Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lawan Stigma Negatif Generasi Z sebagai Penggangguran

14 Juni 2024   19:00 Diperbarui: 14 Juni 2024   19:03 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: moneky.compas/Antara-Yude

Siapa generasi Z?  Mereka yang lahir pada 1997-2012 dan sekarang berusia 8-23 tahun.  Usia sekarang antara 8-23 tahun. Disebut generasi Z kaena sebelumnya adalah generasi X dan Y maka generasi yang lahir setelahnya disebut generasi Z.   Ada yang masih kuliah, ada yang sudah masuk dunia kerja.

Sebagai generasi yang dari lahir hingga kuliah sudah tumbuh erat dengan perkembangan teknologi, membuat generasi Z terbiasa hidup di lingkungan serba cepat.  Gadget, smaprtphone adalah teman setia mereka .

Sayangnya, generasi Z ini sering mendapat label atau stigma negatif seperti tidak sabar, maunya serba instan, pengeluh, rebahan, perlu penjelasan /alasan tentang pekerjaan yang diberikan oleh atasan, bahkan ada yang langsung mengundurkan diri dari pekerjaan karena tidak mendapat umpan balik.


Nach, yang menarik sekali topik dan fakta data dari BPS hampir 10 juta atau tepatnya 9,9 juta gen Z yang menganggur, tidak sekolah, tidak bekerja, tidak mengikuti pelatihan .  Rinciannya 44,4 juta penduduk Indonesia usia 15-24 tahun di Agustus 2023, sekitar 22,5% atau 9,8 juta masuk  dalam kategori NEET. 

 Menurut Badan Pusat Statistik, Youth Not in Education, Employment or Training, NEET artinya penduduk usia muda tanpa kegiatan.  Penduduk golongan ini tidak berada di luar system pendidikan dan sedang tidak bekerja maupun tidak berusaha mencari pekerjaan.

Dari jumlah yang menganggur itu terdiri dari perempuan muda 5,73 juta dan sisanya 4,17 juta laki-laki muda.

Saya di sini tidak ingin terjebak penyebab mengapa terjadi  Gen Z menjadi pengangguran.  Tetapi mari kita sekarang membahas bagaimana gen Z bisa ke luar dari stigma negatif ini.

Cara hindari stigma negatif sebagai penggangguran:

1.Full Time Children

Di China, para sarjana yang telah lulus dan menjadi sarjana, tetapi belum juga mendapat pekerjaan, terpaksa bekerja kepada orang tuanya.   Orang tuanya yang hanya memiliki 1 anak saja (program pemerintah tiap rumah tangga 1 anak), meminta anaknya untuk menjadi guide jika orang tua akan ke luar negeri, mengantarkan jalan-jalan dengan semua peralatan canggih  membuat orang tua senang dan anak juga senang.  Anak tetap digaji oleh orang tua.

Namun, konsep ini tidak cocok untuk orang tua di Indonesia.  Orang tua di Indonesia, bersusah payah untuk membesarkan anak, mengurus dan membiayai anak sampai selesai perguruan tinggi untuk investasi. Artinya jika anak nanti lulus, diharapkan dia bisa dapat pekerjaan formal.  Pekerjaan formal bisa meningkatkan karir, akhirnya bisa membiayai kembali orang tua. 

2.Sekolah S2

Sudah melamar pekerjaan formal dengan hampir ratusan surat lamaran tapi belum ada juga Perusahaan yang memberikan kesempatan untuk interview..

Bagi mereka yang sudah lulus dari S1 (sarjana), dan belum juga dapat pekerjaan, Anda bisa memilih meneruskan atau melanjutkan pendidikan Anda ke jenjang berikutnya S2.  Beberapa bidang  S2 juga membutuhkan pengalaman bekerja.

Jadi sebelum memilih melanjutkan S2 , pertimbangkan untuk menanyakan persyaratan S2 yang akan dimasuki.  

Sambil kuliah S2 , pertimbangkan juga untuk menambah network dan selalu terhubung secara digital untuk membuka pintu pintu baru dan memberikan akses ke peluang yang sebelumnya tak pernah terpikirkan.

3. Pekerjaan informal

Sebelum ada internet,  umumnya mereka yang bekerja di sektor informal memiliki pendidikan rendah-sedang, lulusan SD, SMP-SMA.   Jumlah pekerja informal di Indonesia termasuk yang paling besar 58%  dibandingkan dengan pekerja formal sebesar 17.7%  (sementara di negara maju pekerja formal sebesar 47.7%).  

Setelah adanya internet dan digital, pola pendidikan yang memasuki dunia informal bergeser yaitu anak-anak gen Z  sebanyak 18% (pendidikan sarjana) sisanya mereka yang non sarjana.

Sayangnya, mereka yang berpendidikan dari generasi Z ini tidak punya skill ke wirausahaan. Skill yang mereka miliki adalah digital .

Memang diharapkan generasi Z bisa mampu memanfaatkan pembelajaran daring dari berbagai sumber daya digital, tidak hanya menerapkan pengetahuan formal saja.

4.Pendidikan kewirausahaan

Poin penting bagi generasi Z untuk memiliki jiwa dan ilmu kewirausahan .   Sudah tiba waktunya di Indonesia memulai  revolusi kewirausahaan ini digaungkan secara gencar.   Tidak mungkin kita mengharapkan pekerjaan formal yang makin sulit aksesnya.

Pembelajaran kewirausahawan yang sering disebut dengan entrepreneurship, merupakan studi yang dapat membekali mahasiswa untuk dapat mengidentifikasi dan menerapkan ide, konsep dan strategi baru dalam merencanakan, mengelola dan mengembangkan sebuah usaha atau bisnis.

Dalam belajar kewirusahwan, generasi Z akan menjadi pribadi yang inovatif, mandiri, kreatif dan mampu jadi pemimpin usaha dan mampu menghadapi tantangan di era penuh kompetisi.

Investasi untuk bisnis bukan yang "over-crowding" artinya melakukan bisnis bukan di sektor yang sudah banyak dilakukan oleh banyak orang.  Kesempatan untuk bisa menjadi "number one" sangat sulit karena kompetisinya sudah tinggi sekali.

Lakukan bisnis yang berkaitan dengan algoritma sekarang banyak yang membangun bisnis dengan analisa  dari segi "behaviour customer" yang dapat dilihat dari algoritma.    Belajar keterampilan digital yang mumpuni jika pendidikan Anda tidak berlatar belakang komputer. 

5.Bangun kreativitas Life Skill

Setinggi apa pun pendidikan yang  Anda miliki dengan segudang ijzah sarjana yang mentereng, tetapi jika tidak memiliki life skill yang baik,  sangat sulit untuk bisa memasuki dunia kerja  dan usaha yang sangat menantang.

Juara untuk mengarungi kehidupan lebih penting ketimbang juara dalam kelas /universitas.

6.Attitude is everything

Mental dan sikap meghadapi kesulitan hidup adalah poin penting .  Saya membaca buku berjudul "Self Driving" oleh Prof  Rhenald Khasali yang intinya mengatakan apakah dalam hidup ini,  Anda ingin menjadi seorang passenger (penumpang)  atau Anda ingin menjadi seorang Driver (pengemudi).  Semua adalah pilihan Anda.

Menjadi passenger artinya hidup Anda akan disetir oleh orang lain, sementara jadi driver artinya hidup Anda akan hadapi sendiri. 

Dunia kerja bukan hanya di Indonesia saja, tapi bisa mendunia, jadi bangunlah konektivitas dan keterampilan yang sangat dibutuhkan dunia industry saat ini.  Ada mismatch dunia pendidikan dengan industry di Indonesia. Carilah tempat yang sesuai dengan pendidikan Anda.

.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun