Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mauwil Saelan, Ramang Memang Hebat (67)

5 Juni 2021   17:40 Diperbarui: 5 Juni 2021   17:45 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Maulwi Saelan (Foto:Ist).

Pukul 08.10 WIB tanggal 10 Januari 2011, saya tiba di Kemang Raya No.7, Jakarta Selatan. Di situlah, saya akan bertemu dengan narasumber kunci penampilan Ramang di Olimpiade XIV Melbourne Australia tahun 1956. Pertandingan yang dilakoni tim nasional Indonesia di ajang dunia ini selalu menjadi buah bibir publik sepakbola  tanah air jika berbicara prestasi gemilang tim kebangsaannya. Itulah prestasi paling spektakuler Indonesia di ajang sepakbola dunia yang pernah tertoreh selama ini. Nah, salah seorang tokoh penting yang menjadi actor penting pertandingan yang berakhir 0-0 itu adalah Maulwi Saelan (84 tahun).

Setelah menunggu 45 menit, Maulwi Saelan muncul di kantornya, Sekolah Al Azhar Siva Budi. Di sinilah, kiper kesebelasan nasional ini menghabiskan enam hari dalam seminggu waktunya pasca-pensiun. Sekitar pukul 09.00 atau 10,00 beliau sudah ada di sekolah ini dan pulang ke rumah  pada pukul 17.00 WIB.

Maulwi Saelan mengenang, Indonesia bermain habis-habisan ketika melawan Uni Soviet hingga berbuah imbang 0-0. Sukses di balik pertarungan ini adalah Tony Pogacnik, sang pelatih asal Yugoslavia. Ternyata, jauh hari sebelum bertanding melawan kesebelasan Beruang Merah itu, Tony Pogacnik dapat akal. Dia memboyong anak didiknya melakukan lawatan Eropa Timur. Melawan beberapa kesebelasan Eropa, termasuk Uni Soviet yang bakal menjadi lawan di Olimpiade Melbourne. 

''Tony memang pintar pasang strategi. Dia mengintip permainan Soviet dalam lawatan Eropa Timur kita,'' kata Maulwi Saelan mengenang kisah pertandingan pada enam kota yang dilakoninya di Eropa, termasuk Moskow.

Sekembali ke Indonesia, Tony sudah tahu teknik dan cara permainan mereka. Buldozer saja. Berbagai macam trik dilakukan. Liong Ho misalnya lihai. Ketika pemain Soviet kebagian tendangan pojok, Liong Ho memasang trik jitu. Dia mengunci  salah seorang ujung tombak tim lawan hinggaa tidak dapat berkutik.

''Lalu bagaimana dengan Ramang?''

''Dia memang hebat dalam bidangnya,'' tangkis Maulwi Saelan.

Dia pemain alam. Diasuh dan diasah oleh pelatih yang tepat, Tony Pogacnik yang asal Yugoslavia, hingga Ramang menjadi pemain terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Padahal, Tony sempat nyaris kecewa, karena pada awalnya Ramang tidak dapat berbuat apa-apa saat dipasang sebagai pemain belakang (back). Posisi yang mestinya dia gantikan dan lowong ditinggalkan  Sunar Arland yang sakit Namun Tony mau bereksperimen. Memasang Ramang sebagai penyerang, karena kecepatan dan tendangannya keras. Pakai efek sebagai keahliannya. Dia juga termasuk sebagai pendobrak. Jadi cocoklah sebagai eksekutor terakhir.

Dipasangkan dengan Djamiat Dalhar dan Phoa Siang Liong asal Surabaya, kesebelasan nasional kian kompak. PSSI juga punya trio.  Kedua temannya yang memasang perangkap agar bola sampai pada Ramang yang siap 'menerkam'-nya dengan tendangan gledek ke jala lawan. Tetapi, menurut  Maulwi Saelan, Djamiat Dalhar-lah otaknya.

Maulwi bisa berbicara perihal timnas kala itu, karena posisinya sebagai penjaga gawang merangkap kapten tim.

Di Asia, kata Maulwi Saelan, Ramang paling ditakuti karena tendangannya yang sangat keras dan selalu berbuah gol. Tendangan apa saja dia bisa. Salto apalagi. Dia adalah penembak jitu dan goal maker pencipta gol).

''Bagaimana kisahnya hingga Indonesia mampu menahan imbang Uni Soviet? ''

''Di Melbourne, kita kompak bertahan. Soviet sulit menembus pertahanan Indonesia,'' kisah Maulwi Saelan.

Kita juga satu dua  kali memperoleh peluang. Tetapi peluang sedikit, karena Indonesia menitikberatkan pada lebih bertahan. Memang susah, selain menerapkan sistem bertahan, membentengi gawang, Soviet juga memboyong penjaga gawang kaliber dunia. Pada pertandingan ulang, Indonesia takluk 0-4, karena para pemain sudah habis-habisan pada pertandingan pertama. Banyak yang cedera

Latihan menjadi penjaga gawang pada masa Maulwi luar biasa beratnya. Jika ada bola melayang ke kiri atau kanan badannya, kiper harus terbang. Itulah yang mengantar Maulwi meraih predikat sebagai pemain terbaik dan juga salah satu kiper terbaik Indonesia dari masa ke masa.  

Soal Ramang menggunakan 'ajian serat jiwa' (magik) dalam bermain bola, Maulwi membantahnya.

''Tidak ada yang dia pakai. Dia memang punya bakat, diasah dan diasuh oleh pelatih yang tepat. Juga hasil latihan sendiri yang berjalan sangat bagus,'' ujar Maulwi.

Dari semua kenangan Maulwi dengan Ramang, satu yang tidak beliau lupakan, yakni soal kesenangan sang macan bola. Ramang jika di Makassar suka menenggak 'ballo'. Jika di Jakarta dia minum bir. Dia menikmati minuman itu secara sembunyi-sembunyi. Namun sebagai kapten kesebelasan, Maulwi mengerti. Tony Pogacnik pun tahu. Kerap Ramang sering minum diam-diam.

''Yang penting, dalam pertandingan dia aman. Tony juga tahu. Jadi, sebegai kapten tim, harus tahu tipe setiap pemain,'' kata purnawirawan kolonel CPM ini.

Kalau Djamiat Dalhar strateginya halus. Phoa Siang Liong juga lebih halus dan teknis.

Soal ketidakcocokan Ramang dengan trionya yang di Makassar di luar lapangan, juga diakui Maulwi. Mereka dalam pergaulan tak cocok. Mungkin lebih disebabkan kepada latar belakang pendidikan saja. Terkadang bersumber dari soal sepele. Misalnya, berbeda dalam memahami sesuatu. Suwardi itu lebih intelek dibandingkan kedua anggota trionya yang lain.

Mengenai kehebatan trio PSM, Maulwi mengurai, mereka itu menyatu dengan bola. Feeling mereka memadu satu. Tahu pass dan gerak masing-masing pemain lainnya. Suwardi ''gorengan''  dan umpan bolanya akurat. Juga dia main dengan kemampuan intelektual bagus. Ramang sering memperoleh 'barang jadi' dan terima beres, meski sangat menentukan sebagai muara terakhir serangan. Noorsalam  terkenal dengan umpan-umpan manisnya.  Sementara Suwardi dengan gorengannya. Inilah misteri keluarbiasaan trio yang sangat melegenda itu.

Soal kasus suap yang terkenal dengan kasus Senayan, saya lupa menanyakan kepada Maulwi. Namun dalam acara Mata Najwa di Metro TV, 19 Januari 2011 malam, kapten tim nasional di Olimpiade Melbourne, 1956 itu mengakui.

''Ketika itu saya sudah tidak bermain bola lagi, karena baru pulang dari Amerika Serikat sebagai persiapan Trikora,'' kata Maulwi Saelan yang tampil dalam sesi kedua acara itu bersama dengan Budiarto Shambazy. Wartawan senior harian Kompas.

Menurut Maulwi, dia mengetahui kasus suap itu dari dan dilakukan oleh cukong-cukong judi sepakbola. Penjaga gawang terbaik Indonesia itu kemudian memberitahu komandan pemusatan pelatihan tim bahwa ada suap. Ini ditandai oleh kekalahan kesebelasan nasional Indonesia dalam event Ganefo 1962 di Jakarta. Padahal, kesebelasan Indonesia saat itu sedang naik daun. Termasuk kesebelasan yang diperhitungkan di kawasan Asia.

Kiper Olimpiade

Nama Maulwi Saelan kondang karena kepiawaiannya mengawal gawang kesebelasan nasional. Tetapi sebenarnya, dia mulai berlatih sepakbola bukan sebagai penjaga gawang, melainkan untuk posisi penyerang. Pria kelahiran Makassar 8 Agustus 1926 ini pertama memasuki klub MOS (Main Oentoek Sport) di Makassar. 

Maulwi Saelan yang dikutip dari Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66 (Visime 2008: hlm. iv) dua berkisah panjang mengenai dirinya, khususnya seputar kesenangannya terhadap sepakbola. Saelan mengakui, menekuni sepakbola karena ayahnya ketika belajar di Koningin Wilhelmina School (KWS) di Batavia juga menggeluti olahraga sepakbola. Lulus dari KWS, dia ditempatkan di Makassar, sekaligus jadi pemain dan pelatih sepakbola. Karena ayahnya pelatih sepakbola, Saelan pun memperoleh dukungan menjadi pemain bola.

Ia berlatih dan terus berlatih mengejar cita-citanya, tampil di olimpiade. Belakang hari dia kemudian tahu kalau pesta olahraga olimpiade sudah diselenggarakan di Athena, Yunani sejak tahun 776 sebelum Masehi. Waktu itu, dilaksanakan untuk menghormati Zeus dan Apollo, dewa bangsa Yunani. Pesta ini dinamakan Olimpic Games, karena digelar di kota Olympia, di tepi Sungai Alphecis, Athena. Herodotus, seorang tokoh olahraga zaman itu tampil sebagai pemrakarsanya.

Olympic games modern pertama diselenggarakan di Athena pada tahun 1896, guna mengabadikan nama Kota Olympia sebagai tempat kelahiran pesta olahraga sejagat itu. Kemudian, olimpiade dilaksanakan tiap empat tahun sekali. Sama dengan kebiasaan zaman Yunani kuno, kecuali ketika Perang Dunia II, penyelenggaraannya terhalang.

Olimpiade pertama baru diikuti 13 negara dengan mempertandingkan 10 cabang olahraga. Atlet yang ikut 285 orang. Itu pun seluruhnya laki-laki. Pada olimpiade kedua tahun 1900 pesertanya meningkat menjadi 20 negara dengan 1.060 atlet putra dan enam putri. 

Ketika bersekolah di Frater School Makassar, ia menonton film tentang Olimpiade Berlin, pada tahun 1936. Jesse (James Cleveland) Owens seorang atlet kulit hitam Amerika Serikat tampil memukau dengan menggondol medali emas. Ketika itu Saelan kecil bercita-cita bisa tampil di ajang olimpiade. Lantaran dia gemar bermain bola, jelas yang dibayangkannya adalah bertanding dalam cabang olahraga ini (sepakbola) di olimpiade. Selain sepakbola, dia juga menyenangi olahraga lain seperti tenis.

Niatnya itu ternyata terwujud 20 tahun kemudian, saat dia berusia 30 tahun. Pada tanggal 17 November 1956, ia berdiri di bawah mistar gawang PSSI pada Olimpiade XVI di Melbourne, Australia.

Pada masa mudanya, ketika menjadi penjaga gawang, postur Maulwi sangat pas sebagai penjaga gawang. Hanya saja selepas menjadi penjaga gawang, badannya mulai tidak terkendali. Masalahnya, dia memasuki bidang tugas lain, sebagai serdadu. Bahkan tubuhnya sedikit bongsor.

Maulwi mengaku seperti terungkap di dalam buku Mengarungi Milenium Baru, 70 Tahun PSSI,  dulu, main sepakbola ada kelas-kelasnya. Mulai dari kelas 1 hingga 5.

 ''Saya sempat sampai kelas 2, tetapi tidak naik ke kelas 1. Sampai akhirnya bosan dan berhenti berlatih,'' kenang Maulwi di dalam buku tersebut yang mengutip Majalah Olimpic.

Tidak lama setelah berhenti, MOS tiba-tiba membutuhkan seorang penjaga gawang. Anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Amin Saelan-Sukartin ini pun dites.

 ''Saya coba jadi kiper, dites dan ternyata lulus,'' ungkapnya.

Dalam usia yang masih muda, 17 tahun, Maulwi sudah terpilih sebagai penjaga gawang Makassar Voetball Bond (MVB), yang kelak menjadi cikal bakal Persatuan Sepakbola Makassar (PSM). Situasi yang tidak memungkinkan, Maulwi berhenti lagi bermain bola. Tahun 1943, Jepang datang, mengusir Belanda dari Indonesia. Maulwi pun ikut berjuang. Dia pun ikut bergerilya.

Sepanjang tahun 1945 dia ada di hutan-hutan. Tahun 1946 dia hengkang ke Jawa dan tinggal di Yogyakarta. Dia bergabung dengan Angkatan Darat dan memperoleh pangkat Letnan Satu. Karena bakat bermain bolanya masih tersisa, dia kemudian bergabung dengan Persatuan Sepakbola Indonesia Mataram (PSIM). Posisinya sebagai kiper kedua di bawah Komaruddin.

Saat PON I digelar di Solo 1948, banyak pemain Jakarta yang tinggal di Klaten. Maulwi pun ikut bergabung di bawah bendera Jakarta. Dia bermain bersama dengan Roeslan dan Hutadjoeloe (back), Samad, Murad, dan Subandi (gelandang), Ibrahim, Abidin, Tamu, Ishaak Pattiwael, dan Anwar (depan). PSIM , tempat Maulwi juga bermain, juga tak keberatan dia bergabung dengan tim Jakarta. Sayang kesebelasan yang diperkuat Maulwi kalah 2-3 dari Madiun dan 1-2 dari Yogyakarta,

Sebagai kiper, Maulwi dikenal berpembawaan tenang. Ia selalu berkonsentrasi pada bola dan gerakan pemain lawan.

 ''Seorang kiper harus berkemauan keras untuk memelihara kondisi badan dan berlatih teratur dan kontinyu,'' Majalah Olympic edisi 27 Juni 1983 menulis mengenai tokoh ini.

Maulwi sempat bergabung dengan Indonesia Muda Bandung tahun 1951. Ketika itulah dia dipanggil memperkuat PSSI guna menghadapi Asian Games I di India. Pelatihan Nasional (Pelatnas) dilaksanakan di Yogyakarta dengan pelatih Choo Seng Que asal Singapura. Maulwi sebagai kiper kedua setelah Bing Moheng dari Surabaya.

Menghadapi Asian Games II, Maulwi juga dipanggil. Hanya, kesibukannya sebagai tentara mengurangi porsi latihannya hingga gagal dikirim ke Asian Games di Manila, Filipina tahun 1954 .

Ketika PSSI mencatat sejarah menahan kesebelasan Uni Soviet 0-0 di Olimpiade Melbourne 1956, Maulwi tampil sebagai penjaga gawang kesebelasan nasional. Dia menjadi salah satu bintang yang berhasil menggagalkan tendangan pemain Soviet menggetarkan jala Indonesia. Pers asing menyebut Maulwi sebagai 'benteng beton' yang susah ditembus pemain Soviet.

Dalam laga melawan Soviet itu, meski diperpanjang 2 x 15 menit, Saelan bisa menjaga gawang Indonesia tanpa kebobolan. Kedudukan berakhir 0-0. Waktu itu belum ada ketentuan adu penalty, sehingga pertandingan diulang 36 jam kemudian. Dalam pertandingan itulah, PSSI kalah 0-4. Pasalnya, beberapa pemain cedera.

Maulwi menikahi Tjitji Awasih yang memberinya enam anak. Tiga di antaranya putri. Ketika Bung Karno menjadi Presiden RI, dia tercatat sebagai salah seorang pengawal yang dikenal dengan anggota pasukan Cakrabirawa. Dia memperoleh pendidikan militer di Port Gordon, Amerika Serikat pada tahun 1959 dan 1960. Juga mengikuti pendidikan pasukan para di Batujajar, Jawa Barat.

Ia berhenti dari karier militernya dengan pangkat terakhir kolonel. Maulwi beralih sebagai tokoh pendidikan dengan mendirikan Perguruan Islam Al Azhar. Juga menjadi ketua beberapa yayasan sosial seperti Yayasan Haji Amin Saelan (1975), Yayasan Shifa Budi (1975), dan Yayasan Pendidikan Islam Al Azhar bagian Kesehatan.

Pada tahun 1964-1967, Maulwi dipercaya sebagai Ketua Umum PSSI dan terus aktif sebagai anggota Dewan Penasihat.PSSI.

Maulwi menjalani pendidikan antara lain, Frater School Makassar, HBS Makassar, Tokubetsu Tjugako, SMA C Makassar, Physical Security, The Provost Marshal General's School, Fort Gordon-USA.

Sebelum kemerdekaan sampai kemerdekaan RI dia tercatat sebagai Pemimpin Harimau Indonesia dan Pimpinan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS).

1949-Maulwi Saelan berpangkat Letnan Satu Polisi Militer TNI AD, Yogyakarta

1949-Perwira POM Komisi Militer Teritorial Indonesia
1951-Komandan Detasemen CPM, Bandung
1952-Komandan detasemen CPM, Purwakarta
1953-Komandan Detasemen CPM Makassar
1954, Wakil Komandan Batalyon VII CPM, Makassar
1962-Komandan POMAD PARA
1962-Komandan POMAD TJADUAD/MANDAL/TRIKORA, Makassar
1962-Kepala Staf Resimen Tjakrabirawa, Jakarta
1963- Pangkat Kolonel, wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa
1966- Ajudan Presiden RI Bung Karno
Lainnya :
Penjaga gawang, kapten kesebelasan nasional Indonesia (PSSI), pada Asian Games di New Delhi, Tokyo, Olympic Games di Melbourne 1956, Juara Asia Pra FIFA 1958, Ketua PSSI 1964-1967
Mengarang buku Sepakbola tahun 1970
Buku "Dari Revolusi '45 Sampai Kudeta '66 : Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa" tahun 2002. (Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun