Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Menpora, Ajang Uji Coba Pemain Lokal PSM

5 April 2021   19:45 Diperbarui: 5 April 2021   20:02 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rindu menulis tentang PSM, Senin (5/4/2021) sore saya langsung saja "menyergap" Pak SU, singkatan nama Syamsuddin Umar, pelatih yang pernah membawa PSM merebut juara Divisi Utama PSSI Perserikatan pada tahun 1992. 

Saya sebenarnya boleh setiap saat dapat berbincang-bincang dengan SU karena pria kelahiran 66 tahun (per 10 November 2021) ini di KONI Sulawesi Selatan menjabat Wakil Ketua Bidang Pembinaan Prestasi bersama Prof.Dr.Andi Ihsan, M.Kes, yang naik ke posisi itu setelah ketuanya Dr.Abraham Razak, M.Kes, berpulang akibat serangan jantung sehabis upacara kegiatan olahraga Dies Natalis Universitas Negeri Makassar (UNM) tahun 2020. SU juga selalu berkantor di KONI di tengah kesibukannya yang lain.

Kami berdua senasib sepenanggungan. Sama-sama pengurus KONI Sulsel yang kebetulan sudah purnabakti sebagai aparatus sipil negara (ASN). SU pensiun sebagai karyawan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, saya menjadi "askar tak berguna" dari Universitas Hasanuddin. 

SU memiliki kesibukan lain, berusaha, mengisi usia pensiunnya di samping aktif di organisasi olahraga. Saya karena berasal dari kampus dan kebetulan memiliki gelar akademik tertinggi (doktor) masih dipakai di kampus. Apalagi, saya memiliki mata kuliah spesialisasi yang tidak maksimal jika diampu oleh orang lain.  

Seperti biasa, jika saya mewawancarai SU, selalu terkesan seperti orang yang sedang curahan hati (curhat) saja. Perbincangan selalu berlangsung dalam suasana santai. Menciptakan suasana perbincangan seperti ini termasuk syarat efektif dan suksesnya suatu wawancara. Seorang pewawancara. Saya hanya memotong ucapannya jika ada komentarnya yang layak saya jadikan pertanyaan baru atau ingin mempertajam jawabannya. Dan, SU senang gaya wawancara seperti itu.

Topik curhat saya dengan SU adalah Turnamen Piala Menpora yang diikuti 17 tim papan atas Liga Indonesia I. Turnamen ini merupakan kompetisi pramusim menjelang laga Liga I Indonesia yang selalu bergeser jadwalnya akibat didera pandemi Covid-19. Hitung-hitung turnamen ini sebagai ajang pemanasan sejumlah tim partisipan.

Turnamen ini, kata SU, merupakan pertandingan ajang uji coba. Apakah sepakbola ini sudah dapat berjalan sesuai dengan protokol kesehatan (prokes) Covid-19 atau tidak. Oleh karena itu, dengan kondisi tersebut, tim-tim dalam hal menguji kemampuannya, baik seleksi terhadap para pemain lokal maupun pemain asing, dapat dilihat sejauh mana kesiapan mereka (para pemain).

"Piala Menteri ini kan tidak ada sanksi, seperti tim akan degradasi hanya tetapi tetap ada yang juara. Oleh sebab itu, ajang ini betul-betul dapat dimanfaatkan oleh semua tim guna melihat kemampuan-kemampuan pada semua tim," ujar ayah tiga.anak tersebut.

Di sisi lain, sebut kakek tujuh cucu ini, memang turnamen tersebut jika dilihat secara kualitas, berbeda kalau jika sebagai kompetisi liga. Sebab setiap tim jika saat kompetisi serba mengeluarkan kemampuannya, seperti "power" (kekuatan), stamina, kekuatan tim dan semuanya di atas rata-rata. Sehingga, kita lihat turnamen ini tidak begitu ketat. 

"Kira-kira persentasenya berapa?," potong saya.

"Ya, ini kan semacam -- ya pemain itu dari semangat itu bagus karena selama satu tahun sudah ingin tampil -- tetapi persiapan fisik kalau saya lihat pada setiap setiap pertandingan itu belum maksimal," sebut SU tanpa menyebut persentase yang saya maksudkan.

"Termasuk PSM?," sela saya.

"Semua tim. Mengapa? Karena latihannya juga kurang teratur lantaran Covid-19. Kemudian secara kebersamaan tidak seperti tim yang memang yang sudah memikirkan bagaimana persiapan yang tidak mengalami hambatan seperti Covid-19, apa segala," papar mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sulawesi Selatan tersebut.

Jadi, imbuhnya, turnamen ini selain untuk kepentingan uji coba, juga guna melihat sejauh mana efektivitas latihan yang dilakukan oleh masing-masing tim selama pandemi Covid-19. Kita bisa lihat secara "skill" individu, fisik individu, bagaimana taktik-taktik unit, dan taktik-taktik tim itu sudah kelihatan dalam suatu pertandingan.

Kesiapan-kesiapan tim ini jika dalam pelaksanaan turnamen dihelat pada satu tempat. Tetapi kalau kompetisi sudah "home and away" (kandang dan tandang). Pasti suasananya lain, Ada pengaruhnya. Kita bersyukur uji coba ini setiap tim dapat melihat sejauh mana kesiapan mereka. 

Sehingga nanti, ketika memasuki kompetisi yang sesungguhnya, akan memperoleh suguhan (pertandingan) yang lebih bagus dengan kualitas yang juga lebih baik. 

"Itu sangat beruntung bagi tim yang bukan "home" karena dia sudah beruji coba di kandang lawan," kata saya bernada hanya memerlukan penjelasan SU.

"Kalau kita melakukan kompetisi, yang paling utama selain melatih fisik, strategi, taktik, unit taktik tim dan sebagainya, tetapi yang penting juga bagaimana melihatnya secara holistik dari suatu uji coba. Sebab, sangat sulit bagi suatu tim mencari ajang uji coba," kata SU.

Sekarang, turnamen ini merupakan bagian dari uji coba.

"Misalnya dari segi holistik, keseluruhan yang banyak itu, aspek yang paling penting, selain mental, dan sebagainya, apa masalah di antaranya yang dihadapi tim-tim ini," cecar saya.

Sepakbola itu, sebut SU, memang harus memiliki "skill" yang bagus, fisik yang bagus, taktik yang bagus, tetapi yang lebih penting adalah harmonisasi, upaya menemukan keselarasan. Harmonisasi, bagaimana memahami keinginan pelatih. Bagaimana konsep dan metode yang hendak dicapai. Itu yang paling penting, meskipun orang punya kualitas bagus, fisik juga baik, tetapi kalau harmonisasi, kebersamaan itu tidak ada, susah.

"Seperti pemain alat musik diperlukan harmonisasi untuk menghasilkan kombinasi dan paduan variasi irama yang enak guna menghasilkan keselarasan dan kepaduan irama," saya nyeletuk sambil beranalogi.

"Ya..ini harus betul-betul padu," sebut SU.

Kita melihat  kompetetisi ini dari sisi itu. Bahwa dalam satu permainan sepakbola yang cepat, itu kalau "pressure" (tekanan) harus dijawab dengan "pressure". Dalam beberapa pertandingan yang disaksikan SU, ketika dia diserang, kemudian "counter attack" (serangan balik) menyerang, cepat ke depan, tepapi, lambat naik. Ini pertanda bahwa belum terlalu padu dalam mengelola dan memenej kekuatan fisik dan otak serta harmonisasi dalam bermain.

Jika masih ada "space" (ruang) pertandingan itu kalau ketat, paling sekitar 30-40 m, di situ titik pusatnya.  Tetapi kenyataannya, ini kan masih ada di depan dan di belakang, lowong. Kompetisi yang ketat itu kalau misalnya "pressure" lawan dengan "pressure".

"Tidak boleh harus 'defensif' (bertahan) begitu?!," kata saya lagi.

"Tidak bisa. Makanya, yang biasa dilakukan sekarang di Turnamen Piala Menpora, begitu kalah bola, dia mundur ke tengah. Itu bagian dari strategi, tetapi  kalau kompetisi tidak boleh terjadi," kata SU.

"Karena bisa kecolongan lewat belakang?," imbuh saya.

"Ya. Sin Tae Yong (pelatih Timnas Indonesia asal Korea Selatan) mengatakan, tim Indonesia itu hanya bisa bermain 20 menit. Kenapa? Karena itu dia atur irama permainannya agar dapat bertahan. Tetapi Sin Tae Yong tidak mau seperti itu. Di situ harus cepat. "Press" (tekan) di mana-mana "press". 

"Total football' seperti dilakukan Belanda itu?," sebut saya.

"Ya, 'total football' yang dilakukan Belanda dan Korea Selatan juga seperti itu.  Di mana kalah bola di situ dia "press". Nah, ini kan masih ada lowong. Masih ada "space". Kemudian masih banyak juga terjadi pelanggaran ("free kick").  "Free kick" itu bagian daripada konsentrasi dan memahami konsep bermain. Misalnya, salah posisi kita bisa terkena dan biasa melakukan "free kick".

 

PSM dan Pemain Lokal

PSM itu, banyak yang meragukan karena tidak ada pemain asing. Pelatihnya pun lokal. Tetapi, di dalam satu tim yang paling dibutuhkan adalah harmonisasi.

"Artinya, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing," SU berkata sambil menyontek  pepatah.

Artinya, kebersamaan di dalam satu tim yang sangat penting. Meskipun di dalam satu tim ada seorang pemain yang "skill"-nya bagus, tetapi kalau main individu dan dia yang diharapkan, sulit. PSM dalam hal kebersamaannya sangat bagus.

"Khususnya berkaitan dengan pemanfaatan pemain lokal, ternyata PSM dapat dijadikan contoh?," nyeletuk saya lagi.

Ada satu yang spesifik di PSM. Tim "Juku Eja" ini memiliki kekuatan dari segi budaya dan karakter Sulawesi Selatan. Dia punya harga diri dan  kebanggaan.  PSM tidak mau terkena hukum sosial karena dia bagian daripada ikon Sulawesi Selatan. Kelemahan para pemain kita (PSM), dalam hal mengontrol diri,   

 SU berharap dalam kondisi seperti ini (PSM tampil dengan pemain lokal di Piala Menpora) merupakan kesempatan bagi para pemain lokal menunjukkan jati dirinya bahwa ternyata "saya juga bisa". Jangan nanti, selalu menjadi pemain cadangan. Harus mulai tampil bahwa kau (pemain-pemain lokal) mampu. Buktinya, PSM dalam turnamen ini  sudah bisa mengalahkan Persija Jakarta yang bertaburan pemain asing dan pemain bintang.

Jadi, tidak semua, ingat kelemahan-kelemahan kita itu, jangan terlalu cepat puas. Ancaman-ancaman seperti itu sangat mengganggu para pemain.

"Analisis terhadap tiga pertandingan PSM yang lalu, kira-kira di bagian mana yang perlu dipoles?".

Menurut SU, karakter semua tim berbeda-beda. Ada yang kuat di lapangan tengah, dan ada yang kuat di penyerang. Tetapi SU melihat PSM dari tiga pertandingan yang dilakoninya (satu kali menang dan 2 kali seri), menunjukkan bahwa setiap pertandingan jika dilihat dari sisi produktivitas selalu menghasilkan gol (mencetak bola). Tetapi dari segi pertahanan, PSM selalu kebobolan.

 Nah, ini harus diantisipasi bahwa setiap kita menyerang harus juga ingat bahwa ada juga pertahanan. Biasanya, dalam hal ketika menyerang sering melupakan pertahanan. Kemudian dalam hal bertahan dan melakukan "counter attack" menyerang, kita harus manfaatkan kalau diserang dan lengah, harus melakukan serangan balik yang efektif. Bagaimana mencetak bola.

Dari segi kemampuan, PSM menurut kacamata SU, sangat bagus di pinggir (sayap). Lapangan tengahnya karena tidak ada "dirigen"-nya yang lebih bagus, tidak ada yang mengatur aransemennya, tetapi kecepatan pemain sangat bagus.  Di bek kanan ada Zulkifli Syukur, dengan kanan luar yang begitu cepat. Di sebelah kiri juga begitu.

Yang terakhir, sepakbola itu ada namanya pengatur keseimbangan yang kadang-kadang disebut "jangkar", biasa juga disebut gelandang bertahan.

"Libero (pemain penjelajah)?".

"Libero juga, kan gelandang bertahan. Inilah yang mengatur ritme," kata SU.

"Di PSM sekarang, liberonya siapa?".

"Di PSM kan tidak pakai libero lagi. Dia pakai empat pemain belakang,   4-4-2 kan. Bisa 4-2-4 ataukah 4-3-3," sahut SU.

"Jadi di lapangan tidak ada 'komandan' (pengatur serangan)?".

Ya, selalu ada di lapangan. Kan 4-3-3,  itu berarti satu penyeimbang dan dua sayap dan striker. Tetapi semua tim itu menggunakan 4 di belakang. Jadi, ada bek kanan, bek kiri, dan dua "stoper", pemain yang berfungsi sebagai penahan gerak ke dalam dan ke luar dari rantai jangkar atau tros (tali pengikat, identik dengan pemain penahan gerakan lawan, 2 bek itu).  Tetapi stoper ini tidak ada lagi yang menggunakan sistem libero, seperti 3-5-2, sekarang 4-3-3.  Format 4-3-3 itu bisa menjadi 3-5-2, bisa menjadi 4-3-4, Tergantung kondisinya seperti apa dan juga karakter lawan yang dihadapi.

"Andaikan 4 itu berarti tim akan memperkuat pertahanannya!".

Ya, pertahanan kan 4. Tetapi kalau kita lihat lapangan tengah mau diperkuat, berarti dia (pelatih) akan beri satu ke depan (penyerang). Berarti gelandang (di tengah) bisa jadi 4 dan bisa 5. Jadi, 3-5 dan 2 "striker" (penyerang). Dua "striker" kalau kita sedang menyerang, bisa menjadi 4. Jadi, tergantung kita bagaimana menyerang dan bisa 4 di depan. Kita bertahan bisa 4 dan 2.

"Tetapi itu bisa berubah sesuai lawan yang dihadapi?".

Ya sesuai situasi lawan, Sekarang ini, mungkin PSM sudah punya konsep dan pola bermain. Jangan kita terpengaruh dengan irama permainan lawan. Yang kita ajak dan paksakan, bagaimana lawan mengikuti irama permainan kita. Kalau kita mengikuti irama permainan lawan berarti kita bisa kalah.

"Ini Sambal (Syamsuddin Battola) sudah ikuti itu?"

"Siapa?," tanya SU mendengar akronim Syamsuddin Battola yang Sambal saya buat sendiri.

"Oh..tidak. Sekarang ini ada lima pelatih. Ada Syamsuddin Battola, Budiman Buswir (kiper), Budi, Safril Usman, dan Bahar Muharram. Lima pelatih ini adalah mereka yang lahir dari PSM. Dia jebolan dari PSM betul. Dari lima pelatih ini, sudah ada beberapa kali pergantian pelatih  PSM, termasuk pelatih asing yang sudah kenyang pengalaman dan sarat dengan ilmu  pernah mereka ikuti. Jadi tidak ada masalah. Tidak usah ambil pelatih asing.

"Ya, kan Pelatih lokal lebih memahami karakter pemain kita," kata saya.

Yang penting bagi pelatih lokal, sebut SU, tidak mau dikenai "hukum sosial" (sejenis ejekan, cemoohan jika PSM kalah dan sebagainya) dan harga diri.

 "Mereka tidak mau tercederai identitasnya!?," saya menimpali bernada tanya.

Ya, dia tidak mau tercederai identitas sosial. Seperti saya, sudah tidak jadi pelatih PSM, tetapi kalau ke pengantin dan bersamaan dengan PSM kalah, begitu jabat tangan dengan seorang teman, pasti berkata," kenapa kalah PSM?". Tidak enak kan? Tetapi kalau misalnya menang, mereka senang, Padahal, saya tidak terlibat di dalam.

"Jadi, ada hubungan emosio sosial begitu!".

Kalau hukum sosial yang menimpa kita, baru buka jendela, malu dilihat orang. Seperti juga, bagaimana pun Pak Dahlan meskipun tidak ikuti lagi PSM, namun bagaimana sejarah PSM ada sama Pak Dahlan.

Saya kemudian menjelaskan kepada SU bahwa ayah saya di Bima, NTB selalu menelepon menanyakan hasil pertandingan PSM selama Piala Menpora ini. Bahkan beliau minta dikirimi pulsa agar dapat menelepon guna mengetahui hasil pertandingan PSM.

"Itu adalah bagian dari PSM.  Secara sosial beliau (ayah saya) menganggap dirinya sebagai bagian dari PSM karena ada anaknya yang punya hubungan dengan PSM (karena kisah PSM beliau ikuti melalui buku yang saya tulis dan juga kisah Ramang)," kunci Syamsuddin Umar mengakhiri percekapan santai tersebut. (M.Dahlan Abubakar).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun