Contohnya, seorang dosen SM mengajar di sebuah perguruan tinggi swasta, gaji tetapnya sejak tahun 2015 Â Rp.5,1 juta per bulan. Saat covid, gaji itu dikurangi menjadi Rp.3,5 juta per bulan.
Meskipun demikian ia masih bersyukur masih ada tambahan tunjgan sertifikasi dosen sebesar Rp.2,5 juta, tapi pembayaran tiap tiga bulan sekali.
Jadi IM pun harus menyiasati diri bagaimana bebapn kerja sebagai dosen tetap bisa dilakukan sementara wajib publikasi pun tetap harus dilakukan.  Dia diwajibkan untuk membuat satu publikasi di jurnal ilmiah terindeks  5 dari Kementrian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Bagi dosen IM Â untuk memenuhi syarat di atas , dia merasa sulit melaksanakannya. Â Oleh karena itu dia berkolaborasi dengan dua dosen lainnya. Â Penelitian dilakukan oleh temannya, dan dia dengan dosen yang lainnya bergantian menulis.
Proses fungsional jabatan dosen pun tidak mudah dilakukan, Â satu demi satu sertifikasi harus dikumpulkan. Jadi bagaimana membayangkan sulitnya mengurus jabatan fungsional dan sertifikasi dosen sekaligus.
Inilah saatnya  regulasi dari Kemendikbud dilakukan.  Setiap dosen bukan sekedar mengejar kertas-kertas sertifikasi saja, tapi juga melihat kapastias tiap dosen yang berbeda. Ada dosen yang mampu dalam penelitian, ada yang mampu mengajar , ada yang mampu  dalam pengabdian.  Diharapkan para guru besar bukan besar dalam akademik saja tetapi benar teruji kepakarannya dengan ilmu yang benar dikuasainya bukan dengan pembelian karya ilmiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H