-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Badan
Badan atau bisa di katakan Biologis remaja yang sedang mengalami fase perubahan aktifnya hormon yang mempengaruhi pola prilaku remaja. Aktifnya hormon ini dapat mengguncangkan remaja yang lebih meledak-ledak, kadar rasa ingin tahunya sangat besar, lebih energik dll. tahap perkembangan fisik ini menjadikan remaja lebih rentan setres.
Fikiran
Pandangan atau cara pandang hidup seseorang (mind set) yang sangat berpengaruh bagaimana seseorang tersebut dalam menjalani kehidupanya.
1. Orientasi materialistis
Pada masa kanak-kanak kehidupan itu sangat bahagia, penuh ceria dan tawa tidak ada sedikitpun beban hidup (stres) karna pada masa kanak-kanak pola fikirnya belum sampai pada tahap materi, masih bersih tidak ternodai oleh kotoran yang bersifat materi. Ia hanya berkutik terhadap dunia yang lebih hidup dari kesenangannya tanpa harus bergantung pada uang. Tetapi di saat beranjak dewasa (remaja) di sinilah fase dimana masa remaja akan benturan kuat yang akan mempengaruhi cara pandang dan menjurus ke hal yang bersifat materi, di sinilah remaja ternodai dan di kuasai oleh dunia materialistis. Tolak ukur keberhasilan dan kesuksesan jadinya bersifat material, angka-angka dan obrolan setiap harinya selalu memakai bahasa angka. Akibatanya jika kebutuhan itu tidak tertuntaskan atau terpenuhi akan timbul gejala kegelisahan rawan akan setres yang luar biasa. Oleh karnanya masa remaja adalah masa yang harus di pergunakan sebaik-baiknya. Seperti cinta, perhatian, kasih sayang , motivasi. Jika semua itu hilang maka dirinya tidak akan berguna lagi.
2.    Doktrin dan larangan
Penyerapan doktrin dan larangan amat sangat mempengaruhi pandangan hidup remaja. Ketika sudah mengakar di kepala maka pada saat itu juga remaja sedang dalam keraguan yang amat besar. Ketika sebuah doktrin menjalar sebagai pegangan hidup, dan di anggap mutlak, maka di sisi lain muncul doktrin sebagai pembeda, dari sini remaja harus bisa memilih mana yang di anggap benar dan salah. Dan itu di butuhkan suatu energi atau usaha keras untuk terus berfikir yang dapat mengakibatkan rentan setres. Jika kehidupanya tidak di tanami pondasi dan prinsip yang kuat, kemungkinan besar remaja akan kehilangan pegangan mana yang baik dan buruk, salah dan benar. Akan mudah di terjang arus karna tidak punya ikatan kuat (keyakinan) untuk bertahan dan mejadikan dirinya utuh. Oleh karnanya pada masa remaja harus bisa berfikir secara bebas, jangan terlalu mengklaim kebenaran sebuah doktrin, lupa bahwa dunia ini selalu memproduksi juataan persepsi, dan persepsi itu tidak ama dari persepsi yang lain.
Lingkungan
Lingkungan mempunyai efek terbesar dalam mempengaruhi kepribadian seseorang, sebagian besar kepribadian seseorang terbentuk oleh lingkungan yang ia tempati. Di sini lingkungan yang sangar dekat mempengaruhi remaja yaitu keluarga dan sekolah. Lingkungan selalu membuat kita harus bergulat dengan tuntutan dan tantangan. Yang karenanya merupakan sumber stres yang potensial.
1. Keluarga
Peran keluarga sangat penting dalam menididik anak, terkadang selalu ada pertentangan dimana keinginan orang tua menjadi landasan agar si anak harus menuruti apa kata orang tua, di sini anak sudah mencapai titik remaja, pada titik tertentu remaja sering kali bersikap kukuh atas ego yang terdepan, maka keinginan orang tua dan anak selalu bertentangan, menjadikan anak stres dan bisa kemungkinan anak keluar dari rumah. Jika dalam kedaan seperti ini di biarkan terus berlanjut dan anak kurang asuhan orang tua. Maka akan berdampak resiko besar yaitu gangguan dalam perkembangan mental dan intlektual, perkembangan mental emosional, bahkan perkembangan psikososial dan spiritual. Yang kelak menjadikan anak lebih brutal dalam menjalani kehidupanya, sehingga akan memperlihatkan berbagai prilaku penyimpangan, anti sosial bahkan sampai melakukan tindak kriminal.
2. sekolah
Lihatlah fenomena yang belum lama di informasikan, ada seorang mahasiswa unpar rela bunuh diri akibat sebuah tuntutan yang amat besar, desakannya begitu luar biasa sehingga ia lebih memilih bunuh diri ketimbang harus menjalani sebuah tuntutan. Tuntutan disini sudah jelas bahwa lingkungan sekolah tidak bersinergi dengan dirinya, cara pandangnya selalu mejurus ke angka (nilai). Akibatnya ia selalu berpadangan bahwa nilai adalah parameter sebuah kesuksesan. Sekolah kini merupakan tempat penderitaan yang rentan stres bukan membahagiakan, di mana peran mahasiswa harus di hadapkan oleh sebuah tugas dan tugas, ia pun di paksa harus mengenyam teori yang kerap membuat kepala selalu terbebani. selalu takut jika nilai jelak, IPK kecil. Padahal jika saja cara pandangnya bisa di ubah, jadikan sekolah adalah bagian daripada proses yang membahagiakan untuk mengembalikan hakikat hidup yang lebih nyata, bukan orientasinya pada hasil melainkan proses yang berkualitas. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, ketika masa remaja orientasinya ke hal material ia sudah ternodai atau terhukumi oleh fikiranya sendiri. Hanya menjadikan detik-detik tadi usang dan mengambang dalam pemahaman yang begitu dangkal.
--------------------------------------------------------------------------------
sumber : foto 1 foto 2 foto 3 foto 4 foto 5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H