Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mental Guru Perlu Direvisi

15 Maret 2019   14:25 Diperbarui: 15 Maret 2019   14:57 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pemberitaan media akhir-akhir ini perihal peran guru dalam dunia pendidikan di Indonesia terasa cukup miris. Guru tidak lagi menjadi sosok penuh kasih, pengajar dan pendidik yang disegani. Guru telah berubah menjadi pelaku pelecehan seksual dan penganiaya muridnya.

Selain pelaku kekerasan dan tindakan pelecehan seksual, guru diberitakan sebagai pembocor soal ujian nasional (UN) untuk murid-muridnya (Kompas, 10 Mei 2014); sebuah tampilan wajah lain yang agak ramah dan membantu tetapi secara substansial justru merugikan peserta didik.

Mental Kurang Terpuji

Ada beberapa persoalan penting yang perlu diuraikan antara guru yang menganiaya dan melecehkan, dengan guru yang berusaha ramah dan berbaik hati dengan membocorkan soal ujian nasional.

Pertama, guru yang menganiaya dan melecehkan adalah tindakan guru yang berada di luar batas kewajaran. Sebagai seorang pendidik dan pengajar, guru tidak pantas menganiaya murid dan melakukan pelecehan seksual karena tindakan tersebut hanya (pantas) dilakukan oleh para penjahat, preman dan orang-orang yang dari segi ilmu pengetahuan sangat terbatas.

Sedangkan, guru adalah manusia bermutu yang memiliki wawasan ilmu keguruan. Mereka memahami dunia pendidikan, dan mengenal karakter para murid. Karena itu, sangat tidak wajar, seorang guru melakukan kekerasan fisik dan seksual terhadap peserta didik.

Kedua, guru yang membocorkan soal ujian nasional adalah guru yang salah mengungkapkan maksud baik. Ada keinginan atau niat baik untuk meluluskan murid dengan cara yang tidak baik. Niat baik tidak bisa diungkapkan dengan cara yang tidak baik. Guru tidak boleh 'menolong' murid agar lulus ujian dengan membocorkan soal. Bukankah dengan demikian, guru telah mengajarkan tindakan penyelewengan, penyimpangan (baca: korupsi) kepada peserta didiknya?

Guru bermaksud baik dengan membocorkan soal ujian nasional, dengan harapan agar semua murid lulus ujian, sehingga sekolah mendapatkan predikat baik, dan mendapatkan pujian dari masyarakat luas. Maksud baik guru tersebut berbenturan (kontradiktif) dengan pendidikan budi pekerti (etis-moral) yang akhir-akhir ini sudah sekian terpinggirkan atau terabaikan. Faktanya, banyak sekolah di Indonesia yang mengukur kemampuan muridnya hanya dari kecerdasan intelektual, sedangkan kecerdasan mental tidak diperhitungkan bahkan diabaikan. Ujian Nasional menegaskan hal itu.

Barui Mental

Ujian nasional hanya mengukur kemampuan murid dari kecerdasan intelektual. Konsep tersebut juga dipraktikkan di sekolah-sekolah. Banyak sekolah kian tidak peduli terhadap persoalan kecerdasan emosional, seperti sikap simpati, empati dan kejujuran. Murid yang baik sekalipun, kalau nilai ujian nasionalnya tidak memenuhi standar, mesti menerima kenyataan "tidak lulus".

Pengabaian terhadap pendidikan budi pekerti (nilai etis-moral) menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan, karena tidak mampu membentuk moral peserta didik secara baik. Akhirnya, para murid tersebut kemudian, ketika menjadi guru juga mengabaikan nilai budi pekerti dalam memberikan penilaian terhadap peserta didiknya. Proses yang terabaikan dalam pembentukan karakter melahirkan lingkaran setan pengabaian terhadap nilai pendidikan budi pekerti dalam dunia pendidikan.

Para murid yang menjadi pilar utama dunia pendidikan, dalam proses menjadi guru, juga tidak ditanamkan secara kuat dengan nilai-nilai budi pekerti. Nilai-nilai yang diajarkan agama juga tidak mampu menjadi bekal untuk menangkal tindakan penyelewengan dan pelecehan (seksual). Akibatnya, guru menjadi predator seksual, dan preman yang membunuh karakter kepribadian anak didik.

Guru tidak dipersiapkan secara mental untuk menjadi pendidik dan pengajar yang baik, sehingga guru terjebak dalam perbuatan di luar kewajaran sebagai guru. Guru bahkan tidak mampu membedakan secara tegas antara yang baik dan yang buruk; antara memukul dengan maksud mendidik dengan memukul untuk mengungkapkan rasa marah.

Dalam konteks kasus pembocoran soal ujian nasional, guru 'berjuang' meluluskan murid-muridnya melalui cara yang tidak etis. Membocorkan soal ujian nasional dengan intensi meluluskan peserta didik adalah cara tidak etis untuk mengungkapkan niat baik. Dengan demikian, sikap moral yang tegas harus dimiliki oleh guru yang dalam proses "pendidikan menjadi guru" dibekali dengan nilai-nilai moral.

Persoalan etis-moral ini kemudian merambat ke dunia birokrasi. Dunia pendidikan dengan proses yang tidak jujur menghasilkan output (lulusan) yang tidak jujur pula. Korupsi yang sedang merajalela di Indonesia saat ini merupakan dampak makro dari dunia pendidikan yang terlampau menekankan kecerdasan inteketual dan mengabaikan aspek pendidikan budi pekerti.

Keseimbangan aspek intelektual dan aspek budi pekerti menjadi kebutuhan mendesak untuk merevolusi mental pendidikan Indonesia yang bertahun-tahun berada dalam sistem yang (sangat) buruk. Guru harus menjadi sumber daya yang selalu diperhatikan melalui pembekalan jasmani (gaji yang cukup) dan pelatihan serta pembinaan menuju profesionalitas.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun