Lesson Learned
Meski tidak sampai ke tingkat panik, saya cukup hawatir juga ketika mendengar cerita anak saya. Tapi ketika ia menjelaskan perasaan sedikit tenang. Sebenarnya kehawatiran saya bukan sekedar persoalan ini, tapi menyangkut bagaimana pendidikan seks mau diajarkan sejak dini? Bagaimana metodologinya? Hal-hal apa saja yang penting untuk dikenalkan pada usia anak-anak?
Terus terang karena dipengaruhi kultur masyarakat pedesaan, kadang saya risih menjelaskan masalah seks terhadap anak. Termasuk ketika menjelaskan alat reproduksi. Makanya saya memahami kalau istri saya menggunakan istilah "burung". Mungkin dia juga risih. Meski saya sadar istilah itu kurang bijak karena akan mengacaukan persepsi anak tentang konsep "burung".
Melihat perkembangan saat ini dimana masalah seks sudah bukan hal tabu dibicarakan, diberitakan, dipertontonkan dan dengan mudah bisa diakses melalui media informasi tentu harus disikapi secara bijak. Mendidik anak saat ini, saya sadar, sangat berbeda dengan zaman saya masih anak-anak. Tetapi merubah mindset terutama menyangkut pendidikan seks butuh proses, karena pengalaman saya memang tidak mudah.
Saya pernah membaca sebuah tulisan yang menjelaskan hasil penelitian di masyarakat eropa (lupa sumbernya). Menurut hasil penelitian itu, ternyata mendidik anak untuk pantang melakukan seks bebas lebih berhasil ketimbang mengenalkan pendidikan seks. Dalam tulisan itu memang tidak dijelaskan bagaimana metodologi mendidik anak untuk pantang melakukan seks bebas.
Namanya anak-anak ya...sesama burung dipamerkan. Meskipun dalam hati saya berujar, "Nak...kok saling pamer burung sih..."
matorsakalangkong
sumenep, 10 juni 2011
catatan : mau upload foto gak jadi karena (1)susah banget (2)bingung mau dikasih "burung" atau burung...he..he...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H