Pada tanggal 12 November 1981, saya menurunkan tulisan di Harian Pedoman Rakyat, dengan judul, ''Si Macan Bola Sudah Sehat Kembali''. Hingga tulisan itu diturunkan, praktis tiga bulan Ramang hilang dari peredaran. Sekitar`Juli atau Agustus 1981, dua orang penginisiatif mencarikan tempat bagi si pencetak 100 gol yang sedang sakit tersebut di beberapa rumah sakit di Makassar sebagai tempat perawatannya. Agaknya, rumah sakit penuh semua.
Tidak ada pilihan lain, Ramang pun dibawa ke Klinik Budi Darma di Jl.G.Bawakaraeng No.1 (kini di lokasi itu sudah berdiri show room mobil) atas jasa baik H.Sudarno Achmad (alm.). Di situlah dia dirawat secara intensif. Selama 55 hari Ramang mendekam di klinik itu dalam pengawasan dokter ahli paru-paru. Kemudian, ia memang sehat kembali.
Malam itu, hujan gerimis dengan malas menyiram kota Ujungpandang. Saya  dengan rekan Bachtiar M.Amran, alm. (wartawan PR, terakhir wartawan Kompas) mencari kediaman si macan bola ini. Lampu yang temaram, mengharuskan saya dan  teman itu seperti meraba-raba jalan yang becek menuju sebuah rumah setengah batu, tidak jauh dari tepi dari Jl.Andi Mappanyukki. Atau sekitar 150 m dari Kantor Pedoman Rakyat.
Dari luar, tembus ke dalam, tampak seorang lelaki setengah umur duduk di kursi. Di hadapannya tegak segelas susu.
''Memang oher (ayah) selalu tinggal istirahat di rumah akhir-akhir ini, sembari ditemani segelas susu tiap pagi dan sore,'' Anwar, putra Ramang yang pernah memperkuat Tim Junior PSSI ke Manila tahun 1970 menjelaskan.
Pada tahun 1981 itu, saat kami menyambangi kegiatan ayahnya, Anwar menjadi kapten kesebelasan PSM yang dilepas ke Solo. Kami berdua hendak mengorek komentar Ramang tentang kesebelasan PSM yang akan mengikuti Kejuaraan Piala Suratin di Kota Solo itu.
Sebelum meletakkan pantat di kursi, saya dan Bachtiar, menyampaikan selamat atas pulihnya kesehatan Ramang. Sebagai seorang wartawan olahraga, saya merasa gembira atas sehat bugarnya mesin gol asal Makassar itu dari gangguan kesehatannya.
''Gemuk sekali saya lihat,'' sapa Tiar, begitu drop out Fakultas Hukum Unhas ini akrab dipanggil. Saya pun ikut senang melihat wajah Ramang yang berseri-seri. Dia tampak sedikit  gemuk.
''Berat badan saya sekarang naik 15 kg,'' Ramang mengakui.
Pada saat pertama masuk di Klinik Budi Darma, beratnya melorot hingga menjadi 49 kg. Di rumahnya, dia memperoleh bantuan perawatan dari dukun kampung. Salah satu dampak penanganan dukun itu, selera makannya pun naik.
''Dokter-dokter selalu menekankan, setiap orang makan untuk hidup. Jangan harap orang bisa hidup tanpa makan,'' Ramang menyela perbincangan kami.