Sudah lama saya mendambakan adanya perubahan Undang Undang No.13 tahun 2003 masa cuti perempuan tiga bulan dengan gaji penuh berubah menjadi  cuti perempuan melahirkan 6 bulan dan cuti 40 hari untuk suami.
Wacana RUUKesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Â untuk merubah cuti perempuan 6 bulan dan cuti 40 untuk suami pasti ada latar belakangnya.
Para anggota DPR pasti punya landasan hukum untuk perubahan di atas. Â Mereka melandaskan kepada Pasal 28 UUD NRI 45 dimana negara menjamin HAM setiap orang untuk mempertahankan hidup, termasuk hidup ibu dan anak.Â
Dalam hal ini ada pengkajian dari para anggota DPR tentang adanya indikator kesejahteraan ibu sangat lemah, angka kematian ibu menurut Data Survei Penduduk Antar Sensus Tahun 2015 sebesar 305 per 100.000 kelahiran. Â Cukup tinggi bukan? Â Bahkan disebutkan tertinggi di Asean.
Jelas bahwa kesejahteraan ibu dan anak yang baru dilahirkan itu harus diterapkan dengan memberikan perlindungan hukum.
Dwi fungsi sebagai Ibu pekerja dan ibu rumah tangga
Di era modern ini, Â menjadi perempuan itu bukan sekedar untuk berumah tangga saja, tetapi juga mengaktualisasikan diri dalam pekerjaan. Â Saat belum berumah tangga saya telah bekerja cukup lama di perusahaan terakhir.
Lalu, saya berumah tangga dan hamil di usia yang cukup tua, 35 tahun untuk kehamilan pertama.  Awalnya tidak pernah khawatir untuk kehamilan karena tidak ada tanda-tanda atau gejala yang aneh.  Tetapi di usia kehamilan masuk 16 minggu,  dokter genolog memeriksa mengatakan adanya myoma (daging tumbuh) yang menghalangi jalannya proses kelahiran.  Jika nanti saat melahirkan posisi mymo tetap menghalangi, tidak ada jalan lain selain harus operasi  ceasar.
Sejak saat itu saya takutnya luar biasa.  Apalagi saya tak punya support system terdekat di Jakarta. Ibu saya sudah sepuh tinggal di luar kota, sementara ibu mertua  juga sudah meninggal.  Rasanya was-was terus selama kehamilan.  Hal ini sangat mempengaruhi kinerja saya. Pekerjaan agak terpengaruh karena psikis dan fisik saling berkaitan.
Beruntung saat jelang kelahiran, myoma sudah mengecil sehingga saya bisa melahirkan normal.  Tetapi saya sendiri merasakan luar biasa lama sakitnya pembukaan hampir 24 jam . Â
Setelah melahirkan saya harus mengurus bayi dan keperluaannya  tanpa bantuan siapa-siapa karena suami tetap bekerja.  Sentuhan suami kepada anak bayinya sangat terbatas , malam hari yang dibutuhkan untuk bisa membantu, tidak bisa dilakukan karena besok dia harus kerja.Â
Saya belum mencari perawat bayi karena saya berpikir nanti setelah dua bulan cuti, barulah saya mencari perawat.  Saya ingin menikmati bonding saya dengan bayi dulu.  Sedihnya  anak saya tidak bisa  mendapatkan ASI karena tidak ada air susu yang bisa ke luar.Tanpa terasa cuti  3 bulan itu begitu cepat untuk berpisah dengan bayi.  Â
Saya sedang membayangkan apabila ibu yang masih  memberikan ASI kepada anaknya tapi harus Kembali ke tempat kerja.  Mereka pasti  terpaksa memompa ASI , menyimpan susu dan memasukkan ke botol dan harus dilakukan secara benar untuk pemberian ASI itu kepada bayinya. Â
Bayi itu anugerah tapi perawatannya juga harus dilakukan dengan super hati-hati , higenis, dan penuh ketelitian.  Usia anak dari 0-5 tahun adalah golden age artinya apabila ibu kurang berhati-hati dalam hal perawatan nutrisi dan perkembangan anak,  anak itu tak akan bertumbuh dengan kualitas yang optimal.
Problematik RUU KIA:
Kesadaran untuk kesejahteraan ibu dan anak dengan memberikan cuti kepada suami 40 hari sangat penting sekali .
Alasannya berikut ini:
Pendamping ibu diperlukan apabila ibu yang baru melahirkan itu mengalami pra natal (sakit setelah kelahiran) seperti  baby blues syndrome (perasaan gundah yang berlebihan).  Â
Apabila keluarga kecil yang baru memiliki bayi itu tak punya support system seperti saya dimana bisa meminta bantuan orang lain atau mencari perawat dalam waktu yang mendadak.
Kehadiran suami sebagai orang terdekat dalam pendampingan bayi sangat membahagiakan istri . Â Tugas melahirkan anak bukan semata istri saja, tetapi juga suami.
Bonding suami sebagai ayah menjadi lebih dekat, demikian juga bonding istri sebagai ibu , apabila lebih lama dengan bayinya, jauh lebih baik.
Sayangnya persepsi apa yang saya pikirkan seperti di atas itu tentu berbeda sekali dengan persepsi dari pengusaha atau atasan dimana saya /kita semua bekerja.
Perdebatan dari atasan atau perusahaan yang menganggap bahwa cuti 40 hari bagi suami sangat berlebihan , dan perusahaan tentunya berbeda dengan negara. Negara ingin melindungi warga agar punya keluarga yang sejahtera, sedangkan perusahaan ingin pekerjanya bekerja produktif.
Cuti 40 hari bagi suami, dan 6 bulan bagi istri sangat diperhitungkan oleh perusahaan sebagai cost yang mahal sekali.  Mereka anggap harus mengeluarkan  dua kali lipat gaji, membayar orang yagn cuti dan membayar penggantinya  .  Dalam kasus pekerjaan tertentu, pekerjaan dari orang yang cuti tidak bisa dirangkap, harus digantikan oleh orang lain.
Pengalaman saya ketika atasan mencari pegawai baru karena ada pegawai yang ke luar. Â Atasan saya dengan gender perempuan itu mengatakan, "Saya lebih suka mendapatkan pegawai lelaki karena pegawai perempuan banyak cuti (lahir, anak sakit). Produktivitas berkuang karena banyaknya cuti, hasil kerja dari unit saja terganggu".
Perspektif  perusahaan dan supervisor menganggap bahwa  cuti melahirkan 6 bulan dan 40 hari untuk suami sebagai diskriminasi antara pekerja perempuan dan lelaki.
Adanya ancaman bagi pekerja perempuan tidak bisa menjadi pekerja yang produktif dan lebih baik bekerja di rumah saja.
Hal ini tentu saja sangat menyedihkan sekali.  Peran ganda perempuan itu sangat besar sekali.  Ketika jumlah pekerja perempuan hanya sedikit, tetapi dengan profesionalisme tinggi, perempuan juga ingin memperlihatkan prestasinya meskipun  fungsi ganda diembannya.
Role Model dari Finlandia
Finlandia dikenal  sebagai negara kedua terbaik untuk ibu yang melahirkan.  Di negara ini konsep melahirkan bukan hanya tanggung jawab dan beban perempuan saja.  Tetapi juga dibebankan kepada ayah.
Untuk pembebanan ayah yang ikut mengurus/merawat anak, negara memberikan kompensasi cuti ayah 54 hari dan ibu 105 hari dengan gaji penuh.Â
Dikenal dengan pendidikan yang sangat humanis sehingga keluarga-keluarga yang diperlakukan dengan baik oleh negara itu juga menghasilkan keluarga dengan anak-anak berprestasi dan kualitas pendidikan yang tertinggi di dunia.
Berikut ini adalah negara-negara yang punya landasan filosofis, sosilogis, yuridis kesejahteraan Ibu dan Anak terbaiknya, Finlandia, Swedia, Norwegia, Singapura, Jepang.
Berharap besar bahwa RUU KIA ini dapat dipahami dan dikaji lagi oleh para pengusaha yang berkeberatan tentang lamanya cuti bagi istri dan cuti baru bagi suami. Â Temukan win-win solution supaya keluarga Indonesia tetap sejahtera , terutama ibu dan anak-anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H