Ada banyak masyarakatnya yang “senang” dengan kemiskinan. Warisan yang diperoleh dari zaman purbakala.
Senang menjadi miskin adalah ungkapan lain dari manusia yang senang menunggu, senang bermalas-malasan, senang menderita asalkan tidak menderita sekali, senang untuk dipekerjakan orang lain, senang menerima dari orang lain, senang mengemis, budaya senang dibantu, dan bangga bekerja atas diperintah orang lain yang lebih berkuasa. Bahkan banyak masyarakat miskin yang ingin tetap digolongkan sebagai masyarakat miskin agar tetap menerima bantuan pihak lain. Masyarakat banyak tertidur dengan lahan Seharusnya manusia belajar banyak dari berbagai tragedi kemanusiaan akibat kemiskinan.
Kemiskinan Bukan Kutuk Kekal
Sebaliknya, ciri-ciri manusia yang menolak budaya miskin antara lain adalah adanya rasa malu ketika menerima bantuan, malu pemberian orang lain, semangat dan inisiatif yang tinggi, tidak berpatokan terhadap kerja keras, namun selalu gigih mencari ide baru dan cara kerja kreatif agar lebih produktif. Kemiskinan bukanlah kutuk kekal. Setiap orang miskin berhak dan memiliki kesempatan yang sama untuk berubah. Namun hal yang pertama yang harus dirubah adalah mengubah pola pikir miskin menjadi pola pikir berkarya. Setelah negara-negara Barat, negara-negara seperti Jepang, India, Cina telah mampu mengubah budaya-budaya miskin dengan mendorong setiap masyarkat untuk berkarya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H