The Federal Reserve sebagai bank yang menentukan untuk penetapan suku bunga di Amerika Serikat, ternyata telah melakukan kenaikan tiga kali di tahun 2022.
Boleh dikatakan kenaikan tingkat suku bunga teraktif, sangat agresif sejak tahun 2005.
Sebagai pemegang kendali untuk kebijakan moneter, di bulan September untuk ketiga kalinya telah menaikkan hingga sebesar 0.75% sehingga mencapai 3.25%.
Proyeksi akan datang, the Fed masih akan menaikan dua kali sebesar 1.25% sebelum akhir tahun. Mencapai 4.25-4.5%. Artinya kesempatan the Fed dalam sisa meeting yang dua kali, mereka akan menaikkan 75 basis poin di bulan Nopember 50 basis poin di bulan Desember.Total kenaikan di akhir tahun akan mencapai 4.5-4.75% pada awal tahun.
The Fed pasti punya alasan kuat untuk menaikkan suku bunganya, salah satunya adalah mengendalikan inflasi yang belum bisa reda.
Bank Indonesia mengejar kenaikan suku bunga juga
Sementara, Indonesia pun tak mau kalah agresifnya dari The Fed, Bank Indonesia (BI). BI telah mengumumkan pada tanggal 20 Oktober 2022, kenaikan suku bunga acuan 50 basis points menjadi 4,75%, suku bunga deposit facility 50 bps menjadi 4% dan suku bunga lending sebesar 50 bps jadi 5,5%.
Apa penyebab Bank Indonesia menaikkan suku bunga?
Dari segi faktor eksternal, pertumbuhan ekonomi global yang melambat dengan tekanan inflasi yang tinggi dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Makin kuatnya suku bunga yang dinaikkan oleh The Fed membuat tekanan Rupiah melemah.
Dari segi faktor internal, rupiah melemah dari 13 Oktober 2022, 15,357 hingga 24 Oktober 2022, 15,960. Bahkan, sempat menyentuh 16.000. Menguatnya US Dollar, membuat tekanan yang terus rupiah. Hal ini tidak terjadi untuk Indonesia saja, tetapi beberapa mata uang mata negara di Asia Tenggara, Won dan Yen dan lainnya.
Ketika The Fed menaikkan suku bunga acuan, jika BI tidak menaikkan suku bunga pasti perbedaan makin besar. Semakin besar perbedaan suku bunga dapat membuat investor asing melirik untuk menempatkan dananya di Safe Haven.Â
Kita harus segera waspada jika investor asing yang bertransaksi baik gunakan USD dan menarik kembali uangnya kembali ke Amerika Serikat, dapat mempengaruhi likuiditas.
Ditambah dengan harga komoditas yang diekspor sudah mulai turun kecuali kelapa sawit.Â
Bauran kebijakan yang tetap dijalankan dengan ketat antara moneter dan fiskal harus seimbang. Ketika suku bunga naik, dan pertumbuhan ingin dijaga, maka fiskal akan tertekan oleh kenaikan suku bunga pinjaman kredit modal.
Dampak kenaikan BI RateÂ
Ada beberapa dampak bagi kita sebagai warga maupun sebagai investor atas kenaikan BI Rate.
Dampak yang pasti jelas akan terjadi:
1. Bunga Deposito dan Kredit naik
Bukan hanya nilai tukar yang terus melemah, tetapi bunga deposito dan kredit di perbankan akan naik dalam jangka waktu 2-3 bulan. Alasannya suku bunga acuan juga menjadi salah satu acuan perbankan.
Namun, menurut Gubernur Bank Indonesia, berhubung likuiditas perbankan masih longgar, masih ada kesempatan untuk memperpanjangan efek tunda transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga deposito dan kredit. Kenaikan akan berkisar 2 bps atau setara 0,02 persen dan suku bunga deposit 10 bps atau setara 0,10 persen.
2. Memperlambat pertumbuhan ekonomi
Jika suku bunga kredit modal kerja atau konsumtif di perbankan dinaikkan, potensi untuk perlambatan ekonomi akan terjadi.
BIaya tambah besar berdampak sulitnya perputaran likuiditas dari usaha. Akhirnya berdampak kepada pertumbuhan bisnis yang baru saja pulih.
3. Daya beli warga berkurang
Jika harga-harga barang konsumsi dinaikkan oleh produsen, otomatis, pembeli terpaksa mengurangi pembelian. Pengeluaran untuk konsumsi akan naik, daya beli lama makin lemah dan sulit bagi keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik.
Kelola Dana Pribadi/Keluarga
Sebagai warga yang tak punya pilihan menghadapi kenaikan harga barang konsumsi, kita perlu punya beberapa strategi agar kita tetap "survive"
1. Punya dana likuiditas yang cukup
Kecukupan likuiditas itu adalah sebesar 12 kali gaji terakhir. Likuiditas ini bukan berarti dana tunai tetapi dana yang mudah dicairkan jika ada emergency. Misalnya dana yang dimasukkan di reksadana pasar uang, saham dan lainnya.
Likuiditas ini penting apabila terjadi PHK, kita langsung bisa mencairkan dana tunai dan menggunakannya. Tentu tidak diharapkan hal ini terjadi. Tetapi perusahaan tempat kita bekerja bukanlah tempat yang selalu aman apabila badai terjadi.
2. Investasi
Ditengah kesulitan untuk mengatur keuangan, tentu disarankan ada saat dimana keuangan keluarga membaik. Ada yang dapat pekerjaan jauh lebih baik di akhir tahun 2022 atau awal 2023, maka gunakanlah kelebihan dana untuk berinvestasi.
Investasi yang utama adalah memahami profil kit sendiri (konservatif, atau agresif). Sesuaikan jenis investasi sesuai dengan profil. Menentukan toleransi penurunan dari imbal hasil investasi, contohnya toleransi 3%
Kedua, potensi investasi adalah sesuai potensi imbal hasil terhadap imbal hasil. Contohnya apabila dana investasi digunakan dua tahun ke depan, maka hitung potensi imbal hasil yang diharapkan setara dengan tingkat inflasi tahunan saat ini.
Ketiga, memahami bahwa investasi dari hasil yang disisihkan dari penghasilan, harus selalu dievaluasi. Komposisi aset yang memenuhi 3 kriteria yaitu, aset kas likuid, aset investasi, aset konsumsi. Aset kas likuid adalah tabungan, deposito dan reksadana pasar uang. Aset investasi adalah aset dengan hasil lebih tinggi, disertai dengan risikonya.
Diharapkan dua aset yaitu aset kas likuid dan aset investasi itu meningkat terus karena kedua aset itu landasan untuk keuangan keluarga.
***
Sumber referensi:
5 Dampak Kenaikan Asuku Bunga Acuan BI terhadap Masyarakat
Jangan Panik Kelola Uang Hadapi Isu Resesi
Fed rate hike September 2022: Â Rate raised by three-quarters
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H