Saat itu saya termenung. Di dadanya yang lapang..
Jika darah adalah merah
Maka kamu adalah nadi
Sesuatu yang pasti
Yang melenyapkan saya jika tidak ada
Saya mencintaimu dari setiap jengkal uratmu yang saling berpaut
Dan itu saya dapati kekal
Bisa kah kau menunggu sebentar lagi?
Bisakah kita menunggu lebih lama?
Sekarang atau nanti bukan kah sama saja?
Toh, saya mencintaimu tak pandang angka..
Dan jam dinding itu kembali bertanya..
Menunggu? Lagi-lagi?
Lalu saya bungkam tak dapat berkata.
Bukankah sekarang, lusa, nanti atau seribu tahun lagi sama saja?
Toh, saya mencintaimu tak pandang angka..
-Puput Emilifia-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H