Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Demi Generasi Emas Garuda Muda U19

13 Maret 2019   16:48 Diperbarui: 13 Maret 2019   17:13 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepak bola selalu membuat saya bersedia menunggu. Darah ini memang bukan darah pesepak bola, tapi dalam pikiran dan perasaan bayang-bayang tentang sepak bola selalu muncul. Saya bukan terlahir dari keluarga pesepak bola. Ayah saya adalah seorang petani sederhana, tapi jenius karena memiliki naluri pedagang dan pebisnis. Sejak zaman berlayar menggunakan perahu layar, ayah saya sudah berani menyeberang dengan perahu layar dari Flores ke Pulau Jawa untuk berniaga. Cerita singkat ini saya dapatkan dari penuturan ayah sewaktu kecil karena saya sering bersama dia termasuk saat ayah berkeliling sebagai pedagang di pasar-pasar, dekat tempat kelahiran saya.

Entah dari mana asal-usulnya sampai sepak bola begitu berakar dalam diri saya. Walaupun sedang membaca buku-buku yang terkait dengan tesis, maaf berbangga sedikit karena pernah menjadi mahasiswa S2 di Universitas Atma Jaya Yogyakarta tahun 2012-2013, saya selalu menyempatkan diri untuk menonton sepak bola lewat layar kaca. 

Iya, semua berita, highlights, cuplikan, pertandingan, dan segala sesuatu yang terkait dengan sepak bola selalu menyita perhatian saya. Saya tidak akan pernah melewatkan sepak bola, termasuk pertandingan malam ini (20/09/2013) antara Indonesia VS Timor Leste. Semi final AFF Cup ini secara kebetulan mempertemukan dua negara yang sebelumnya adalah sebuah  negara kesatuan. Timor Leste memisahkan diri melalui referendum setelah melewati proses politik yang panjang dan memakan korban jiwa.

Udara panas di Sidoardjo, menambah panas tensi sebelum pertandingan. Inilah yang disebut psywar (perang urat saraf) yang sering terjadi dalam liga-liga Eropa ketika pertandingan klub-klub besar terjadi. Walaupun jauh di Jogja saya merasakan suasana panas, karena teman-teman Timor Leste se-kos saya menciptakan udara 'panas' tersebut. Sebenarnya inspirasi untuk tulisan ini muncul sejak saya mulai menekuni halaman demi halaman novel Tetralogi Pramoedya Ananta Toer. Saya merasa bahwa semua perasaan harus dituangkan dalam tulisan, karena menulis adalah bekerja untuk keabadian, termasuk menulis tentang rasa yang mendalam terhadap sepak bola.

Evan Dimas Darmono, nama yang sangat menonjol dalam perhelatan AFF U-19 tahun 2013. Sebagai playmaker, Beliaulah sosok muda pengatur serangan masa depan Timnas Indonesia. Sosok playmaker seperti Evan Dimas, demikian sang Kapten Timnas U19 itu sering dipanggil, jarang, bahkan sulit dijumpai dalam belantika sepak bola tanah air. Gelandang seperti, Ahmad Bustomi dan Ponaryo Astaman, hemat saya kalah kelas dengan sang playmaker muda tersebut. Mendapatkan materi latihan khusus dari Joseph Guardiola di Barcelona, Evan Dimas paham betul bagaimana harus mengatur Irama permainan sepak bola. Sosok yang mengidolakan Xavi Hernandez ini juga, pandai mengatur ritme, bak seorang dirigen yang mengatur harmonisasi orkestra Timnas U19. Hal itu terasa lengkap dengan pembuktian Evan Dimas mencetak lima gol selama pertandingan di babak penyisihan grup. Rupanya, selain rasa kebangsaan dan kebanggaan yang besar dalam diri saya, saya juga ingin menonton Timnas U19 2013 karena ada sang pemain idola, Evan Dimas.

Malam ini adalah malam penuh ketegangan, ketika Timnas Indonesia U19 harus berjumpa dengan Timnas Timor Leste, negara pecahan Indonesia yang berpisah dari Indonesia sejak tahun 1999. Setelah diberikan opsi oleh presiden Habbibie, rupanya orang-orang Timor Leste memang kompak untuk memisahkan diri dari NKRI. Pemisahan tersebut seakan berbuah manis, paling kurang dalam olahraga populer seperti sepak bola. 

Orang-orang Timor Leste memang berbakat soal sepak bola. Namun, sejak masih bergabung dengan Indonesia, sumbangan pemain berbakat dari Timor Leste tidak tampak. Pemain-pemain berbakat dari negara baru tersebut, sebelumnya bermain di Kupang dan Flores. Sebagai orang Flores, saya pernah menyaksikan kelihaian anak-anak Timor Leste memainkan si kulit bundar. 

Tapi untuk AFF U19 saya belum pernah sekalipun  menyaksikan para pemain Timor Leste beraksi di lapangan hijau, saat mereka masih bergabung dengan Indonesia. Selain pertandingannya dihelat di Gresik dan Sidoardjo yang jaraknya cukup jauh dari Jogja, MNCTV, saluran televisi swasta yang menyiarkan pertandingan AFF tersebut tidak pernah menyiarkan secara langsung pertandingan Timnas Timor Leste. Maklum media itu bisnis dan bisnis itu media.

Sebagai 'kuda hitam' dalam AFF U19 tahun 2013, Timor Leste sudah menunjukkan kelasnya dengan menumbangkan Laos, Filipina dan Singapura dan menjadi juara grup A. Menurut sejumlah pemberitaan di media massa Nasional, Timnas Timor Leste memiliki kekuatan fisik dan serangan balik yang berbahaya. Mereka memiliki pemain-pemain sayap yang sangat cepat dalam berakselerasi dan memberikan umpan sempurna ke jantung pertahanan lawan. Gol-gol Timor Leste di babak penyisian umumnya lahir dari serangan sisi sayap. Kelebihan Timnas Timor Leste mesti diperhatikan secara serius oleh pelatih Timnas Indonesia U19, Indra Syafrie. Pelatih Timnas Indonesia U19 tersebut memang sejauh ini sudah menunjukkan kualitasnya sebagai pemimpin karena mampu mengatasi harimau muda Malaya (Timnas Malaysia) dalam pertandingan terakhir penyisihan grup yang menentukan langkah Timnas Indonesia ke semi final. 

Ujian tersebut datang lagi, ketika pada malam mini, Timnas U19 mesti berjumpa dengan Timor leste di babak knockout. Timnas Indonesia memang tidak memiliki beban masa lalu terhadap Timnas Timor Leste. Maksudnya belum pernah mengalami kekalahan memalukan dari Timor leste, kecuali pertandingan AFF U16 beberapa tahun yang lalu. Namun, hal itu tidak boleh memunculkan perasaan anggap remeh Timnas Indonesia terhadap Timor Leste. Dalam sepak bola tidak ada yang tidak mungkin. Apalagi Timor Leste sudah membuktikan permainan mereka di babak penyisihan grup.

Tiket pertandingan malam ini, sudah selesai terjual. Hal itu menunjukkan antusiasme penonton Indonesia terhadap Tim kebanggaannya. Antusiasme dan semangat para penundukung harus dibayar dengan penampilan apik pasukan garuda muda pimpinan Evan Dimas Darmono. Sang kapten nan brilian ini harus menularkan tuah ketenangan kepada rekan-rekan agar tidak bermain grogi, panik, dan terburu-buru saat ditekan lawan. Permainan cantik dan kompak pasukan Garuda Muda diharapkan mampu meredam serangan cepat sisi sayap Timor leste (Tulisan ini dihasilkan sesaat menjelang pertandingan semi final AFF Cup U19 antara Timor Leste VS Indonesia).

Bagaimana dengan sepak bola di Flores, tanah airku? Saya merindukan perkembangan sepak bola Flores, namun kerinduan ini terbentur oleh keterbatasan finansial. Orang-orang Flores yang berbakat bermain bola itu tentu merindukan hal yang sama, namun keterbatasan dan label kemiskinan tidak dapat dipungkiri karena sepak bola membutuhkan dana yang besar.

Jangan dulu bicara sepak bola flores. Memang Flores itu tempat kelahiranku. Tanah kelahiran yang terbatas dalam berbagai hal, tetapi soal bakat sepak bola belum bisa dikatakan terbatas. Banyak anak muda berbakat yang kalau dilatih secara baik akan berkembang dengan baik, seperti permainan Timnas Timor Leste yang baru saja aku saksikan melawan Timnas Indonesia U19 (20/09/2013). 

Walaupun pada semi final tersebut mereka menelan kekalahan 2:0 dari Indonesia, tetapi sepak bola negara baru tersebut menunjukkan perkembangan yang signifikan. Permainan Timor Leste menunjukkan sinyal positif bahwa orang-orang Timur Indonesia, selain Papua memiliki bakat sepak bola yang luar biasa. Pertandingan semifinal yang penuh peluh, keringat, dan air mata, akhirnya dimenangi Timnas U19.

Dan, sebagai pencinta Timnas Indonesia, saya harus memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Evan Dimas, cs yang sudah memenangkan pertandingan semifinal melawan Timor leste. Evan tetap menjadi sosok yang saya idolakan. Dia telah menunjukkan kualitas dan kematangannya bahwa dia pantas menjadi bintang Timnas Indonesia di kemudian hari. 

Indonesia membutuhkan gelandang kreatif dan bervisi seperti sosok Evan Dimas. Surabaya memang selalu melahirkan pemain berbakat. Andik Vermansya menjadi sosok pemain Timnas yang sedang bersinar saat ini. Walaupun bertubuh mungil permainan cantik dan skillfull membuat sosok yang satu ini disegani lawan-lawan.

Saya masih bicara soal kecerdasan Timna U19 di bawah komandan sang kapten, Evan Dimas. Permainan tim tersebut mengundang decak kagum para penikmat sepak bola tanah air  lantaran operan ala tiki taka Barca yang dipertontonkan malam hari ini, sangat memukau. Mereka seolah-olah mengajarkan Timnas Timor Leste bagaimana bermain bola dengan baik dan benar. 

Kecerdasan tersebut perlu dipelajari oleh para pemain dari Indonesia Timur Indonesia, agar dalam bermain bola tidak hanya mengandalkan fisik tetapi kecerdasan intelektual. Orang Flores dan Papua mungkin lebih banyak mengandalkan otot dalam bermain bola, tetapi orang-orang dari jawa dan Sumatra memainkan sepak bola yang cerdas, tidak hanya mengandalkan fisik tetapi visi dan kecerdasan memainkan si kulit bundar.

Perkembangan sepak bola Indonesia memang lebih menonjol pada remaja yang menghuni pulau jawa karena pembinaan sepak bola yang bagus dan continue (berkesinambungan) lewat sekolah bola. Mereka mendapatkan fasilitas sepak bola yang baik dengan didukung klub-klub sepak bola profesional yang bisa mengasa bakat anak muda tersebut. Sementara di Indonesia Timur, praktis hanya Papua yang menonjol secara nasional dengan klub kebanggaan mereka, Persipura Jayapura.

 Sekarang, Papua memiliki beberapa tim profesional seperti, Persira Raja Ampat, Persidafon Dafon Sorong, dll. Para pemain di bumi cendrawasih ini lahir bak jamur di musim hujan. Tidak pernah kehabisan stok pemain muda berbakat di Bumi Papua. Tapi pertanyaannya, mengapa di Timnas U19 tahun ini (2013) tidak ada wajah papua yang tampil membela Timnas. Mungkin pelatih Timnas, Indra Sjafrie mengutamakan kekompakan, sehingga hanya memilih para pemain yang sudah saling mengenal sejak berusia dini. Para pemain muda U19 seperti Edan Dimas, Maldini dan Ilhamnudin Armayn sangat menonjol dalam Timnas U19. Mereka diharapkan membawa angin segar bagi sepak bola nasional dengan menjuara turnamen AFF Cup Tahun 2013.

Kini, Timnas yang diarsiteki pelatih berbakat Indra Sjafri akan bersua Vietnam di partai puncak hari minggu (22/09/2013). Mampukah garuda jaya ini memenangkan partai puncak? Kita tunggu aksi-aksi mereka di partai final AFF Cup 2013. (CATATAN SEBELUM TIMNAS U19 JUARA PIALA AFF 2013).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun