Mohon tunggu...
Riana_himawan
Riana_himawan Mohon Tunggu... -

cewek cute

Selanjutnya

Tutup

Puisi

petasan

21 September 2011   00:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:46 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Yang di nantikan saat ramadhan adalah bermain petasan. saat di bangku SD petasan dengan harga Rp. 500 sudah ku dapatkan 10 biji petasan. Jika harus tiap pagi aku berjalan menyusuri jalan rel kereta api dengan teman ku, pasti ratusan uang yang ku habiskan. Hingga ada sesuatu terjadi pada temanku, dan menjadikan aku berfikir, bagaimana agar petasan menjadi aman dan tidak lagi berbahaya.


SMP kelas satu aku mulai ikut tetanggaku membuat petasan, karena aku ingin sekali membuat petasan yang tidak berbahaya. suatu hari aku berhasil membuat kembang api itu namanya sekarang. krena aku tidak tau harus memberinya nama apa?? dan anak-anak kecilpun banyak sekali yang suka.


Akhir di bangku kelas tiga, ibuku melarangku untuk meneruskan apa yang aku buat, karena aku hampir ujian akhir nasional. Dan mencapai nilai yang maksimal, agar dapat ke SMA faforit. aku meng 'iya' kan. Tapi banyak sekali anak-anak yang datang kerumahku, memintaku agar aku membuatkan mereka kembang api. aku memohon ijin pada ibuku, dengan berjanji tidak lupa belajar, dan tekun belajar. ibuku pun meng 'iya' kan.


Saat ujian nasional pun usai, menunggu adalah hal yang membosankan, tapi bagiku menunggu adalah suatu hal yang mendebarkan. Setelah namaku di panggil, alhamdulillah, aku dapat nilai tertinggi di kelasku. ibuku bangga padaku.


SMA aku mulai berkreasi dengan sangat hati-hati sekali semakin banyak sekali berita di TV anak-anak yang terkena petasan. Aku masih berfikir untuk membuat petasan yang aman, dan mencari cara yang aman pula. suatu hari, tetanggaku mendapatkan ide, dan aku mencobanya dengan racikan yang di sajikan, aku yang membuat wadahnya yang aman seperti apa. setelah selesai, kami mencobanya, dan ternyata berhasil, jadilah petasan/ kembang api yang terbang ke atas, entah apa namanya. melompat keatas hanya berbunyi "shaaash"... ada lagi yang berbunyi "cuiiiiing". Aku berhasil pikirku.


Sangat laris terjual dan tinggi permintaan. Aku berpenghasilan sendiri dan mampu membiayai sekolahku sendiri. tapi aku tidak puas disitu saja. aku ingin kembang api dengan macam-macam gaya dan warna, aku mencoba dan masih mencoba. Tidak terasa aku sekarang sudah kelas 3 SMA. ini benar-benar harus aku persiapkan. suatu hari ada praktek kimia, aku mencoba praktek di rumah usai sekolah. kembali aku menghampiri rumah tetanggaku ku katakan padanya "ada formula baru, mari kita coba".


kembang api yang sangat indah tercipta, dengan diameter 8.0 di angkasa. Sangat indah, dan aku puas. aku bisa tenang mengerjakan ujian akhir nasional yang kurang 3 hari saja. ujian pun usai. aku menunggu hasil yang ku peroleh saat ujian. debar hatiku semakin kencang saat nama temanku yang absensinya di atasku sudah di panggil. "doakan aku bu" ucapku pada ibuku. "Pradito wardhana" aku di panggil bu, aku melngkah dengan santai, agar tak terlihat gugup, dan tegang."'Selamat Dito kamu sudah menempuh ujian dengan baik, dan mendapatkan nilai terbaik pula di kelas ini". kata ibu guruku. Senangnya hatiku tidak terkira, ku sujudkan tubuhku ku cium lantai yang ku pijak dengan ucapan syukur pada Yang Maha Esa.


Ku hampiri ibuku, dan kuciumi tangannya berkali-kali. ku ucapkan "terima kasih ibu". aku pulang dengan riang dan menunggu saat wisuda tiba.


1 Minggu berlalu, aku di wisuda, tepat saat namaku di panggil aku mendapatkan beasiswa kuliah ke jakarta, dan uang sebesar Rp. 5.000.000,-.


Saatnya aku berangkat ke jakarta, aku meninggalkan kampung halamanku, juga ibuku. aku memohon restunya. "doakan aku selalu bu, agar aku selalu dalam lindungannya, setelah sampai di sana aku akan menelpon kerumah". karena uang yang di berikan dari sekolah ku belikan telpon rumah dan televisi.


aku memulai usaha petasanku di jakarta, tapi bukan semacam petasan lagi, semacam kembang api yang bernama "slash door!" itu nama yang di berikan tetanggaku. Ku mulai dari nol lagi, sampai sekarang menginjak semester ke 6 sudah cukup tabunganku untuk hidup di kampungku dan membuka pabrik disana.


Aku sudah di wisuda. kumlot. nilai yang sangat memuaskan. Aku di minta untuk bekerja di kantor terbesar di jakarta, tapi aku tidak mau, karena aku ingin hidup kembali di kampungku,, dan hanya bersama ibuku lagi. Aku pulang dengan ijazah dan ibuku yang berseri-seri wajahnya.


Tetanggaku yang ku ikuti bekerja membuat petasan dari kecil sudah ku anggap seperti bapakku sendiri, karena sejak SD bapakku sendiri sudah tidak pernah ku tau kemana dan dimana sekarang. dia pergi meninggalkan aku dan ibuku. "Ayo pak kita bikin pabrik saja, anak muda di kampung ini kita ajak sekalian" ajakku.


Semakin hari semakin besar, dan usaha kami sudah ada cabang di berbagai kota. aku dan ibuku sekarang hanya tinggal menerima uang, hasil penjualannya saja. Ibuku bangga padaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun