Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pemain Lokal dan Kenangan Nonton PSM di Mattoanging

28 Maret 2021   17:49 Diperbarui: 30 Maret 2021   21:11 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis dan buku SATU ABAD PSM MENGUKIR SEJARAH yang ditulis bersama A.Widya Syadzwina. / dokpri

Hari Sabtu (27/3/2021), saya secara khusus mengenakan kaos berlogo PSM hadiah dari sahabat cantik beda generasi, Andi Widya Syadzwina, tandem menulis buku Satu Abad PSM Mengukir Sejarah (2020). 

Sebelum berangkat ke kantor KONI Sulsel untuk berkantor hingga menjelang pergantian hari, saya ingat, PSM akan bertanding melawan Bhayangkara FC di Malang dalam Kejuaraan Sepakbola Menpora. Saya berharap dengan mengenakan baju PSM secara psikologis dan pendekatan emosional melalui komat-kamit mulut yang melantunkan doa dalam hati bagi kemenangan kesebelasan besutan Syamsuddin Batola tersebut.

Saya memang sudah 15 tahun tidak menonton langsung pertandingan PSM di Stadion Mattoanging dan hanya menonton melalui siaran langsung TV. Selain sudah tidak turun ke lapangan, meskipun tetap merasa diri tetap wartawan hingga kini, kericuhan yang selalu memicu suporter saat timnya kalah, kerap mencegah saya pergi menonton. Saya memang punya pengalaman buruk saat menonton sambil meliput. Itu terjadi sekitar tahun 2004/2005,

Pada tahun itu, saya sebenarnya tidak perlu datang menonton sendiri di lapangan sekaligus meliput, tetapi kala itu, Harian "Pedoman Rakyat" tidak memiliki wartawan foto. 

Dua wartawan foto yang dimiliki mediqa tertua yang sudah tinggal nama ini , B.Ph.M.Rompas, wartawan foto kawakan yang pernah menjadi fotografer Jenderal M.Jusuf ketika menjabat Pangdam XIV Hasanuddin, khususnya saat operasi Kilat saat Qajar Mudzakkar memberontak, usianya sudah uzur. Sementara seorang wartawan foto lainnya, Syafruddin Tang sudah memilih menjadi pengusaha pengangkut batu bara di Kalimantan Timur.

Memang ada wartawan tulis yang bisa memegang kamera, tetapi untuk urusan memotret pertandingan sepakbola yang rata-rata berlangsung malam hari, saat penggunaan lampu blitz (lampu kamera) dilarang, teman-teman angkat tangan. Maka, apa boleh buat saya terpaksa turun daripada berita pertandingan dimuat tanpa gambar.

"Mestinya, seorang pemimpin redaksi tidak perlu turun meliput di lapangan," Syarif May, wartawan LKBN "Antara" Makassar berkata kepada saya.

"Seharusnya seperti itu, tetapi jabatan sebagai pemimpin redaksi tidak mampu menahan saya turun sendiri meliput, khususnya memotret pertandingan sepakbola," balas saya.

Wartawan foto tidak disediakan tempat duduk khusus. Mereka boleh "merumput" (duduk di atas rumput) di dekat pojok, di belakang gawang. Ya, sekitar 2-3 m dari garis gawang. Sebab, di posisi inilah para mat kodak memperoleh peluang menghasilkan momen "scrimage: (perebutan bola di depan gawang) yang menarik dipajang di halaman surat kabar.

Namun yang paling dicari adalah momen saat bola dalam perjalanan (melayang) menuju jaring penjaga gawang yang "dijagai" para wartawan foto. 

Memotret momen-momen spektakuler seperti ini memang gampang-gampang susah. Mata harus terus melengket di belakang jendela bidik kamera saat bola mulai mendekat ke gawang. 

Sebelum tahun 2005, kamera yang saya gunakan masih pakai rol film yang untuk melihat hasilnya harus melalui proses di kamar gelap. Tetapi pada tahun 2005 itu saya sudah menggunakan kamera digital yang mengandalkan memori. 

Jadi secapek-capeknya kita memotret tinggal pilih jepretan yang sangat "maut". Jika menggunakan kamera manual yang mengandalkan rol film, kamera harus dilengkapi dengan "motor drive", sehingga kamera akan berganti jepretan setiap selesai menjepret.

Sekali waktu, saya dan teman Galib almarhum (wartawan foto Harian Fajar) mengambil posisi di bagian selatan lapangan Stadion Mattoanging. Ya biasa, duduk di atas rumput di belakang gawang. Ada juga kursi taman kanak-kanak yang sengaja saya bawa dari rumah. 

Jumlah wartawan foto ketika itu, ada beberapa dan kami duduk berjejer. Pemandangan wartawan yang duduk berjejer di pinggir lapangan tepat di belakang gawang ternyata mengganggu para penonton di tribun terbuka di sebelah selatan. 

Tiba-tiba saja, satu batu kecil mampir di kepala saya. Hebat juga penonton itu melempar dan membidik mengenai kepala saya. Saya kaget saja, untung tidak luka karena batunya kecil. Kalau saja dilempar oleh katapel, mungkin kepala saya sudah luka dan berdarah, Sejak saat itu, kami menyingkir agak ke pinggir, jauh dari gawang.

Pada pertandingan PSM berikutnya, kami menghindari duduk di belakang gawang selatan. Ya, takut saja, terulang lagi batu melayang dan mengenai kepala. Di bagian utara, kami dapat akal. Biar kepala dari hantaman batu, kami sepakat mengenakan helm. 

Rupanya, ulah para wartawan menyelamatkan kepalanya tersebut mengundang kemarahan para penonton tribun terbuka di bagian utara yang merasa konsentrasinya terpecah antara jalannya pertandingan sepakbola dengan diganggu pemandangan para wartawan yang kompak mengenakan helm sembari meliput. 

"Oe... itu yang pakai-pakai helm mundur..mundur.," teriak mereka di bagian utara.

Saya pun memberitahu teman-teman agar membuka helm dan bergeser agak lurus dengan pojok gawang, biar tidak mengganggu pemandangan. Benar-benar, wartawan foto kala itu tidak ada benarnya. Ya, sejak itulah saya memutuskan tidak mau lagi menonton langsung pertandingan PSM di lapangan, tetapi kalau pertandingannya disiarkan melalui layar kaca, saya tidak pernah ketinggalan.

Semangat Pemain Lokal

PSM dalam laga Piala Menpora seluruhnya menurunkan pemain lokal. Artinya, tidak ada legiun asing yang membela PSM kali ini. Ternyata, penampilan pemain lokal tidak kalah bagus dibandingkan pemain asing. 

Terbukti, ketika berhadapan dengan Persija Jakarta yang bertaburan pemain asing (termasuk yang pernah membela PSM, Mark Klok, dan Marco Simic), 22 Maret 2021 malam, tim "Juku Eja" mampu memetik kemenangan sangat meyakinkan, 2-0 (1-0). Pada pertandingan kedua, Sabtu (27/3/2021) petang di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang, PSM mampu menahan Bhayangkara Solo FC 1-1, setelah ketinggalan 0-1 di babak pertama. .

Saya memang selalu katakan ketika ditanya oleh para wartawan selaku penulis buku PSM dan Buku Ramang Macan Bola, bahwa para pemain lokal jika diberi kesempatan, juga tidak kalah berkualitas dengan pemain asing. Saya selalu mengambil contoh Syamsul Chairuddin yang pernah menjadi pemain nasional dan kapten tim PSM, ternyata tidak kalah dengan pemain asing. 

Pemain asing terkadang tidak mau "fight" (baca ngotot) dalam suatu pertandingan membela suatu tim jika dibandingkan dengan pemain lokal. Sebab, pemain asing itu menjaga kaki mereka. Kalau cedera, apalagi cedera permanen, dia tidak akan pernah dilirik kesebelasan lain. Jika pun mereka selesai membela satu kesebelasan, masih bisa pindah-pindah. Jadi, tergantung kesebelasan mana yang merekrutnya.

Sulawresi Selatan sejak dulu dikenal sebagai gudang pemain bola. Bahkan, belum pernah ada daerah di Indonesia yang menghasilkan pemain berkelas dunia yang diakui organisasi sepakbola dunia, "Federation Internationale de Futbol Associacion (FIFA) -- bahasa Spanyol -- seperti Sulawesi Selatan. Ramang, yang meninggal 26 September 1987, diakui FIFA melalui laman resminya 26 September 2012 (mengenang 25 tahun kepergian Ramang) sebagai inspirator sepakbola Indonesia pada tahun 1950-an. 

Penilaian itu berdasarkan kesaksian FIFA saat Ramang membawa kesebelasan Indonesia mampu menahan imbang 0-0 kesebelasan Uni Soviet pada pertandingan pertama Olimpiade Melbourne, Australia 1956. 

Sukses Indonesia ini selalu dipandang laksana tugu yang tidak pernah hilang terhadap prestasi gemilang sepakbola Indonesia. Walaupun pada pertandingan kedua Indonesia harus menyerah 0-4 atas kesebelasan Beruang Merah yang kemudian keluar sebagai juara olimpiade tersebut.

Pemain lokal Sulsel banyak dan andal. Ambil contoh Irfan Jaya yang kini merumput dengan T-shirt Persebaya. Pemain kelahiran Bantaeng 1 Mei 1986 dengan tinggi 1,68 cm, merupakan penyerang sayap yang subur gol. Dalam 33 kali tampil dia sudah membukukan 15 gol. Sangat disayangkan PSM tidak merekrut pemain terbaik liga tahun 2017 ini.

Irfan Jaya merupakan pemain produk Porda XV Bantaeng tahun 2014. Hanya saja, tiga tahun kemudian dia mulai merumput di Persebaya ketika kesebelan Bajul Ijo itu masih di Liga 2.

PSM juga punya Asnawi Mangkualam,putra pasangan Bahar Muharram-Fatmawati Razak yang kini membela klub Liga 2 Korea Selatan Ansan Greeners FC. Pemain kelahiran 4 Oktober 1999 dengan tinggi badan 175 cm tersebut merupakan bek tim nasional U-19 dan boleh jadi pemain Makassar pertama yang merumput di luar negeri.

Kalau misalnya pemain-pemain lokal Makassar (Sulawesi Selatan) dihargai seperti juga dia dihargai oleh kesebelasan lain, saya yakin PSM akan memiliki tim yang tangguh dengan karakter sepakbola Makassar "banget", keras, cepat, dan tidak kasar. Mengapa membayar mahal pemain asing yang kadang-kadang tampil setengah hati. 

Kini, kita menunggu gebrakan PSM di Piala Menpora. Posisi PSM sekarang sudah di tangan maju ke babak semifinal. Tinggal menunggu siapa pun yang menang atas pertandingan antara Persija (yang menang besar atas Bprneo FC Samarinda 4-0, dengan poin 3, dua kali bertanding) dan Bhayangkara Solo FC (yang bermain imbang 1-1 dengan PSM, mengantongi poin 4, dua kali bertanding). 

Jika Persija menang, pasti ke babak berikutnya demikian halnya dengan Bhayangkara Solo FC. Kalau seri 1-1 atau 0-0, makaakan dihitung selisih gol. Tampaknya Persija berpeluang karena dia pesta gol saat menghajar Borneo FC Samarinda 4-0.

Sementara Borneo FC yang belum mengantongi poin jelas sudah tersisih dari turnamen karena pada pertandingan pertama melawan Bhayangkara Solo FC kalah 0-1. Dia menang berapa pun atas PSM tidak akan tertolong untuk tetap melaju ke babak berikutnya.

Apakah PSM mampu mengulang suksesnya meraih Piala Presiden pada tahun 2019? Kita tunggu disertai memberi dukungan doa. Wassalam. (*).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun