Mohon tunggu...
Teuku Zulkhairi
Teuku Zulkhairi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/Dosen

Seorang manusia yang penuh kekurangan. Namun mencoba bersyukur atas banyaknya nikmat Allah Swt.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar dari Erdogan dan Upayanya Membangun Turki

16 Agustus 2015   11:50 Diperbarui: 16 Agustus 2015   11:50 1123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Erdogan dan Shimon Peres"][/caption]Belajar dari Erdogan

Oleh Teuku Zulkhairi, MA 

Alumnus Pascasarjana IAIN Ar-Raniry Banda Aceh dan Dayah Babussalam Matangkuli Aceh Utara.

 

          Presiden Turki, Receb Tayeb Erdogan beberapa waktu lalu datang ke Indonesia dengan menawarkan beberapa kerjasama antar kedua negara. Terlihat, umat Islam Indonesia menujukkan ekspektasi tinggi menyambut kunjunganErdogan. Sosok ini mulai digandrungi umat Islam ketika dalam forum ekonomi dunia di Davos tahun 2009 berani melabrak Simon Peres, Presiden Israel. Sejak saat itu, nama Erdogan kian digandrungi umat Islam sejagad. Ketika Erdogan dan partainya AKP (Adalet Kalkimina ve Partisi) memenangi pemilu di Turki, media massa mengabarkan umat Islam di berbagai negara menyambut dengan gembira. Di balik itu, faktor keberanian Erdogan bersuara secara lantang membela umat Islam yang tertindas di berbagai belahan dunia juga turut mendongkrak popularitas Erdogan. Ketenaran Erdogan di mata umat Islam kini praktis telah menenggelamkan nama besar mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang sebelumnya juga menjadi idola sebagian umat Islam dunia.

 

Lebih dari itu, statemen-statemen dan kebijakan politik Erdogan telah dirasa mewakili pemikiran dan cara pandang umat Islam umumnya. Misalnya, pada suatu ketika Erdogan berkata: “Tanah air saya adalah dimana suara azan dikumdangkan”. Kalimat ini begitu terkenal karena memang mampu mengingatkan kembali umat Islam sedunia bahwa antar umat Islam saling terikat secara akidah, bahwa persaudaraan Islam tidak mengenal batas teritorial. Ini sesuai dengan prinsip cara pandang Islam (Islamic Worldview) yang dipahami umat Islam. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Umat Islam itu seperti tubuh yang satu”. Cara pandang seperti ini sesungguhnya amat diperlukan oleh umat Islam di zaman seperti di tengah berkurangnya toleransi dan persaudaraan antar sesama Islam di saat sebagian umat Islam mengalami penindasan di berbagai belahan dunia.

 

Namun di balik itu, penting dicatat bahwa popularitas Erdogan yang tinggi ini bukan semata karena suara lantang Erdogan membela umat Islam yang tertindas oleh penjajahan, namun juga karena Erdogan dan partainya telah mampu mengeluarkan Turki dari jurang kehancuran dan membangun Turki menjadi negara maju dan modern yang sekaligus menghargai setiap keyakinan. Misalnya, setelah sekian lama rezim sekuler Turki melarang wanita muslimah menggunakan jilbab di tempat umum, setelah 10 tahun berkuasa AKP danErdogan akhirnya mampu merubah aturan tersebut sehingga kini wanita Muslimah berjilbab terlihat hampir di setiap pojok tanah Turki.

 

Di masa Kekhalifahan Islam, Turki merupakan wilayah besar yang meliputi Asia dan Eropa. Setelah kekhalifahan diruntuhkan Mustafa Kamal Ataturk, Turki dijuluki “the sick man” di Eropa karena  bukan saja tidak mampu membantu negara lain, namun juga kesulitan mengurus diri sendiri. Sistem ‘Sekulerisme-Kemalis’ yang diterapkan Turki pasca runtuhnya Khilafah telah membuka kran bagi munculnya Tuan-Tuan Istanbul (Lord Istanbul) yang ‘menjarah’ sumber daya bangsa Turki dengan sistem kapitalismenya.

 

Lord Istanbul, Kuku kapitalisme

Dengan sistem sekuler ini, Tuan-Tuan Istanbul yang terkoneksi dengan jaringan Masonik dan kapitalisme Internasional ini kian leluasa menguras kekayaan bangsa Turki dengan membudayakan ekonomi kapitalis dan sistem ribawi dalam perbankan. Lord Istanbul yang dipelihara rezim sekuler Turki adalah penguasa Turki yang sesungguhnya, siapapun pemimpinnya. Dengan uang riba yang mereka peroleh dari kekayaan bangsa Turki, mereka bukan hanya menguasai ekonomi Turki, namun juga menguasai politik, pendidikan, hingga media massa.

 

Mereka mendirikan bank-bank swasta, meminjamkan uang mereka ke negara untuk kemudian menarik bunga riba sebanyak-banyaknya sehingga menyulitkan Turki untuk bangkit. Apalagi, jaringan kapitalisme internasional di luar Turki seperti IMF (International Moneter Found) yang bekerjasama dengan Tuan-Tuan Istanbul ini senantiasa sigap memasung Turki dengan uang-uang pinjaman yang membuat Turki sulit untuk bangkit.

 

Dalam bidang politik, Lord Istanbul ini secara leluasa menentukan siapa saja wakil rakyat di parlemen yang mereka kehendaki. Dalam bidang pendidikan, pelarangan mata pelajaran agama di sekolah-sekolah dan pelarangan memakai pakaian Muslimah di tempat-tempat umum adalah sesuatu yang telah jamak diketahui masyarakat dunia pernah berlaku di Turki.

 

Barangkali, penguasa sekuler paham betul bahwa sekulerisme akan ambruk jika mereka membiarkan bangsa Turki dekat dengan Islam, agama mereka sendiri. Bahkan, larangan-larangan itu berujung pada hukuman mati kepada Adnan Menderes, perdana Menteri terpilih Turki di era 1960 karena ia mencoba mengembalikan Islam dalam kehidupan masyarakat Turki. Padahal, umat Islam di negara tersebut adalah mayoritas. Jika ada pemimpin Turki yang mencoba melawan, seperti Perdana Menteri Najmuddin Erbakan, ia langsung dikudeta dan partainya pun dibubarkan.

 

Kunci Erdogan bangun Turki

Setelah satu dekade silam Erdogan dan AKP memimpin Turki, Turki bangkit secara dramatis. Setelah itu berturut-turut AKParti menang dengan jumlah suara mutlak dalam pemilu Turki, suatu capaian yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah Turki lama. Partai Refah yang Islamis yang pernah memenangi pemilu Turki pun tidak pernah meraih suara sebanyak itu. Bahkan dalam pemilu legislatif tujuh Juni lalu, AKParti juga kembali menang melebihi 40 persen suara secara nasional, suatu capaian yang fantastis bagi suatu partai “Islamis” di negara yang secara resmi masih menggunakan sistem sekuler sebagai ideologi negara.

 

Lalu apa kunci Erdogan membangun Turki menjadi negara maju dan modern seperti saat ini? Inilah yang paling menarik dicermati muslim di Indonesia. Dalam perjalanannya, Erdogan paham betul persoalan mendasar Turki lama. Itu sebab, sejak awal kepemimpinannya, Erdogan langsung “memotong” urat nadi Tuan-Tuan Istanbul yang menjalankan praktek riba dan kapitalisme di tengah-tengah penderitaan bangsa Turki. Kapitalisme sesuai dengan prinsipnya memang selalu menjajah dan memenjarakan manusia, dan kapitalisme ini mengambil manfaat sangat besar dari sistem sekuler di negara Turki. Mengapa disebut mengambil manfaat, karena mereka tidak akan bisa menjalankan praktek kapitalisasi tanpa paham sekuler. Sekuler membenci kehadiran agama dalam negara, sementara Islam adalah sistem yang menentang sekulerisme karena berakibat pada munculnya kapitalisme. Itu sebab, suatu ketika dalam rekaman yang masih bisa kita saksikan di Youtube, Erdogan mengatakan: “Jangan mengaku Muslim jika pada saat yang sama anda mengaku sekuler”. Atau ungkapannya yang lain, “Sekulerisme telah gagal membangun Turki, dan kami akan segera menggantikannya”.

Setelah Erdogan berhasil “memotong” urat nadi Tuan-Tuan Istanbul ini, aliran kekayaan bangsa Turki, dari sebelumnya mengalir ke tuan-tuan Istanbul ini akhirnya bisa diarahkan ke pembangunan infrastruktur Turki, pendidikan dan sebagainya. Maka saat ini kita bisa menyaksikan Turki baru yang modern di segala bidang. Lebih dari itu, kini Turki juga mampu membantu negara-negara lain, sampai ke Indonesia. Lembaga pendidikan Turki hadir di berbagai negara. Bahkan, lihatlah NGO terbesar Turki seperti IHH, yayasan Sulaimaniya dan lain-lain, mereka hadir hampir di setiap negara untuk membantu masyarakatnya. Yang fantastis, dilansir dari berbagai sumber, Turki baru dibawah Erdogan telah melakukan lompatan ekonomi yang besar, dari rangking 111 dunia ke peringkat 16, dengan rata-rata peningkatan 10 % pertahun, yang berarti masuknya Turki kedalam 20 negara besar terkuat (G-20) di dunia.

 

Ini pelajaran penting bagi Indonesia. Bahwa jika Indonesia ingin bangkit seperti Turki, meskipun tidak semua metode mereka bisa kita pakai, namun setidaknya cara Erdogan membangun Turki dengan ‘memotong’ tangan-tangan Tuan-Tuan Istanbul yang kapitalis ini menarik dikaji. Sebab, sesungguhnya kita pantas bingung mengapa Indonesia yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) melimpah namun rakyatnya tetap miskin. Tentu saja, sebab terbesar adalah karena kita telah dimiskinkan oleh sistem kapitalisme. Kekayaan bangsa ini tidak didistribusikan bagi warga negara, melainkan hanya memperkaya pihak asing dan elit-elit tertentu yang terkoneksi dengan jaringan kapitalisme internasional.

Jikapun ada agenda pemberantasan korupsi di negara kita, maka fakta yang kita saksikan selama ini agenda tersebut selalu sarat dengan muatan politis. Agenda pemberantasan korupsi praktis tidak mampu menjangkau para kapitalis lokal-korporasi global yang secara jelas telah berperan dalam memiskinkan rakyat kita.  Maka tidak salah, jika kita simpulkan, metode Erdogan dalam membangun Turki adalah melawan system kapitalisme dan dengan meninggalkan sistem sekuler secara esensial, meskipun di permukaan Turki masih sebagai negara sekuler. Turki telah member bukti kepada dunia bisa bangkit dengan melawan sistem kapitalisme saat dimana Yunani juga member bukti hampir ambruk total oleh sistem yang sama. Wallahu a’lam bishsawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun