Pengembang bisa lari mangkrak karena tidak ada skema yang membuat adanya perjanjian pada pembelian hunian yang belum selesai dikerjakan. Â Konsumen atau pembeli harus punya jaminan hunian yang dibelinya akan selesai.
Pemerintah Daerah belum memiliki peraturan daerah (perda) tentang pertelaan. Â Pertelaan dalam hukum property artinya dokumen berisi perincian batas-batas rumah susun yang dapat dimliki secara perorangan, bagian bersama , benda bersama dan tanah bersama beserta NPP (angka perbandingan antara sarusun terhadap ha katas bagian bersama, tanah bersama).
Apartemen tidak bisa menjadi Hak Milik pribadi. Â Beda dengan kepemilikan rumah, kita dapat memiliki rumah sah dengan Hak Milik . Sedangkan untuk apartemen yang punya tanah yang bukan milik pribadi tetapi milik negara, Tanah pengelolaan dan Tanah Hak Milik. Â Status dari tanah jadi acuan status kepemilian pembeli apartemen.
Ada dua status pengelolaan, Hak Guna Bangunan Murni atau Hak Guna Bangunan Hak Milik, jika apartemen dibangun di atas negara status pengelolaannya adalah HGB Murni, sedangkan dibangun tanah hak milik maka pengeloaan adalah HGB Hak Milik. Namun jika pengembang hanya menerima kuasa untuk mendirikan apartemen di phak ketiga maka pengeloaannya jadi HGB HPL.
Rumitnya luar biasa bukan???
Setelah membaca uraian ini , harapan saya , Anda siap mencermati berbagai dokumen pengembang sebagai syarat untuk pembangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H