Minggu yang lalu, saya mengalami pencobaan pelaku kejahatan melalui Whatsapplicaiton. Â Mungkin semua ada yang pernah mengalaminya. Â Saya juga hampir dua bulan yang lalu mengalami. Tapi bulan ini hampir tiga kali berturut-turut.
Pertama kali, seperti biasa muncul di Whatsapplication saya profil teman saya , seorang penulis di Kompasiana. Â Dengan berbasa-basi menanyakan apa kabarnya. Saya sudah mulai curiga terus terang teman ini tak pernah berbicara secara langsung kepada saya. Â Kecurigaan sudah muncul.Â
Di akhir percakapan pelaku kejahatan mulai menanyakan apa dia bisa menelpon saya? Â Antara kaget dan tidak. Saya seperti orang "dungu", membolehkannya. Begitu mendengar suara orang itu, saya terdiam karena saya sudah memastikan ini bukan orang yang saya kenal. Â Ternyata pihak penjahat pun mengetahui "diam" saya. Â Dia takut sendiri. Lalu mematikannya.
Kedua kali, saya mendapatkan whatsapplication dari seseorang di grup yang saya kenal. Â Pelaku gunakan profil teman saya (perempuan) dan mulai mengajak komunikasi melalui chat. Ketika percakapan mulai lebih mendekatkan diri. Â Segera pelaku mengatakan "saya ada barang baru lewat lelang....". saya segera memblokir dan menghapus percakapan ini.
Ketiga kalinya, tiba-tiba terdengar suara telpon di whatsapplication saya. Â Saya lihat tidak muncul nama di true caller saya. Â Saya menyadari bahwa orang yang menelpon ini bukan orang yang saya kenal. Begitu telpon berhenti, Â dia telpon Kembali.Â
Saya tak merespon deringan telepon yang panjang sekali hingga telpon itu putus sendiri. Ketika telpon sudah putus, saya segera cek nomer telpon dan nama. Â Benar tidak ada nama, dan profil juga tidak saya kenal sama sekali. Â Lalu anehnya adalah nomer telpon yang berasal dari Amerika serikat, 1-317-........
Di zaman era internet ini kemajuan teknologi  digital makin canggih .  Teknologi digital bukan hanya sekedar untuk kepentingan bisnis atau pembelajaran saja, tapi juga  untuk kepentingan kejahatan .
Kejahatan yang menyalah gunakan dan menggunakan kesempatan dengan mengatas namakan industry perbankan mulai marak Kembali.
Para penjahat itu menggunakan modus yang disebut dengan "social engineering". Â Apa pengertian "social engineering"? Â Â
Pengertian dari  penipun "Social engineering" adalah rekayasa sosial atau social engineering (soceng).  Penipuan ini menggunakan metode dengan upaya komunikasi yang dilakukan oleh pelaku penipuan  untuk membujuk, mengajak dan meyakin korban untuk mau melakukan apa yang diminta oleh pelaku.
Apalagi sekarang ini dengan adanya media sosial pelaku kejahatan atau cyber crime pun mudah mendapatkan nomer-nomer whatsapplication untuk menjaring korbannya.
Kali ini pelaku kejahatan sudah menyasar berpura-pura dari industri perbankan yang tentu saja mereka pikir korbannya lebih mudah diambil dananya dari bank.
Di suatu media sosial , saya pernah tertarik melihat suatu iklan yang membuat mata membelalak dan hati saya berdegup. Â Â Kami dari bank A, Â sedang mempromosikan apabila Anda , nasabah regular kami, Â akan dapat meningkatkan statusnya menjadi prioritas dengan cara yang sangat mudah.Â
Pastikan simpanan Anda hanya 10 juta dan langsung mendaftar di tempat kami.  Anda akan segera mendapatkan status prioritas.  Padahal  secara resmi untuk menjadi nasabah prioritas, seseorang nasabah harus memiliki saldo mengendap sebesar Rp.500 juta atau Rp.1 milyar (tergantung kebijakan bank).
Nach apa yang terjadi apabila saya tertarik dengan iklan itu. Â Pasti saya menghubungi logo bank dan nomer orang yang tercantum di situ. Lalu saya akan diberikan form untuk mengisi . Â Form itu tentu berisi data pribadi misalnya kartu ATM, nomer ponsel/gadget, Kartu SIM ponsel, email. Â Â
Ketika semua sudah diisi dan dikirimkan. Â Tentunya kita mendapatkan email dari si pelaku kejahatan. Â "Harap Anda mengkormasikan data pribadi ini memang valid " dengan klik. Â Ketika klik dilakukan, diminta untuk mengisi nomer PIN, kata sandi. Â Itulah data yang dapat dipakai oleh penjahat untuk membobol akun Anda di bank dimana Anda memiiki AKun.Â
Kejahatan yang mengatasnamakan sebuah bank itu biasanya memiliki beberapa modus yang sangat bervariasi. Â Tapi saat ini yang sering terjadi adalah sebagai berikut ini:
1. Ada seorang pelaku penjahat yang mengatas namakan sebuah bank dan memberikan informasi tentang perubahan tarif perbankan. Â Penipu meminta kepada korban untuk mengisi link form yang diminta . Â Di formular itu aka nada data pribadi seperti nama, OTP dan password
2. Dalam kejahatan soceng, Â ditawarkan untuk menjadi nasabah prioritas dengan cara yang sudah dijelaskan seperti di atas.
3. Â Kejahatan soceng yang sering digunakan oleh pelaku dengan berpura-pura sebagai pegawai bank bagian pelayanan keluhan . Â Apabila ada hal-hal yang tidak berkenan atau kurang puas, diharapkan nasabah dapat memberikan feedback atau informasi melalui formular dan sekalgi lagi link itu ada data pribadi seperti nama, OTP dan password
4. Kejahatan soceng yang sangat menarik bagi calon korban adalah tawaran untuk jadi agen Laku Pandai (layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif). Â Para penipu meminta korbannya untuk mengirimkan sejumlah uang sebagai deposit dengna mesin EDC.
Beragam modus operandi tindak kejahatan yang mengatasnamakan industry perbankan membuat OJK, bank-bank meminta agar jurnalis dan blogger untuk menuliskan dan menyosialisasikan modus operandi ini . Â Dengan demikian mencegah atau menghindari kerugian masyarakat yang jadi korban kejahatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H